#182

121 16 6
                                    

⚠️ Ini hanya sebuah cerita fiksi
*Di cerita ini tidak sedang membela/menyalakan pihak mana pun!

"Berjuang itu perlu, tapi kalau hasilnya masih sama. Kita perlu menyerah karna tandanya itu sudah tak pantas lagi untuk di
perjuangkan." ~Lavsa

Selamat membaca

  Di sebuah kota yang jauh di sana, terdapat seorang gadis yang bernama lavsa. Ia adalah gadis yang hebat buktinya saja ia mampu berjuang sendirian untuk menyembuhkan penyakit metalnya, walaupun beribuan air mata membasahi pipinya ia tak pernah menyerah. contohnya seperti saat ini,

  "kamu itu kalau jadi anak jangan jadi pemalas liat tuh anak-anak lain!"

   "Kamu, tau. anak tante kamu yang seumuran sama kamu itu, kemarin juara kelas sedangkan kamu? Hanya diam dan nagis terus..."

  "Kenapa, sih? Saya harus melahirkan anak sepertimu?"

  "Jadi anak berguna sedikit bisa gk sih!"
 
   Hampir seluruh makian seperti ini, sering lavsa dengar setiap hari, dan yang lebih parahnya adalah orangtua-nya yang memakinya. Padahalkan jika di lihat lebih dalam lagi, tubuh atau batinnya tak sekuat itu untuk mendengarnya setiap hari.
  
   Tapi apalah daya dia hanya anak perempuan pertama, yang harus selulu pura-pura kuat. Boleh enggak sih egois? Jika boleh mungkin kini lavsa sudah tak ada di dunia, tapi ia masih sadar dengan posisinya sekarang, dia hanyalah  anak pertama yang menjadi harapan keluarganya.
   
    "Kamu tuh harusnya bantu-bantu pekerjaan rumah! Jangan diam aja, bisakan?" Sekali lagi satu makian keluar dari mulut orangnya ia sayangngi yaitu mama-nya.

   "Kalau orang tua tanya itu, jawab! bukan diam aja!" Detik itu juga air milik lavsa sudah tak bisa di tahan lagi.

   "Baru di omong kaya gitu udah nangis!  Cengeng banget sih, Padahal dulu mama gak kaya gitu.."

Entah setan apa yang telah merasuki tubuh sang mama dari lavsa ini tapi yang pasti tubuh mungil milik lavsa di seret menuju ke dapur oleh sang mama.

"Ma.. Sakit... Ma..."

    Namun seperti yang kalian tau, kalau orang sudah terbawa emosi tak akan mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut sang pembut emosi. Tangisan dan jeritan milik lavsa seperti tiada artinya bagi sang mama.
   
"Ma hiks.." Rasa sesak di tubuh lavsa kian semakin sesak dari sebelumnya.

"Kamu tau itu piring kotor?" Lavsa yang ketakutan hanya menganguk."Sekarang kamu cuci!"

   Setelah mengucapkan kata perintah tersebut, Sang mama pergi meninggalkan lavsa seorang di depan tumpukan piring kosong. Air matanya tak pernah berhenti untuk mengalir layaknya seperti lautan yang tak akan pernah kehabisan airnya.

   Penyakit mental milik lavsa yang selama ini ia pedam akan bertambah berat, jika keadaannya seperti ini terus, atau mungkin lavsa akan menjadi seperti orang gila yang berada di jalanan.

   Jujur lavsa dari dulu kecil hingga kini kelas sembilan smp, ia adalah anak yang tertutup, dan lavsa tak mempunyai teman yang benar-benar teman. Dan saat lavsa melihat teman-teman kelasnya yang dekat dengan orang tuanya ia akan merasa sangat iri, bayangkan saja dari  kecil orang tua lavsa sibuk cari uang dengan dalil untuk membiayai hidup, namun nyatanya sampai saat ini juga mereka tak kaya-kaya.

    Dari kecil hingga saat ini, lavsa tak pernah mendapatkan perhatian-hatian kecil seperti di tanya, bagaimana  sama sekolahnya atau apa pun itu. Dan dari kecil lavsa sering di titipkan kepada nenek dari sang ayah, dan perlu di catat neneknya  dari sang ayah ini sangat cerewet plus dia orang toxic.

    Bayangkan saja, bagaiman rasa yang lavsa alami? Ya, dia masuk ke dalam lingkungan yang toxic, sejak kecil mentalnya sudah di uji coba dengan banyak cobaan mulai dari candaan yang berakhir hinaan, hingga pukulan yang membuatnya hari ini menangung rasa sakit yang begitu hebat.

   "Tuhan cape.." Mengeluh tentang hidup, itulah yang bisa lavsa ucapan dari hari kemarin hingga kedepannya, mungkin? Terkadang mengeluh atau mengeluarkan segala unek-uneknya adalah cara terbaik untuk menyembuhkan sedikit rasa sakit itu.

  Ya, walaupun itu tak akan menyembuhkan segalanya, tapi setidaknya bisa sedikit mengobati rasa sakit itu. Jujur di saat-saat seperti ini hanya perlu di temani serta membutuhkan pendengar yang baik sesimpel itu, namun tidak pada kenyataan karna mencari sosok orang yang seperti itu hanya 1% dari ribuan maunusia.

Prank....

  Tanpa di sengaja lavsa memecahkan satu piring cantik, namun saat ini  sang mama tak ada di rumah dan ia bersyukur karna itu. Mungkin jika sang mama ada di rumah lavsa akan kembali mendengar kata-kata yang tak harusnya kembali di dengar.

   Saat membersihkan pecahan kaca, tiba-tiba tangannya mengeluarkan darah yang lumayan banyak akibat pecahan itu. Lavsa yang melihat itu bukanny menghentikan aliran darah, Akan tetap hanya terdiam dan terseyum. Seolah-olah ini adalah hal yang begitu menyenangkan menurutnya, serta otaknya yang dari tadi tak pernah berhenti berpikir hingga satu kalimat terucap dari mulut cantik lavsa.
   
        "Mati lebih cepat"

Pecahan kaca yang ada tangannya ia goreskan dengan keras kepada urat nadinya, hingga tak lama kemudian tangan kanannya mulai do penuhi oleh darah.

Lavsa terseyum seolah-olah ini seyum pamitnya pada sang semesta, dan kesadarannya pun perlahan mulai menghilang.

Surat untuk mamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang