34 | Thirty Four

6.1K 716 57
                                    

      Dua Tahun yang Lalu

      Ayesha Ranakoeswara: Hai, kamu di mana?

      Ayesha Ranakoeswara: Are we still on for tonight?

      Telunjuk lentik Ayesha mengetuk-ngetuk layar ponselnya yang menampilkan pesannya kepada Oliver. Pesan itu terkirim sejak satu jam lalu saat ia sibuk memasak, tetapi sampai ia menyajikan makanan di atas meja makan sekarang, Oliver belum juga membalas pesannya. Padahal, sekarang sudah jam delapan malam dan menjamin Oliver pasti sudah pulang dari kantor. 

      Seharusnya Ayesha tahu malam ini Oliver akan melewatkan janji kencan mereka, walaupun hari ini adalah hari ulang tahunnya.

     Ayesha mengamati detikan jarum jam di dinding. Pandangannya kemudian beralih ke dua piring pan seared salmon yang telah dingin beserta vinegar salad dan dua gelas wine yang belum tersentuh sama sekali. Ia hanya bisa tersenyum miris sebelum menghembuskan lilin yang menyala di tengah meja. Mungkin sebentar lagi, Sha, pikirnya. 

     Wanita itu membaringkan kepalanya di atas meja sambil terus memandangi ponselnya. Jemarinya menggulirkan pesan-pesannya yang seharian ini belum dijawab Oliver. Bahkan ucapan 'selamat ulang tahun' dari Oliver yang ditunggu-tunggu Ayesha hari ini pun tidak ada. Mungkin dia sibuk, pikirnya lagi. 

     Kedua mata Ayesha terpejam. Air mata menetes dari sudut matanya, mengalir pelan di atas hidungnya, lalu mengenai bibirnya. Kembali ia mencecap rasa asin yang entah sudah berapa kali ia rasakan dan semua itu karena ia menangisi Oliver. Sebenarnya bukan menangisi Oliver, melainkan menangisi semua usahanya untuk Oliver. 

     Ayesha selalu memberikan segalanya untuk Oliver dengan semua kemampuannya, namun Oliver hanya membalasnya dengan secukupnya. 

    Oliver Asvathama: Hai, maaf baru balas. Aku nggak pegang handphone seharian.

    Oliver Asvathama: Sha, I don't think I can make it. I have an urgent flight to catch. 

    Oliver Asvathama: Happy birthday, by the way.

    Ya, secukupnya.

***

    "Besok lusa kita final fitting, ya."

    Jeneva mengangguk patuh kepada Dian Asvathama yang paling semangat mengurusi gaun pernikahannya. Keduanya baru saja keluar dari House of Diandra, butik milik Dian Asvathama, di kawasan Pejaten. Sejujurnya Jeneva baru tahu bahwa Diandra Soeriaatmadja dan Dian Asvathama adalah orang yang sama. Padahal, ia memiliki sejumlah kebaya bermerek Diandra Soeriaatmadja di lemarinya, tetapi ia tidak pernah tahu bahwa Tante Dian yang selama ini ia kenal adalah desainernya. "Tinggal di goa mana kamu, Jen?" ejek Maya tadi sambil terpingkal-pingkal ketika Jeneva menganga saat memasuki butik Dian. Pantas saja jika Dian bisa kenal dengan Vera Wang sampai memanggilnya ke Indonesia spesial untuk membuat gaun pernikahan Jeneva.  

     "Nanti kita ketemu Vera Wang di sini lagi, kan, ya, Tante?" tanya Jeneva kepada Dian.

     "Iya, Sayang. Jam ketemunya juga mungkin sama seperti hari ini," balas Dian.

     "Makasih banyak, ya, Mbak Dian. Habis ini pada mau kemana? Aku kayaknya nggak bisa ikut ada janji lain," kata Maya.

     "Aku ada venue visit di Ritz, Ma. Tadi Tante Dian bilang katanya nggak bisa ikut juga," jawab Jeneva dan Dian mengangguk. 

     "Maaf, ya, Tante harus meeting untuk Thama Foundation lagi. Kamu jadi dijemput Oliver kan?" Dian menatap Jeneva.

     Jeneva meringis. "Kayaknya nggak jadi Tante. Dia bilang tadi pagi lagi di Singapore. Aku naik taksi aja.

Ride Off Into Your Sunset | The Golden Shelf #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang