Awal

215 122 36
                                    


"GEYRANN PINJEM SENDAL DONG ..." teriak Sheyla dengan sangat amat nyaring.

Sheyla berdiri kukuh di depan pintu rumah lelaki yang disebut Geyran itu, dengan sebelah tangan yang memegang sepatu dan kepala yang selalu melihat ke kanan-kiri dan tak lupa suara yang sangat amat nyaring sekali, mungkin suaranya sudah melebihi ayam berkokok di pagi hari.

Pintu perlahan terbuka, terlihat di sana wanita paruh baya yang sedang tersenyum seraya menatapnya. "Shey? Geyran nya baru aja berangkat sekolah sayang ... kamu mau ambil sendal kan ya, tadi sebelum pergi Geyran bilang ke Tante kalo ada Sheyla kasih aja sendal nya," ucap Maya wanita paruh baya itu.

"Um iya Tante ... hehe."

"Bentar ya sayang, Tante ambil dulu. Shey duduk aja dulu." Maya tersenyum lalu pergi dari balik pintu untuk mengambil sendal yang dimaksud.

Tak berapa lama Maya datang dengan membawa dua buah sendal yang cukup besar. Ya wajar saja kan itu punya Geyran yang kakinya saja lebih besar dibandingkan dengan kaki mungil Sheyla.

"OMOO SHEYY ... APA KABAR?" Heboh sudah jika Pafanli sudah nongol, laki-laki paruh baya itu berjalan dengan wajah gembira menghampiri Sheyla.

Kenapa namanya Pafanli? Ya itu buatannya sendiri, katanya Pafanli itu ada artinya. (Papa Fanboy Lisa) jadilah Pafanli.

"Pafanli makin ganteng aja, aku baik, Om sendiri gimana kabarnya?" Sheyla tersenyum, Pafanli ini yang paling akrab dengan Sheyla, sama-sama penyuka dunia KPop.

"Om baik, cuman Om belum nengok istri muda Om yang ada di seoul," ucap Pafanli dengan senyum gembiranya.

"HAHAHAHA ... HALUU!!!" Maya tersenyum seraya memukul pundak Pafanli dengan sangat keras. Hingga terdengar ringisan dari mulut Pafanli.

"Mah ih sakit tau! Aku pindah seoul aja nanti kamu nangis kejer-kejer," celetuk Pafanli. Ia mengusap-usap pundaknya yang terasa nyeri.

"Sono pergi biar jadi pemulung! Ngga usah balik lagi, ngga butuh juga suami macam opet ini!" Astaga, istri tidak takut dosa.. tapi Pafanli emang banyak halunya, kaya abege aja wk.

Sheyla menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Ah Tante, Om, Shey pamit kerja dulu ya. Takut telat," ujar Sheyla. Kemudian ia bergegas memakai sendal yang diberikan Maya tadi, dengan kecepatan tinggi Sheyla langsung berlari dari halaman rumah Geyran menuju tempat kerjanya.

•••

Sheyla sudah sampai di depan tempat kerjanya. Ia bekerja di sebuah coffie shop, ia bekerja sebagai barista di sana.

Setelah berlari tadi, akhirnya Sheyla sudah sampai. Dengan napas terengah-engah dan teriknya matahari, cukup membuat Sheyla berkeringat. Sheyla langsung masuk ke dalam dan duduk sebentar di kursi.

"Tumben telat dikit?" Bian datang dengan membawa secangkir cofe latte, kemudian memberikannya kepada Sheyla.

Sheyla mengambil gelas tersebut, lalu ia menegaknya dengan cepat hingga tandas, tak tersisa sedikit pun. "Pak Jian udah datang? Gue masih aman kan Bi? Anjir sempet panik."

"Lo juga ngapain jalan kaki? Angkot ada, ribet banget," kata Bian. Ia ikut duduk di sebelah Sheyla.

"Males, irit uang." Sheyla menegak nya sekali lagi, hingga hanya tersisa secuil saja.

Bian mengangguk. Tatapannya tertuju pada kaki Sheyla. "Itu lo juga pake sendal siapa anjir? Sebesar harapan orang tua gitu?" Bian terkekeh melihat sendal besar yang dipake Sheyla.

"Punya Geyran," jawab Sheyla.

"SHEYY ... MAMAH MAYA UDAH NGASIH SENDALNYA KAN KE LO?" Tiba-tiba saja Geyran datang. Datang tanpa diundang, sudah seperti jelangkung saja!

Sheyla (On going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang