16

1.8K 195 24
                                    

"Apa dalam perjodohan ini, kita tak bisa jatuh cinta?"

Mata Irene yang bening berkaca-kaca itu menatap dalam dengan teduh. Wajahnya yang segar dengan bibir merah muda natural, senyum tipisnya menanyakan kepastian, memantik ketenangan yang menghardik semua keraguan Seulgi.

Cegukan Seulgi keluar sedikit, hidungnya yang merah menahan tangis, matanya yang dari tadi berkaca-kaca menahan luapan emosi. Ia mengerjap tak menyangka, air matanya bergulir setetes.

cincin pernikahan dijari manis mereka terlihat indah saling tumpang tindih, Irene membawa tangan Seulgi dipangkuannya, ia bahkan tak ragu menghadiahi ciuman-ciuman kecil dipunggung tangan Seulgi dengan gemas, sosok itu tersentak sedikit sementara Irene hanya terkekeh,

"Aku sangat menikmati hari hari bersamamu Seulgi, apapun!...

...

...Walau harus bersitegang dulu denganmu cuma karena tak langsung mandi setelah main volley...

...mengajarimu ciuman sampai rahangku pegal tapi aku senang, menunggumu bicara tanpa kutanya, aku sempat memikirkan kenapa kau tak ikut denganku saja karena aku mulai tak biasa tidur sendiri"

seharusnya Seulgi sadar pernikahan ini sangat berharga untuk mereka berdua,

setelah beberapa waktu mereka hidup bersama, pandangan yang berseberangan seperti inilah yang membuat Irene keseringan memikirkan Seulgi.

Memikirkan apa yang tengah memenuhi ruang-ruang terdalam Seulgi yang segalanya selalu dibuat rumit, terlalu dipikirkan dengan banyak sekali pertimbangan, bagaimana sebenarnya sudut pandang anak itu terhadap pernikahan mereka yang sebenarnya bisa bisa saja dibuat mudah dengan menjalaninya.

"Pertanyaan bodohmu tadi itu,  kau pikir aku akan memilih apa?"

Mata Seulgi mengerjap bodoh, lidahnya kelu, Irene memandang lekat Seulgi yang bangun kusut dengan perasaan kalut.

"Eumm..atau justru kau yang merasa pernikahan ini membatasi ruang gerakmu dengan kesenanganmu?"

"Tidak~!"

Seulgi membalas cepat dengan suara yang mencicit lucu. Irene mengulum senyum senang sementara Seulgi yang terlihat bodoh itu makin tak bisa membendung sesak yang ingin sekali diutarakannya, ia mulai sesunggukan, wajahnya yang muram sedih itu makin terasa pedih ketika wajahnya mulai berurai air mata, Irene mulai khawatir.

"A..Aku kira... kau menyetujui perkataanku dan selama ini.. hanya berpura-pura lalu akan meninggalkanku nantinya"

Bahu Seulgi sedikit berguncang, rengekan itu terasa ngilu menusuk hatinya, segera ditangkupnya wajah polos yang sudah basah dengan air mata, mengusap pipi bulatnya mengahalau segala kegundahan yang ditahannya selama ini,  Irene tanpa sadar ikut meneteskan air mata.

"Berhenti memikirkan hal bodoh!"

perasaan yang awalnya samar-samar itu mulai nampak dan menyesakkan, Seulgi menjatuhkan tubuhnya dalam pelukan menenangkan Irene, jutaan sesak yang dibawanya menguap seketika.

"Aku akan ikut kemanapun Irene... akan kucoba naik kereta, ayo liburan berdua"

Seulgi yang dihantui kekhawatiran akan ditinggalkan Irene, bagaimana bebasnya Irene yang tiba-tiba dikekang dengan status pernikahan, segudang kesibukan menggantikan orang tuanya, suatu saat akan pergi meninggalkannya, ia bahkan merasa sedih tiap melihat Irene membawa pulang brosur liburan tanpa pernah Irene memberitahunya akan liburan kemana.

Irene hanya bisa terkekeh dalam tangisnya, sungguh dramatis ajakan liburan ini. Makin erat pelukan itu menghirup ceruk Seulgi dengan candu. Tidak ada hal yang paling menenangkan selain berada dalam pelukan Seulgi. Lupa sejak kapan, ia senang bila mendapati Seulgi merengkuhnya dalam tidur hingga pagi datang. Tenang dan lega.

[SEULGI x IRENE] Be MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang