"Gak! Gue pokoknya ga setuju ya, Ji"
"Hani please lah.. cuma ini satu satunya jalan gue bisa explore Moscow dengan harga terjangkau."
Setengah jam sudah mereka berdebat tentang Hani yang sangat tidak mengizinkan Minji pergi ke Moscow. Hani selalu menolak dan Minji yang terus merayu, mengikuti Hani dari teras, dapur, ruang TV sampai berakhir di ruang makan.
Hani menghela napas panjang, "Minji.. dengerin gue ya. Disini bukan hanya gue yang bakal ga setuju buat lo pergi, gue jamin 100% orang tua lo juga ga akan ngerestuin lo pergi."
"Nah itu! Itulah kenapa gue minta izin dulu ke lo karena selanjutnya lo harus bantuin gue."
"Bantuin secara ilegal maksudnya? Big No!"
"Ji, lo yang bener aja deh, udah jelas-jelas lo cari dia bukan travel resmi, terus lo butuh penguatan apa lagi?? Kalo tiba-tiba kejadian buruk menimpa lo gimana?"Minji terdiam. Ada benarnya juga sahabatnya ini. Tapi Minji tak mau kalah kali ini, kapan lagi ke Moscow se-murce ini?
"Hani, apa yang terjadi sama gue ketika disana itu sudah jadi tanggung jawab gue sendiri. Baik buruknya itu, karena semua sudah jadi keputusan gue, so-"
"Jadi lebih baik dihindari kan??!"
"No, Hani. Gue bicara dulu okey?"
Hani diam mendengarkan.
"Jadi biarkan gue ambil jalan gue sendiri, gue perlu suasana baru yang mendukung isi cerita, disini tu membosankan, Han. Lagipula dua bulan terakhir ini peminatan buku gue mulai berkurang kan? Lo yang tau."
Setelah Minji menjelaskan argumentasinya, ia melihat mata Hani berkaca-kaca.
"Hani, bukan maksud gue mau- " Minji ingin meraih bahu sahabatnya. Namun ditepis kecil.
"Gue perlu waktu, Ji. Lo bisa kerjain tulisan yang gue kirim kemarin di email" Hani beranjak lalu masuk ke dalam kamarnya tanpa melihat ke arah Minji.
💐
Sudah 3 hari mereka tidak berbicara lebih dari satu menit. Terkadang Minji memancing dengan bertanya tentang jadwal masak harian, hanya dibalas sekenanya oleh Hani atau paling lama membahas masalah kerjaan seperti hari ini, Minji diundang sebagai pembicara di salah satu perpustakaan di distrik kota.
Ketika jam makan siang, mereka saling berhadapan di kantin perpustakaan masih saling diam sampai Hani yang pertama membuka pembicaraan,
"Ji, lo udah pikirin mateng-mateng?"
Minji tentu kaget ditanya demikian, apa ini lampu hijau buat gue?
"Iya, tenang aja. Gue sudah merencanakan perjalanan ini sebaik mungkin. Kalo lo mengizinkan, rencana gue adalah lo akan menggantikan pekerjaan gue selama 5 hari kedepan. Tapi mungkin jangan hubungi gue selama disana."
"..."
Kenapa diam? Apa terlalu berat rencana gue?
"Deal..?"
" Tapi Ji.. kalo lo ga balik?"
"Ahh- maksudnya gue setuju aja apapun rencana lo, tapi gue takut lo kenapa-napa, gue udah mikirin ini selama 3 hari tapi tetap gue takut""Tentu gue akan berkabar!"
Minji melanjutkan,
"Gue berjanji jika setelah 5 hari gue ga balik, gue akan menghubungi lo atau bahkan ke kedutaan besar Korea Selatan disana mencari perlindungan."
"Minji gue semakin ga tega merelakan lo pergi..." Hani menangis dibuat-buat namun tetap sedih sambil beranjak memeluk Minji.
"Percaya sama gue ya, Han." Bisik Minji saat berpelukan.
💐
Di dalam kamarnya, Minji segera menghubungi nomor kontak travel di kertas selebaran lalu. Nomornya sangat cantik, hanya ada 3 nomor berurutan dan tidak butuh waktu lama, Minji mendengar seseorang menjawab teleponnya.
💐
"Tapi saya baru akan memesan kursi ekonomi"
"Telah kami siapkan untuk Nn. Minji satu Kursi VIP, dengan nomor penerbangan xxx, untuk info selanjutnya silakan menghubungi narahubung Anda, terima kasih."
"Wait-"
Tuuut.
Minji berdecak.
Sebentar.. sepertinya ada yang salah.
"Siapa narahubung gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Invisible Wizard
FanfictionThis story is about wolfiebear. Just in case, wolfiebear is a shipper name for Jeongwoo Treasure and Minji New Jeans. YES I'M DELULU GIRL Hate it? Nagajuseyo. (Inspired by Harry Potter Prisoner of Azkaban)