6

11 0 0
                                    

Anak malang itu kini sedang berada di ranjang pesakitan, tangan kanannya terdapat selang infus dan di hidung bangirnya bertengger nassal cannula.

Malvin hanya bisa menyesali apa yang sudah menimpa adiknya, bahkan dia merutuk dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia lupa kalau sedang makan bersama adiknya.

Dia terlalu asyik ngobrol bersama orang tuanya, sampai lupa ada anak yang kesakitan karena kecerobohannya.

"Maafin abang Ravin, abang sudah membuatmu sakit." kata Melvin sambil menggenggam erat tangan kecil Ravin yang kurus bahkan hampir tidak memiliki daging itu.

Melvin sudah menghubungi orang tua Ravin tapi sampai saat ini tidak ada satupun yang datang dari mereka.

Bahkan dia sempat panik saat berada di rumah sakit, dia takut kalau om dan tantenya yang sering ia panggil mama sama papa itu marah karena membuat anaknya terluka.

Tapi diluar dugaan, kedua orang tua Ravin hanya menjawab santai saat Melvin memberi tahu kejadian yang baru menimpa anaknya.

Bahkan yang dia tanyakan adalah keadaan Melvin, sungguh diluar nalar otak manusia.

"Eugghhh." Ravin mulai tersadar, Malvin pun akhirnya tersenyum saat melihat adik kecilnya sudah sadar dari pingsannya.

"Ravin dimana?" tanyanya.

"Rumah sakit, sekarang apa yang lo rasakan. Bilang sama abang?"

Ravin mengingat kembali kejadian itu, dia tersenyum ternyata abangnya kembali lagi. Berati dia sama sekali tidak meninggalkannya.

"Ravin gapapa abang," ucap Ravin tersenyum.

"Mau minum." tawa Melvin, Ravin pun mengangguk. Dengan dibantu dirinya Ravin mulai meminum air putih sedikit demi sedikit.

.
.
.
.
.
Kini Ravin sedang berada di rumah sakit sendiri, dia menoleh ke kanan dan ke kiri tidak ada salah satu dari keluarganya yang datang. Kakak sepupunya tadi pagi pamit ke kampus.

Ravin tersenyum menertawakan nasibnya. Dari kecil sampai berumur 15 tahun dia selalu sendiri setiap sakit.

Ravin memutuskan untuk tidur, lagian hari juga sudah beranjak malam.

Baru beberapa detik dia memejamkan mata tiba-tiba pintu ruangannya terbuka.

"Bangun!" titah Alenta, dia menarik paksa Ravin untuk bangun. Sekarang kepalanya terasa pusing karena mendadak langsung terduduk.

Ravin masih bingung, di depan sudah ada Alenta dan Lucas.

"Ma-ma." Lirih Ravin.

Tangan Alenta dengan kasar menyuruh Ravin turun dari ranjangnya dan berganti baju.

"In-ini buat apa mah?" tanya Ravin belum mengerti dengan situasi yang terjadi.

"Ganti bajumu malam ini juga kamu harus keluar dari rumah sakit ini. Saya gak mau semakin lama kamu disini. Semakin banyak biaya yang akan kami keluarkan." Kata Alenta dengan sorot mata marah.

"Tap-pi Ra-vin masih sa-kit mah."

"Kamu mau berjalan sendiri atau saya seret kamu."

"Sen-diri mah." jawab Ravin, dengan sangat pelan Ravin mulai menampakan kakinya ke lantai marmer menuju ke kamar mandi yang jaraknya 2 meter, karena badanya yang sakit membuat dua meter serasa 200 meter.

"Lelet banget sih." Alenta menarik kasar lengan Ravin lalu mendorongnya masuk ke dalam kamar mandi.
"Aakhhh." pekik Ravin kesakitan. Dadanya masih sangat nyeri akibat pukulan dari preman restoran, seluruh tubuhnya masih sakit dan linu.

"CEPET RAVIN!!" Teriak Alenta dari dari luar kamar mandi.

"Astaga nih anak bikin saya emosi." Kata Alenta tak sabar.

"Sabar mah," ucap Lucas menenangkan istrinya yang sedang menahan amarah.

15 menit kemudian Ravin membuka pintu kamar mandi, berjalan sangat hati-hati dengan berpegangan pada tembok. Jangan lupakan penyangga infus yang dia bawa.

"Dengar nanti ada dokter yang akan kesini, kamu harus bilang ingin pulang dan cari alasan apapun supaya bisa pulang tanpa dokter curiga ngerti!" kata Alenta menunjuk Ravin dan melotot membuat Ravin ketakutan.

"Me-mengerti mah." jawab Ravin yang sekarang sudah duduk di ranjangnya.

Benar saja tak berapa lama, dokter dan satu suster datang.

"Loh Ravin, kenapa sudah berganti baju. Baju pasien kamu kemana?" tanya sang dokter.

"Ra-Ravin mau pulang dok."
"Pulang? Kondisi kamu belum memungkinkan Ravin, masih lemah wajahmu masih sangat pucat." kata dokter menerangkan.

"Ravin bosan disini dok, biarkan Ravin pulang ya plis." mohon Ravin dengan suara kecil, karena  untuk bersuara keras dia belum bisa sangat lemas.

"Biarin saja dok, nanti kami akan rawat jalan. Saya bosan mendengar Ravin merengek ingin pulang." kali ini Lucas berbicara dia sudah seperti seorang ayah yang sesungguhnya. Lewat kata-kata seakan tidak rela anaknya keluar dari rumah sakit, tapi dia juga tidak tega dengan anaknya berada di rumah sakit.

"Baiklah kalau itu mau kalian, tapi ingat Ravin benar-benar harus rawat jalan dan juga jangan lupa obatnya diminum ya." kata dokter sambil menuliskan resep.

Suster itu melepas infus ditangan Ravin, sedikit meringis saat infus itu berhasil dicabut oleh suster.

Setelah menerima resep, Alenta dengan cepat pergi untuk menebus obat.

Dokter pamit dari ruangan Ravin karena ingin memeriksa pasien lain.

Lucas menyuruh Ravin berjalan tanpa memberikan dia kursi roda atau pun sekedar merangkulnya.

Lucas sudah berjalan di depan sedangkan Ravin masih tertinggal jauh dibelakang.

"Cepat!!" tariak Lucas tidak sabar melihat Ravin yang berjalan seperti keong. Beruntung koridor disana sedang sepi. Jadi tidak menggangu pengguna yang lain.

"Iya tu-an." Ravin terpaksa menambah kecepatan jalannya. Meskipun sempoyongan.

Pusing tentu saja, tubuhnya masih belum diajak gerak banyak dia malah disuruh jalan cepat.

"Lama sekali si pah?" tanya Alenta yang ternyata sudah menunggunya dari setengah jam yang lalu di depan mobil.

"Tuh lihat." Lucas menunjuk Ravin yang masih berusaha jalan cepat.


K

arena tidak sabar Alenta segera menghampiri Ravin kembali menariknya dengan kasar dan menyuruh remaja itu masuk ke dalam mobil.

Mobil berjalan menuju arah timur, harusnya untuk pulang ke rumahnya menuju arah barat.

Ditengah hiru pikuknya jalan raya, banyaknya kendaraan yang lewat. Mobil Alenta memilih ke jalan yang lumayan sepi.

Mobil berwarna silver itu berhenti di tengah jalan, Ravin masih diam dia belum tahu apa yang direncanakan orang tuanya.

"Turun!!" titah Alenta pada Ravin.

menjemput kebahagiaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang