1. Recurring Dream

14 1 0
                                    

Langit malam yang gelap dan bulan yang terselubung kabut menjadi latar belakang saat aku berdiri di depan sebuah bangunan tua. Bangunan ini menampilkan ornamen arsitektural zaman Baroque, berupa ukiran dan pahatan daun serta patung pada setiap pilar.

Dinding bangunan ini kokoh berwarna keabu-abuan, dan patung-patung aneh berdiri dengan gagah di setiap sisi. Aura misterius dan sejarah yang panjang tampak begitu nyata dan menghantui, namun juga mempesona dalam kegelapan malam.

Aku terdiam kaku, menatap pintu tebal dan besar itu yang terbuka perlahan. Entah dorongan apa yang membuatku berjalan mendekatinya dan masuk ke dalam bangunan itu. Saat aku menatap ke dalam, suasana di sana sangat gelap gulita hingga membuatku enggan melanjutkan langkahku. Namun, ketika aku memutuskan untuk berbalik, tiba-tiba ruangan itu menjadi terang begitu saja hingga menyilaukan mataku.

Aku terkejut sekaligus kagum. Aku berdiri di sebuah ruangan yang sangat luas, dan di depanku terdapat dua tangga megah yang melingkar menuju lantai dua. Di sana, aku bisa melihat orang-orang yang berlalu lalang. Wanita-wanita dengan gaun panjang penuh renda yang indah berdansa dengan pria-pria tampan.


Aku melangkah perlahan menuju tengah-tengah ballroom. Orang-orang dengan pakaian ala Eropa abad ke-18 berdansa dengan anggun. Beberapa lainnya sedang berbincang, memegang kipas yang mereka gunakan untuk menutupi mulut mereka saat berbicara. Atmosfer ruangan itu penuh dengan keanggunan dan keeleganan zaman dahulu.

Saat aku tiba tepat di depan singgasana, aku melihat seorang pria tampan dengan badan yang tegap duduk di kursinya dengan tatapan dingin. Dia tampak tidak tertarik sedikit pun dengan apa pun yang terjadi di dalam ruangan itu. Walaupun seisi ruangan itu membuat ku takjub dengan dinding dan pilar berlapis emas  dan lampu-lampu yang terbuat dari kristal yang cantik, seakan membuatku terbuai oleh kemewahan dan keanggunan tempat itu.

"Wahai yang mulai Raja..." Suara pria bergema mengisi ballroom.

Aku menoleh dan mendapati suasana yang berubah dengan cepat.

Seorang pria mengenakan jubah hitam berjalan santai melewati orang-orang yang berdansa dan menuju singgasana. Dia berlutut dengan hormat sambil berbicara sesuatu yang terdengar samar. Mendapatkan pemandangan itu, aku mencoba mendekati untuk mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Namun tiba-tiba pria yang duduk di singgasana berdiri sambil berteriak dengan kencang.

"BUBARKAN PESTA SEKARANG JUGA!!!" ucapnya yang membuat telingaku berdengung hingga tanpa sadar aku terjatuh kelantai.

Lantai yang ku duduki bergetar berirama, hingga beberapa pasukan prajurit berjalan serempak menuju ke luar. Dan suara sorak dan teriakan terdengar begitu jelas, hingga rasanya memekikkan. Tiba-tiba, ruangan yang sebelumnya tampak cantik dan mewah berubah menjadi ruangan kosong dengan udara dingin. Lampu kristal yang sebelumnya menyala terang sekarang padam, digantikan oleh cahaya sebatang lilin.

Perasaan takut mulai menggerogoti diriku. Udara yang dingin menyapu kulitku, dan tidak ada suara lain selain suara angin yang membuatku merinding. Aku melirik ke sana kemari, hingga tatapanku tertuju ke arah singgasana. Singgasana yang berlapis emas itu ternodai oleh darah, dan sebuah pedang dengan bilah perak tertancap di tengah kursi itu.

Perasaan takut semakin menghantui pikiranku. Aku melangkah mundur dengan detak jantung yang semakin tidak beraturan. Dada ku terasa sesak, membuat kakiku lemas dan terjatuh. Aku terduduk di lantai dingin itu dan merasakan tangan ku basah oleh sesuatu. Aku mengangkat tangan ku dan melihat darah yang melumuri tangan ku. Aku tersentak dan tercekat saat menyadari bahwa ruangan itu sudah penuh dengan darah yang tergenang.

INHERITED DREAMS (Mimpi Yang Diwariskan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang