Bagaimana rasanya patah hati? Kalau selama ini Yuri hanya mendengar, atau membayangkannya sehabis membaca kisah romantis serba sentimentil dari novel-novel fiksi, sekarang ia benar-benar mengalaminya. Rasa sakit bercampur pedih yang sudah berbulan-bulan bersarang di hatinya itu tak kunjung hilang juga. Semangatnya pun terbang hilang menguap.
Ia tidak berpikir akan melakukan kegiatan apa pun. Tidak berniat untuk beranjak dari tempat tidur. Badannya terasa sakit dan penat. Sepanjang malam tidurnya tidak nyenyak sama sekali. Sebentar-bentar ia terjaga. Beberapa kali ia berusaha memejamkan mata, tapi tak lama kemudian ia terjaga kembali. Bayangan kejadian yang menimpanya terasa seperti gaung yang bergema terus-menerus. Matanya pun terasa perih. Entah karena kurang tidur atau karena air mata yang sesekali menggenangi kedua pelupuk matanya.
Setelah membolak-balik badannya beberapa kali, dengan kesal akhirnya ia memutuskan bangun dari ranjang, duduk di kepala ranjang, sembari menyandarkan punggungnya. Kedua lengannya memeluk kedua kakinya yang ditekuk.
Ia memang merasa lelah sekaligus mengantuk, tapi rasa sakit yang masih bersarang di hatinya mengalahkan rasa kantuk itu. Tak sadar ia menggelengkan kepala berkali-kali. Tidak. Ia tidak akan menjalani hari-harinya seperti ini terus-menerus. Ia tidak akan meninggalkan luka menganga itu terus bersarang di kisi-kisi hatinya. Tapi bagaimana kalau setiap ia memejamkan mata, hanya raut wajah lelaki itu yang terus -menerus menghantui pikirannya?
Yuri menghela napas. Baiklah. Ia ingat kembali artikel yang dibacanya tentang cara-cara melupakan mantan pacar. Mantan? Sebongkah rasa sakit tiba-tiba menjalari kisi-kisi hatinya ketika memikirkan kata itu. Benarkah hubungan mereka sudah berakhir? Separah itukah? Apakah benar-benar sudah tidak ada kesempatan lagi bagi mereka? Tepatnya, bagi dirinya. Ya, bagi dirinya untuk mendapatkan dia lagi? Apakah benar tidak ada sisa cinta sedikit pun lagi di hati Brandon sehingga tega mencampakkannya begitu saja? Lalu ke mana perginya....
Tiba-tiba bunyi pesan masuk yang cukup keras di ponsel memotong lamunan Yuri. Seketika ia tersentak. Saat itu ia baru menyadari kalau kedua pelupuk matanya sudah menghangat. Ia menyusut matanya yang basah dengan punggung tangan. Lalu sebelah tangannya lagi mencari-cari ponsel yang tergeletak begitu saja di tempat tidur. Semalam ia menggunakan iPhone yang sekaligus berfungsi sebagai iPod itu untuk mendengarkan lagu-lagu easy listening, bermaksud untuk menenangkan perasaannya yang gundah gulana. Namun usahanya ternyata tidak berhasil. Lagu-lagu itu malah membuat perasaannya bertambah kacau balau.
<Kita Skype sekarang. PENTING> Begitu bunyi pesan WhatsApp yang masuk di iPhone-nya.
Yuri mendesah sambil menggumam tak jelas. Foni, sahabatnya di Jepang, mengajaknya mengobrol via Skype. Padahal, baru semalam mereka ngobrol sampai larut malam. Yuri memang sengaja berlama-lama ngobrol ngalor-ngidul dengan Foni sampai ia kelelahan dan matanya terasa berat. Pikirnya, kalau sudah mengantuk, ia pasti akan jatuh tertidur. Tapi perkiraannya ternyata salah. Buktinya, berjam-jam setelah sign off dari Skype, ia hanya menghabiskan waktu di ranjang dengan menatap langit-langit kamar tanpa bisa memejamkan mata sedikit pun. Badannya memang terasa penat dan lelah, apalagi setelah bolak-balik dan berganti posisi tidur berkali-kali. Ia tetap saja ia tidak bisa tidur. Pikirannya gelisah dan melayang ke mana-mana.
<Ada apa, Fon? Baru semalam kan kita Skype> balas Yuri setelah cukup lama memandang tulisan di layar iPhone. Kalau ia tidak membalas, Foni pasti akan khawatir, berpikir telah terjadi sesuatu pada dirinya.
<Pokoknya penting. Ayo, nyalain laptopmu dan sign-in sekarang juga.>
Yuri menarik napas. <Ok.>
<Jangan lama-lama ya. Aku tunggu lho sekarang.>
Tidak lebih dari lima menit kemudian, Yuri sudah melihat wajah Foni di layar laptopnya. Wajah sahabatnya itu dipenuhi kecemasan yang tidak dibuat-buat.
"Gimana? Kamu sudah pesan tiket?" sambar Foni tanpa basa-basi lagi.
Yuri langsung mengernyitkan kening. "Kamu minta aku Skype pagi-pagi hanya untuk tanya soal itu?"
"Astaga, Yuri-san..." Foni menaikkan alisnya. "Pagi-pagi kau bilang? Jam 12 siang kau bilang pagi-pagi? Hikaru malah sudah meneleponku dari kantornya tadi mengajak makan siang bareng...."
"Makan siang?" sungut Yuri. "Di sini baru jam sepuluh! Aku saja belum sarapan."
Foni tersenyum kecut, memasang raut pura-pura bersalah. "Uppss sory... aku lupa waktu Tokyo lebih cepat dua jam dari Jakarta." Ia terdiam sebentar, lalu mendadak berseru lagi dengan suaranya yang nyaring seolah teringat sesuatu, "Astaga, kamu baru bangun jam segini? Sudah kubilang jangan jadikan tidur sebagai pelampiasan kekesalanmu. Aduh, kau tahu tidak kalau bangun kesiangan bisa membuat wajahmu tidak fresh dan badanmu tidak sehat...."
Ekspresi paras Foni yang lucu di layar laptop dan kata-katanya yang lebay itu mau tak mau membuat Yuri geli. "Boro-boro tidur sampai jam sepuluh, Fon, aku tidak bisa tidur semalaman..." sergah Yuri tawar sambil menahan senyum.
"Kenapa?" tanya Foni, lalu kepalanya menoleh. "Kamu tunggu sebentar ya, aku punya pegawai yang baru masuk kemarin. Dia masih belum hafal stok barang-barang di sini."
Setelah sempat hilang beberapa saat dari layar laptop, akhirnya Foni muncul kembali.
"Ok, tadi kita sampai mana ya, Ri?" tanyanya sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.
"Kalau kamu sibuk, nanti malam kita sambung lagi saja, Fon," usul Yuri yang saat itu baru menyadari sahabatnya itu ternyata sedang berada di convenience store miliknya. "Lebih santai buat ngobrol dan waktunya juga lebih banyak."
"Ah, tidak apa-apa kok, Ri. Asal kamu tidak keberatan saja aku ngobrol denganmu sambil sesekali mondar-mondir."
"Tentu saja aku tidak keberatan, Fon." Yuri mengulas senyum. "Kamu kelihatan sibuk, tapi masih sempat-sempatnya meluangkan waktu untuk ber-Skype denganku." Kali ini ada setitik rasa haru menyelinap di dalam dadanya. Foni memang sahabat yang baik. Meski terkadang ia punya bakat mendramatisir sesuatu, tapi tak perlu diragukan lagi kalau ia benar-benar seorang teman dalam kesulitan...
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Hurts - Akankah Cinta Membawamu Kembali..
Любовные романыPROLOG Bunyi lonceng kecil yang tergantung di atas pintu membuyarkan lamunan Yuri. Ia menoleh ke arah pintu dan melihat seorang pemuda Jepang mendorong sebuah koper kecil muncul di balik pintu yang terbuka, sedikit tergesa-gesa masuk ke toko. Reflek...