PROLOG

40 13 0
                                    

Ponsel hijau muda kesayangan Philia dengan malangnya terpaksa dilempar di atas kasur. Untuk kesekian kalinya, benda pipih itu menjadi sasaran ketika ia kesal. Ia menghela nafas, kemudian membanting punggungnya di atas kasur yang empuk, tepat di samping ponsel hijau muda itu.

Ini semua gara-gara Lucky! Lelaki menyebalkan yang kini berstatus menjadi kekasih Philia itu lagi-lagi membuatnya naik pitam. Entah drama apa lagi yang akan dia mainkan sekarang.

Drrrttt Drrrttt

Ia mendengar ponsel di sampingnya bergetar, lalu dengan segera ia angkat.

"Sayang, kan aku udah bilang, dia itu bukan siapa-siapa. Kamu kenal Ime, kan? Masa nggak percaya sama aku," tutur Lucky yang direspon lirikan jutek oleh Philia.

"Udahlah, aku males ya sama kamu! Kan bisa kamu jujur sama aku kalau kamu emang mau jalan sama si Ime Ime itu..." sindir Philia dengan nada tak suka.

"Apa sih, Yang. Aku ke rumah kamu sekarang, ya? Kita jalan-jalan biar tenang, okey?" 

Lihat, selalu saja mengalihkan pembicaraan. Philia benar-benar muak.

"Nggak mau. Gila aja. Jangan temuin aku. Kejar aja tuh cewek yang tadi tangannya kamu elus elus!" 

Itu adalah kalimat terakhir yang diucapkan sebelum akhirnya memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Philia sudah menebak akhirnya akan seperti ini. Persetan dengan ucapan busuknya, ia pun meraih tas kecil di gantungan dekat pintu kamar, lalu melenggang keluar.

Entahlah, gadis itu akan pergi kemana saja asal tidak bertemu dengan Lucky.

Ia memutar-mutar gantungan kunci mobil yang berhasil diraih dari gantungan di balik pintu masuk rumah. Gantungan itu kemudian dipegang selepas mengunci pintu rumah rapat-rapat. Itu gantungan dari kunci mobil yang kini terparkir di teras rumah. Mobil hitam mengkilap yang berhasil Philia beli setelah menjalani bisnis kue selama tiga tahun lamanya.

Sambil memutari jalanan yang tidak terlalu padat, Philia pun ikut tergiur untuk memutar dan menikmati lagu di malam minggu. Lagu yang dilantunkan oleh Ellie Goulding. Lagu favoritnya.

Ah, benar. Mungkin jalanan belum terlalu padat karena ini belum memasuki jam rawan orang berpacaran. Tapi sudah dipastikan jalanan ini akan mengalami kepadatan beberapa menit kemudian.

Maka dari itu, Philia memutuskan untuk membelokkan arah mobilnya ke kanan. Ia lapar. Ia butuh makan, setidaknya ia memiliki tenaga untuk menghadapi drama yang akan kekasihnya lakukan lagi nanti.

Awalnya ia ingin memarkirkan mobilnya di depan rumah makan nasi Padang. Namun, ketika melihat gemerlap terang di ujung jalan, ia mengurungkan niat dan memutuskan untuk tetap melajukan mobil. Menuju gemerlap itu.

Gemerlap yang dimaksud bukan cahaya diskotik yang memusingkan. Itu adalah gemerlap indah dari lampu taman yang bundar. Di taman itu, banyak sekali jajanan street food yang menyajikan berbagai jenis makanan dan minuman dari ujung hingga ujung.

Mata Philia terbelalak. Merasa bahwa di depannya itu adalah sebuah surga dunia yang harus disinggahi. Pada akhirnya, ia memarkirkan mobil kesayangannya di depan ruko tukang bakso yang sudah tutup. Lalu, ia keluar dengan tas di bahunya sambil kembali membawa gantungan milik si hitam.

Ini bukan kali pertamanya Philia datang ke tempat ini. Ini sudah ketiga kalinya. Pertama, ketika ia bersama teman-temannya. Kedua, ketika ia bersama Lucky. Dan yang ketiga adalah ketika ia datang ke tempat ini sendirian, hari ini.

Tapi tidak masalah, ia akhirnya bisa melakukan me time dengan dirinya sendiri. Philia mampir ke beberapa gerobak yang berhasil kakinya tuju, sebab baru setengah jalan saja kakinya sudah terasa pegal saking banyaknya orang jualan.

Sambil membawa jajanan yang dibeli, ia duduk di salah satu bangku taman yang kosong. Untung saja, ia masih kebagian tempat sebelum orang-orang berpasangan mendahuluiku menempati bangku ini.

Andai saja Lucky yang mengajaknya, mungkin ia tidak akan kesepian seperti ini. Tapi kali ini, jika Lucky mengajaknya, lelaki itu sudah ia tendang jauh-jauh. Menyebalkan!

"Mukanya bete banget kayaknya, Tante," ucap seseorang yang tiba-tiba duduk di samping Philia.

Yang dipanggil menoleh, menatap lelaki tinggi yang juga menatapnya dengan wajah penuh cengiran. Dipanggil seperti itu, lantas ia melotot tak terima.

"Tante? Yang bener aja, emang muka gue keliatan kayak tante-tante?" tanya Philia dengan nada jutek.

"Iya," jawabnya sambil tertawa.

Gadis cantik itu mengalihkan pandanganku darinya. Lelaki di sebelahnya ini benar-benar aneh. Ia sama sekali tidak mengenalnya, dan dia seenaknya berbicara seperti itu kepada Philia.

"Gue bukan tante-tante!"

"Terus apa dong?"

"Ya apa kek!"

"Kan gue nggak tau nama lo."

Philia tahu modus seperti ini. Para lelaki biasanya memulai pembicaraan ini untuk menjalankan aksi fuck boy nya. Kemudian, Philia berdiri sambil menenteng es teh yang tinggal setengah. Anehnya, lelaki itu ikut berdiri dan menarik tasnya agar ia tidak pergi.

"Lepasin!"

"Emang gue nyeremin, ya?" tanya lelaki itu dengan tampang polosnya.

Ya. Philia akui dia tampan. Tampan sekali. Suaranya pun serak, namun bukan serak berat yang biasa orang sebut telefon-able. Tapi ia menyukai suara itu.

"Woi!" tegurnya.

"Hm?"

"Ur insta?" pintanya sambil mengulurkan ponselnya.

"Please..." lanjut lelaki itu seraya memiringkan kepala sambil terus menatap Philia.

Philia akhirnya meraih ponsel yang dia ulurkan. Mengetik sederet username yang menjadi wajahnya di sosial media. Setelah itu, ia langsung melenggang pergi tanpa menanggapi responnya. Namun, yang terakhir kali ia dengar adalah...

"Nice to meet u, Philia. I'm Ryuga!"

Gadis itu tersenyum. Langkahnya terhenti ketika suara serak basah itu menggumamkan namanya dengan lucu. Ia berbalik, sedikit tertawa kecil sambil memutar balik menghampiri lelaki bernama Ryuga.

"Panggil gue Lia aja," ucap Lia sembari mengulurkan tangan.

"Kenapa Lia? Kan nama lo Philia."

Tangannya masih menganggur.

"Biar singkat," jawab Lia cepat sembari menggoyangkan tangan.

"Nggak bisa gitu dong."

Ingat, tangannya masih menganggur.

Saat itu, Lia merutuki diri sendiri. Mengapa pula tangan cantiknya ini terulur dengan begitu mudahnya kepada orang asing yang baru saja ia temui. Dengan wajah bete, ia menurunkan tangannya cepat, lalu kembali berniat meninggalkan Ryuga untuk kedua kalinya.

Namun, tangannya dipegang dengan erat, nyaris ditarik hingga tubuhnya hampir menyentuh dada tegap Ryuga. Lia refleks mundur, menarik tangannya yang barusan dipegang erat. Pelakunya hanya tersenyum tipis.

"Ups."

LOVEMBER •

Kembali lagi di cerita ke tiga aku!
Kali ini, Lovember bakal nemenin perjalanan aku selama aku kuliah.

Termasuk juga kalian^^

Pastinya aku bakal seneng kalo kalian juga ikut serta dalam perjalanan aku menempuh pendidikan yang lebih tinggi.

Luvvu, loverria💗

LOVEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang