Setelah lampionnya terbang tinggi di langit malam, Selina memundurkan langkahnya dengan senyum kecil di wajahnya. Namun, tanpa sengaja, dia menabrak seseorang yang berada di belakangnya. Itu adalah Jino, seorang teman sekelas yang tidak terlalu dekat dengannya.
Jino terkejut dengan tabrakan tiba-tiba tersebut. Dia segera menanyakan keadaan Selina dengan kekhawatiran yang jelas terlihat di wajahnya. "Hei, apakah kamu baik-baik saja? Aku harap tabrakan tadi tidak membuatmu kesakitan."
Selina menggelengkan kepala, mencoba memberikan kejelasan. "Ya, aku baik-baik saja. Maaf atas tabrakan tadi, itu tidak disengaja."
Jino merasa lega mendengar bahwa Selina tidak terluka. Namun, dia melihat bahwa Selina hanya mengenakan pakaian tipis di tengah malam yang semakin dingin. Tanpa ragu, Jino melepaskan jaket yang dia kenakan dan memakaikannya di bahu Selina.
"Udara malam semakin dingin, kamu bisa sakit jika terlalu lama berada di sini dengan pakaian tipis," ucap Jino dengan kepedulian yang tulus.
Selina terkejut dengan tindakan Jino, namun dia juga merasa hangat. Dia merasa sedikit gugup karena perhatian yang ditunjukkan oleh Jino. Namun, dia menyadari bahwa mereka sebenarnya satu sekolah dan satu kelas.
"T-terima kasih, Jino," ucap Selina dengan suara lembut, senyum terukir di wajahnya. "Aku benar-benar menghargainya. Kamu sangat perhatian."
Jino tersenyum ramah. "Tidak perlu berterima kasih. Aku hanya ingin memastikan kamu nyaman dan aman. Kita satu sekolah dan satu kelas, jadi penting bagi kita untuk saling menolong."Selina merasa hangat dengan tindakan perhatian Jino. Dia merasa terharu bahwa Jino begitu peduli padanya, meskipun mereka tidak terlalu dekat sebelumnya. Selina merasa sedikit gugup, tetapi juga merasa nyaman dengan kehadiran Jino.
"Maksudku, kamu benar-benar baik padaku, Jino. Aku tidak berharap kamu akan begitu perhatian," ucap Selina dengan suara yang sedikit gemetar.
Jino tersenyum lembut. "Tidak ada masalah, Selina. Kita adalah teman sekelas dan penting bagi kita untuk saling menolong. Aku tidak ingin kamu kedinginan di malam yang semakin dingin ini."
Selina mengenakan jaket yang diberikan oleh Jino dengan hati yang penuh terima kasih. Dia merasa hangat dan dilindungi oleh jaket tersebut. Mereka berdua melanjutkan perjalanan mereka dalam pesta lampion, sambil berbincang dan tertawa bersama.
Selina merasa semakin dekat dengan Jino seiring berjalannya waktu. Mereka saling berbagi cerita dan tertawa bersama, menikmati momen kebersamaan di tengah keramaian pesta. Selina merasa beruntung memiliki teman seperti Jino yang begitu perhatian dan hangat.
Malam berlanjut, dan Selina menemukan teman-teman mereka yang terpisah.
—
Heli, Jaan, Noa, Jakah, Solon, dan Sooha duduk di bangku taman kota menatap langit malam yang penuh dengan lampion. Mereka merasa senang dan puas setelah selesai menerbangkan lampion dan bergegas ke taman kota untuk menikmati pemandangan lampion. Namun, mereka merasa khawatir dengan Jino yang belum datang.
"Noa, Shion, kalian sudah siap dengan makanan kalian. Kita menunggu Jino sebentar lagi," ucap Heli.
Namun, Jino belum juga datang. Mereka mulai merasa khawatir dan meminta Heli menggunakan kekuatan telepatinya untuk mencari tahu keberadaan Jino.
Heli menutup matanya dan fokus pada kekuatan telepatinya. Setelah beberapa saat, telepatinya dijawab oleh Jino. "Maaf, aku terjebak dalam kerumunan pesta lampion. Aku akan segera datang."
Mereka merasa lega mendengar kabar dari Jino. Namun, mereka masih menunggu Jino dengan penuh kekhawatiran. Setelah beberapa menit, Jino akhirnya tiba di taman kota.
KAMU SEDANG MEMBACA
walk the line of destiny
FanfictionSelina, seorang siswi di Decelis Academy, mengalami kesulitan tidur dengan nyenyak setelah masuk sekolah tersebut. Setiap malam, ia terus-menerus bermimpi tentang tiga orang lelaki bangsawan dan seorang putri yang selalu muncul dalam mimpinya. Namun...