8

187 23 4
                                    


++

8 November 2014

09.35

"Bianca!" Panggil lelaki tersebut. Yang dipanggil menengok sebentar, lalu memalingkan muka lagi.

"Bi!" Panggil lelaki itu lagi.

Yang dipanggil pun terpaksa mendekati si pemanggil karena beberapa siswa sudah menatap aneh mereka.

"Apa sih Louis?"

Louis, si pemanggil malah mengusap tengkuknya.

Awkward.

"Kalau tidak ada urusan aku lebih baik kembali ke kelas. Bye." Ucap Bianca lalu berbalik menuju arah kelasnya.

"Bi." Cegat Louis sambil menahan pergelangan tangan Bianca.

DEG

Louis terdiam. Sedangkan Bianca membeku di tempatnya. Namun segera ia menggelengkan kepalanya pelan.

"Y..ya?"

"Kita butuh bicara."

"Ba-baiklah. Di sa-na." Ucap Bianca terbata sambil menunjuk dua kursi kosong yang berhadapan.

Louis pun berjalan mendahului Bianca yang sedang mengatur detak jantungnya.

"Calm down Bianca." Desis Bianca pelan.

Bianca menarik kursi, lalu duduk di depan Louis.

Ini yang ia inginkan dari dulu. Namun sayangnya sesuatu merubahnya.

"Jadi ada apa?"

"Kau berubah."

DEG

Bianca terdiam, lagi.

"Mak-maksudmu?"

"Kau berubah Bianca."

"Berubah? Hahaha berubah apanya?" tanya Bianca sambil tertawa hambar.

"Ini bukan Bianca yang dulu. Yang bisa dijadikan teman."

"Kau sendiri kan, yang bilang temanmu sudah cukup banyak? Yasudah. Aku bukan temanmu."

Kini giliran Louis yang terdiam.

"Sudah?" Tanya Bianca, sambil menahan sesak di dadanya.

"Diam pertanda iya. Selamat tinggal." Setelah itu, Bianca langsung beranjak menuju kelasnya. Oh, bukan. Ia malah menangis di daerah sekolah yang sepi. Tepatnya di daerah gudang penyimpanan alat ekstrakulikuler.

++


Game [l.t]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang