15. Panik

1.9K 87 7
                                    

Dika kembali dengan perasaan aneh. Dadanya bergemuruh hebat. Ia masih tidak bisa melupakan kejadian yang baru saja dilihatnya. Ia tidak bisa melupakan badan perkasa Ustad Izhar yang menghajar tubuh mulus milik Mbak Umi.

"Dika, kok udah pulang, makan dulu ya," ujar Mama Dika.

"Ntar aja ma, masih kenyang," jawab Dika. Ia berjalan menuju kamarnya.

Dika menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Ia menutup matanya dengan lengannya. Ia masih tidak menyangka, bisa melihat kejadian itu.  Kedua insan yang bercumbu dengan ganas.

Umumnya, ia akan memperhatikan tubuh mbak Umi sebagai lawan jenisnya. Tetapi justru Dika fokus untuk melihat badan Ustad Izhar. Mulai dari ujung rambut hingga ke kakinya yang basah oleh keringat.

Badan basah Ustad Izhar terbayang dengan jelas di dalam bayangannya. Ia bisa membayangkan batang keras Ustad Izhar yang menghentak-hentak keluar masuk lubang kenikmatan Mbak Umi. Perasaannya campur aduk, ia baru saja menyaksikan dua orang melakukan seksual, yang sebelumnya bahkan tidak pernah masuk imajinasi Dika.

Dika menghela napas panjang. Ia mencoba mengatur napasnya dalam-dalam.

Dika lalu bangkit dari kasurnya, dan melepaskan seragamnya. Satu-persatu seragam dilepasnya. Namun, ketika ia membuka celananya, ia tak melihat titik basah di celana dalamnya.

Gawat, aku ngompol? tanya Dika dalam hati. Ia buru-buru melepas celana dalamnya.

Ia memperhatikan celana dalam itu. Untuk dikatakan pipis, itu terlalu sedikit. Ia mencoba mencium bercak itu, namun tidak pesing. Ia pun mencoba menyentuhnya. Jarinya terasa lengket.

Dika berpikir keras, apa ini? Lalu dia berpikir apa ini sama seperti yang Om Muh keluarkan dulu?

"Dik, makan duluu, sini!" perintah Mama.

Pikiran Dika buyar, ia segera mengenakan baju bermainnya, dan menuju meja makan. Ia melupakan sejenak apa yang ada di celana dalamnya tadi.

Waktu berlalu, Dika mencoba mengesampingkan pertempuran Ustad Izhar dan Mbak Umi. Ia berusaha keras, namun tak bisa. Dika tau yang dilakukannya salah. Belum waktunya bagi Dika untuk mengerti, bahkan melihatnya secara langsung.

Setiap kali ia melihat Ustad Izhar, ia kembali membayangkan tubuh Ustad Izhar kala itu. Hal itu membuat Dika selalu menghindari untuk bertemu dengannya. Bahkan Dika tidak pernah lagi bermain ke rumah Ustad Izhar.

Beberapa hari berlalu, ustad Izhar menyadari ada yang berbeda dari Dika. Ia selalu menghindarinya.

"Mas, tumben Dika ga pernah ke sini?" tanya Mbak Umi. "Jadi sepi rumah ini," imbuhnya. Mbak Umi pun merindukan sosok Dika.

"Entahlah, Dika juga jadi jarang ngomong, kayak ngehindar gitu," jawab Ustad Izhar.

"Kenapa ya mas?" tanya Mbak Umi.

Ustad Izhar berpikir. "Dek, masih inget waktu kita lagi main di dapur waktu itu?" tanya Ustad Izhar.

Mbak Umi mengangguk dan tersenyum malu. Mukanya memerah. "He'emm, kenapa mas?"

"Mas curiga, apa jangan-jangan ada yang ngintip ya? Mas inget pintunya terbuka sedikit, dan di depan ada bungkus es jatuh, dan masih basah juga," jawab Ustad Izhar dengan wajah serius.

"Waduhh, yang bener mas? Malu dong kalo ada yang liat, siapa ya mas?" tanya Mbak Umi kaget.

"Entah," jawab Ustad Izhar menggelengkan kepala.

"Apa jangan-jangan Dika ya mas?" imbuh Mbak Umi.

"Mas gatau juga, semoga bukan deh. Kalau pun iya, ga masalah asalkan bukan bapak-bapak lain yang liat tubuh indah kamu. Mas lebih ga rela, tubuh mulusmu diliat orang lain. Terutama ini," jawab Ustad Izhar bercanda sambil memegang buah dada mbak Umi.

Dika dan Para Suami - New ChapterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang