Prolog

214 16 19
                                    

[ Selamat Membaca]

***

  “Anakku akan menikah dua bulan lagi.”

“Benarkah? Turut senang mendengarnya, Remi-san.”

“Ngomong-ngomong, kapan cucu Kushina-sama akan menikah?”

Boruto menghela napas panjang sekali saat tak sengaja mendengarkan pembicaraan rekan-rekan Neneknya dari pintu yang memang terbuka sedikit. Dia memijit kepalanya yang tak sakit sama sekali. Oh, astaga, apakah para wanita itu memang suka mengurusi kehidupan orang lain?

“Entahlah kapan Boruto akan menikah,” terdengar suara Kushina yang menjawab pertanyaan wanita tadi, “tapi yang pasti keluarga kami tidak akan memaksa dia menikah dengan gadis yang tidak dia inginkan,” jawab Kushina dengan penekanan yang membuat wanita di sekelilingnya terdiam. Dari dekat pintu, senyuman terpatri di wajah Boruto. Di pikirannya dia berkata, “Itu baru Nenekku.”

Setelah itu Kushina berpamitan untuk pulang duluan karena membaca pesan yang barusan Boruto kirimkan. Boruto sedari tadi sudah duduk kembali di mobilnya. “Sore yang hangat, bukan, Nenek?” sapanya dengan wajah riang. Kushina mengernyit heran, tidak biasanya cucunya bertingkah seperti itu. Cepat-cepat Kushina sudah mengerti apa yang terjadi.

“Oh, jadi kau mendengarkan pembicaraan kami tadi?” Ia memberikan tatapan menyelidik, membuat Boruto mengangguk ragu. Kushina menghela napasnya, lantas duduk di samping Boruto. “Anak nakal. Tidak baik mendengarkan pembicaraan para orang tua,” tegurnya sembari menjewer Boruto.

Boruto pura-pura kesakitan lantas tertawa pelan. “Maaf, Nenek. Tadi tidak sengaja saat aku mau memanggil Nenek. Ingin pencitraan agar menjadi Cucu yang keren.”

“Kalau mau terlihat keren, setidaknya bawa calon menantu ke hadapan kami,” cibir Kushina telak. Boruto merasa tertohok lantas menggeleng. Fokus pada kemudi dan jalanan. Di dalam mobil, musik lembut mengalun. Musik yang digemari oleh Kushina.

Boruto memikirkan kalimat candaan yang diberikan Kushina padanya. Tidak ada desakan di sana, hanya saja Boruto tahu keluarganya hanya mengharapkan yang terbaik untuknya. Hanya saja ... hanya saja ... untuk menjalin hubungan yang baru dengan seseorang yang baru, Boruto belum siap.

Ada seseorang yang masih menahannya untuk mencoba berkenalan lebih dalam dengan gadis lain. Ada sesuatu yang harus dia sampaikan pada seseorang. Setidaknya setelah mendengarkan jawaban yang dia cari-cari, Boruto mungkin akan membuka kesempatan untuk melanjutkan kehidupannya.

“Yah, kalau aku tidak mendapatkan gadis keren seperti Nenek dan Ibu, mungkin aku tidak akan menikah,” canda Boruto sembari membukakakan pintu untuk Kushina. Wanita dengan rambut merah indah itu, tersenyum hangat. Menggandeng lengan cucu laki-lakinya.

“Astaga, sepertinya gen Kakekmu lebih kuat dibandingkan Ayahmu. Bagaimana bisa kau terlihat keren saat bercanda begitu?” Gelak tawa geli terdengar dari kedua Uzumaki itu, lantas keduanya masuk ke dalam rumah dan kehadiran seseorang membuat Boruto langsung tahu kalau pembicaraan yang tadi mereka bicarakan, akan berlangsung lebih dalam dibandingkan pembicaraan ringan mereka. Dia harus menyiapkan mentalnya.

***

"Jujur kepada Ibu. Tipe priamu itu sangat sempurna, ya? Sampai memandang pria-pria yang coba dekat denganmu seperti cumi-cumi?"

Rahang Sumire seakan-akan hampir jatuh mendengarkan penuturan Ibunya. Untung saja dia tidak jadi speechless sejadi-jadinya dan bisa merespons dengan tanggapan santai, lewat sebuah senyum karir. "Kok kepikiran begitu, sih, Bu?"

"Soalnya Pak Dokter yang kemarin meminta nomormu saja kau tolak dengan alasan 'ada seseorang yang saya tunggu'. Haah! Alasanmu saja itu!" cibir Hakobe, tatapan mata seperti mengeluarkan aliran listrik tidak terlihat untuk Sumire.

A Glimpse of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang