BAB 7. Fans?

969 198 1K
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

۞اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ، وَعَلَىٰ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞
[Allahumma sholi ala sayyidina Muhammad, wa ala ali sayyidina Muhammad.]

***

Imama kini terbangun dari tidurnya, dengan mata sayu ia melihat jam tangannya, yang sudah pukul setengah tiga pagi. Imama pelan-pelan bangkit dari ranjang tidurnya, tapi gerakannya sedikit membuat satu orang di kasur atas terkejut.

"Subuh, Gus?" refleksnya kaget, membuat Imama menggeleng.

"Sepertiga malam."

Iqbal, lelaki itu mengangguk. Ia langsung merebahkan tubuhnya lagi dengan lihai. "Kholas (sudah), Gus." Dan kembali melanjutkan tidur.

Imama pun tersenyum kecil lalu matanya menyorot pada Abhian yang di kasurnya sudah sibuk menatap buku. "Bhian...."

Abhian mengangkat kepalanya, menatap Imama. Imama pun mengulas senyuman. "Jangan terlalu segan pada saya."

Tipis-tipis Abhian ikut tersenyum, paham maksud dari Imama. "Saya nggak aktif seperti lainnya, Gus."

"Inta kadzab (kamu bohong)," potong Imama. "Banyak dapat penghargaan, dari mana tidak aktifnya?"

Abhian menyorotkan pandangannya pada sekitar dinding dan lemarinya. Lalu tersenyum kekeh menatap Imama kembali. "Aktif dalam bergaul, Gus. Mereka mau berteman dengan saya saja, saya sudah senang." Abhian mengarahkan kalimat mereka untuk Hasbi, Iqbal dan Zayndra.

"Jangan kegeeran antum, Bhi. Kita deketin antum karena pinter, bisa dijadikan contekan." Zayndra dengan mata memejam lelap itu, menyahut percakapan antara Imama dan Abhian.

Imama dan Abhian terkekeh melihat Zayndra. "Kali ini antum saya maafkan, karena antum sedang ngelindur."

Zayndra dengan santai mengarahkan tidurnya menghadap dinding. "Hm...."

Imama menggeleng-geleng melihatnya. Sampailah sorotannya ia lihat ke kasur Hasbi. Tak ada orangnya di sana. "Di mana Hasbi?"

"Lagi salat, Gus."

Imama mengangguk mendengar jawaban Abhian. "Ah, ya, Abhian. Maksud saya tadi, bukan segan dalam pergaulan. Tapi memanggil saya." Imama bangkit berdiri. "Panggil saya Imama. Suruh mereka juga begitu, kalau kita sedang kumpul normal seperti biasanya."

Abhian menanggapi diam, yang mana setelah itu Imama pamit untuk pulang ke rumah, keluar dari kamar mereka. Saat Imama ingin kembali ke rumah, ia lihat jendela ruang tamu ndalem ayahnya, lampunya seperti menyala. Imama pun akhirnya memilih untuk berputar balik ke rumah ayahnya.

Cklek.

Seorang perempuan yang dengan pakaian baju tidurnya menoleh ke arah pintu. "Ima?" Ia yang sedang duduk mengangkat kaki satu di kursi, langsung menurunkannya.

Imama membuang napas kasarnya, lalu berjalan mendekat Ikara. "Assalamu'alaikum," ujar Imama sembari ikut duduk di depan meja Ikara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HAFIZMA ; UNIVERSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang