【𝐒𝐞𝐧𝐚𝐧𝐝𝐢𝐤𝐚 𝟏】<𝐑𝐞𝐯𝐢𝐬𝐢>

180 40 4
                                    

Setiap waktu, rasa sesak di dada ini selalu kambuh tanpa bisa di prediksi

Hal yang selalu teringat adalah saat pertama kali aku mulai melihat dunia dengan pandangan yang berbeda. Dunia yang penuh dengan orang-orang yang memasang topeng semu, selalu berdampingan dengan kata-kata "aku baik-baik saja" yang terlontar.

Di tengah jalan yang sibuk ini, aku berdiri di antara kerumunan orang yang sibuk mengejar waktu. Di pinggir jalan, para pedagang berteriak untuk memikat pelanggan mereka.

Di sebelahnya lagi ada para siswa-siswi yang berjalan menuju sekolah nya sambil bersenda gurau. Semuanya seakan selalu terulang setiap hari. Tak peduli di belahan dunia manakah seseorang tengah berduka, menangis, menyendiri dalam kesepian, atau tengah menjalani kehidupan yang penuh dengan kejahatan.

Waktu terus berlalu, dan aku terdiam mengamati sekelilingku, untuk mencari seseorang diantara kerumunan itu. Dan saat mataku berpendar ke salah satu tempat pemberhentian bus, seseorang melambai ke arahku sembari meneriaki nama panggilan yang diberikannya padaku.

"Duri!" panggilnya.

Aku menoleh dan mendapati temanku, kak Taufan sedang melambaikan tangan menyuruhku mendatanginya. Di tempat biasa kami bertemu. Halte bus selalu menjadi tempat pertemuan yang pasti.

Aku segera berlari dengan perlahan sembari menengok kanan-kiri kalau-kalau kendaraan lewat agar tidak tertabrak. Aku terengah-engah saat kakiku menjejaki pinggiran trotoar.

"Huff ... baru berlari ... sebentar aku ... sudah lelah ...," keluhku sambil mengusap keringat dari pelipisku.

Tapi Kak Taufan hanya tertawa dan meraih tanganku.

"Haha ... yang penting, kamu masih kuat, 'kan?" ujarnya.

"Aku terserah!" jawabku.

"Ah, udah yuk berangkat ntar keburu siang," katanya sembari memegang pergelangan tanganku dan kami berjalan beriringan menuju tempat yang ingin dikunjungi.

Kalau boleh jujur, atas ajakan kak Taufan, ia memintaku untuk ikut jalan-jalan dengan alasan bersenang-senang dan berisitirahat. Padahal aku sebenarnya enggan untuk ikut, meskipun aku mau karena terlalu malas menjejakkan kaki keluar rumah.

Awalnya aku tidak begitu antusias dengan ajakan Kak Taufan untuk jalan-jalan. Aku lebih suka tinggal di dalam rumah dan hanya keluar jika ada keperluan mendesak, seperti sekolah. Saat pulang, aku lebih suka menghabiskan waktu dengan membaca novel di ponselku, meskipun aku tahu, terlalu lama menatap layar itu bisa merusak mataku yang sudah minus.

Sekarang aku menggunakan kacamata yang aku beli saat tahun pertama SMA, meskipun bukan yang terlalu kuat. Namun, itu cukup membantu.

Hari ini cuaca cukup cerah dan panas, aku masih tidak tahu kemana kak Taufan membawaku karena aku bukan tipe orang yang suka menghabiskan waktu diluar rumah seperti kebanyakan teman—orang lainnya.

Aku gugup? Sudah pasti, karena dunia luar tidak cocok untukku yang penuh dengan orang-orang bersosialisasi. Entah aku termasuk jajaran anak introvet atau bukan. Setiap kali berdekatan dengan seseorang aku selalu gugup atau pun gelisah.

Tapi Kak Taufan adalah pengecualian. Remaja yang sangat ekstrovert dan selalu siap bersosialisasi. Aku heran mengapa dia mau berteman dengan anak pendiam sepertiku.

Senandika Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang