Orang bijak kalau sebelum baca baiknya di vote dan di komen wugwuguwg....
Oke lanjut...
_______
"Tumbuh dengan berbagai masalah,tentang hancurnya keluarga, hilang nya sosok seorang ayah dan tidak ada tempat untuk bercerita"
_Arabella_
05:Keluarga?
_________
Malam ini, Bella duduk di tepi kolam renang belakang rumahnya. Ia mengayunkan kedua kakinya di dalam air sambil menikmati camilan yang Bi Ina buat.
"Non, ini jusnya," ucap Bi Ina sambil meletakkan jus stroberi di samping Bella.
"Iya, Bi. Makasih, ya. Bibik boleh istirahat," Bella tersenyum manis pada wanita yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri.
"Bibi masih ada cucian piring, Non."
"Nanti aja Ara yang cuci, Bik. Bibik istirahat aja, pasti capek seharian kerja."
"Tapi itu sudah tugas bibi, Non."
"Gak apa-apa, Bik. Sekalian nanti Ara cuci gelas ini juga," Bella bersikeras.
"Bener nih, gak papa bibi tinggal?"
"He’em, bibik ku sayang!"
"Ya sudah, bibi tinggal, ya, Non."
"Mimpi indah, Bik!" teriak Bella, disambut senyuman hangat dari Bi Ina.
Saat Bi Ina melangkah masuk ke dalam rumah, ia bergumam pelan, "Kasihan Non Ara, selalu kesepian."
Bella tersenyum kecil sambil menatap langit, matanya tertuju pada bintang yang bersinar paling terang. "Bintang yang terang itu pasti Papa," gumamnya.
"Kira-kira Papa lagi ngapain, ya? Ara jadi kangen Papa. Papa, kok, jarang mampir di mimpi Ara sih? Ara ngambek, tau!"
Beginilah Bella setiap kali ia merindukan sosok ayahnya. Ia akan mencurahkan isi hati sambil menatap langit, seolah-olah Papanya bisa mendengar.
"Papa tau gak? Ara suka sama cowok. Dia ganteng banget, juga pintar. Tapi Ara malu kalau mau bilang suka sama dia."
Bella terkekeh pelan. "Ara diajarin belajar kimia, padahal Ara benci banget sama pelajaran itu. Tapi karena dia yang ngajarin, jadi suka, hehe."
Kalau Bang Iyan tahu pasti dia bilang—Bella kemudian menirukan suara dan gaya bicara Iyan, kakaknya, "Lo itu masih bocil, gak usah pacaran! Tunggu udah kuliah aja!"
"Halah, padahal dia itu sebenarnya sirik! Dia kan masih jomblo!" Bella tertawa hambar.
"Ah, Ara mau telepon Bang Iyan dulu, deh. Kangen sama dia."
Bella mengambil ponselnya dan mencari kontak Iyan, lalu menekan tombol panggil. Namun, sebelum Bella sempat bicara, suara Iyan yang sedikit tinggi langsung terdengar di seberang.
"Gue lagi sibuk."
"Ara cuma kangen..."
"Nanti aja, lah. Tugas gue lebih penting dari lo, tau gak?" nada suara Iyan semakin ketus.
"Maaf, Ara cum—"
Belum sempat Bella menyelesaikan kalimatnya, panggilannya sudah diputus secara sepihak.
"Kak Iyan kenapa, kok, marah-marah sama Ara?" gumam Bella pelan, merasa sedih.
Dari arah dalam rumah, terdengar langkah kaki seseorang.

KAMU SEDANG MEMBACA
SENYUM DIATAS LUKA
Roman pour AdolescentsTumbuh sebagai anak broken home Adalah sebuah Privilege Arabella :"beri aku kesempatan sekali lagi, Setidaknya untuk membuatku merasa lebih Tenang dan lepas dari sesal" WARINING...