"Kami sama seperti dirimu Nona. Namun, kami hidup lebih lama, kami pun tak tahu apa penyebabnya." Celetuk seseorang yang tiba-tiba muncul di belakang kami.
Arta yang keluar dari sebuah kamar ikut berjalan bersama kami menuju ruang tengah. Di ruang tengah ada Aaron dan anak lainnya menunggu sambil sibuk dengan aktivitas masing-masing.
Aku duduk di salah satu sofa kosong. Aaron yang tadinya sibuk dengan buku yang ada di tangannya itu menatap kami satu-persatu yang baru saja bergabung dengan mereka.
Ia menatapku lalu menaruh bukunya di atas meja kecil samping sofa yang ia duduki. "Lukamu harus di perban lagi." Ia berjalan ke sebuah lemari yang berjejer menjadi pemisah ruang tengah dan ruang makan.
Di sana Aaron mengambil kotak P3K. "Kemarilah." Aaron menepuk sebuah singgel sofa yang berada di sebelah perapian sambil menatapku.
Aku bergegas mendekatinya dan duduk di sofa tersebut. "Memangnya harus yah diperban? Ini kan hanya goresan." Ucapku saat Aaron mulai membalut pergelangan kakiku.
"Ya, beberapa serangga di sini biasa membawa virus, jika terkena lukamu sedikit saja itu akan memperburuknya."
"Setelah ini kau tidurlah, bila ada apa-apa ketuk saja pintu kamarku. Pintunya berada di sebelah kanan kamarmu." Dia menunjuk kamar yang ia maksud.
"Iya." Jawabku diiringi anggukan.
"Besok aku akan menemanimu berkeliling jika kau mau, maka dari itu tidurlah dengan nyenyak agar energimu terisi penuh untuk esok hari." Ia tersenyum sembari menatapku.
Setelah membalut ulang pergelangan kakiku Aaron mengantarku kembali ke kamar. "Apa kau ingin aku mematikan lilinnya?" tanyanya saat ia menyelimutiku dengan selimut tebal.
"Tak perlu."
"Baiklah. Tidur yang nyenyak." Dia membelai lembut pucuk kepalaku sebelum meninggalkan kamar.
Baru juga ia melangkah satu langkah, aku memegang ujung vest hitamnya. Aaron sontak berbalik, "Ada apa?"
Aku sebenarnya takut ditinggal sendiri di kamar yang besar itu tapi mulutku bungkam, kalimat itu rasanya tak sanggup keluar, entah mengapa. Mungkin karena aku tak ingin ditertawakan(?)
"Ya sudah. Aku akan menemanimu hingga kau tertidur." Aaron mengambil kursi yang sebelumnya Arta duduki dan membuat kursi itu lebih mendekat ke tempat tidur, dia duduk tepat di depan nakas.
Aaron membuka laci pertama nakas dan mengambil sebuah buku di sana. Kurasa setiap tempat di mansion ini terselip buku(?)
Mataku kini dapat tertutup dengan perasaan yang lega karena tahu aku tak sendiri.
__
Riuh burung-burung berkicau di pagi hari membuatku terbangun, walau rasanya mata ini masih berat untuk terbuka. Cahaya mentari yang menyapa melalui jendela di samping sofa membuatku berbalik ke sisi lain.
"Aaa!!" aku mendedau. Saat aku berbalik dan mendapati Lucan yang berbaring di sebelahku dengan sangat dekat sambil tersenyum menatap.
Sontak aku duduk. Mataku yang tadinya berat tak bisa lagi tertutup sekarang, kantukku seketika sirna karena kaget.
"Pfft... Hahahah." Makin kesal aku dibuatnya, ia tertawa lepas menikmati penderitaanku.
"Jahil sekali kau ini!!" aku melempar bantal kepala ke arahnya sambil terus mengoceh.
"Ada apa Nona!?" Aaron tiba-tiba masuk ke kamar dengan napas yang terengah-engah, ia terlihat begitu khawatir.
Namun kekhawatiran itu tiba-tiba berganti kesal saat ia melihat Lucan yang berada di atas kasurku. Aaron memijat glabelanya, berusaha menghilangkan amarahnya.
"Haaa..." ia menghela napas berat, "Aku menyuruhmu untuk membangunkannya. Yah, kau benar kau sudah membangunkannya tapi tidak seperti itu bodoh!" walau Aaron tengah mengicau, Lucan hanya tersenyum tanpa rasa bersalah.
"Kau mau tahu? Dia itu tidur seperti kerbau. Lihat," Lucan menunjukkan jendela dengan tirai yang sudah terikat rapi, "Bahkan setelah kubuka tirai pun dia tak kunjung bangun, jadi aku hanya berbaring di sebelahnya untuk menunggunya terbangun lalu dia tiba-tiba berteriak saat melihat wajahku." Kalimatnya yang penuh dusta itu ia lontarkan tanpa rasa malu.
"Jadi, aku tak ada salah sama sekali 'kan?" ia berbalik. Matanya mendaduk padaku, seperti kucing kecil yang meminta makanan.
Rasa kesal di hatiku seketika buyar, tak kuasa diriku untuk terus marah setelah melihat ekspresinya itu. "Sialan kau Lucan!" aku hanya menggerutu dalam hati.
"Ya sudah kalau begitu. Bergegaslah dan santap makanan yang telah siap di atas meja makan." Aaron lalu meninggalkan kami.
Saat aku ingin ikut keluar bersama Aaron, tiba-tiba Lucan menarik pergelangan tanganku.
"Duduklah di sini Nona, biarkan aku menyisir rambutmu." Lucan menarik kursi meja rias yang terletak di sebelah lemari dan mendudukkan-ku di sana.
Lucan mengambil sebuah sisir di laci meja rias. Sebelum ia menyisir rambutku, Lucan merapikannya dengan tangannya terlebih dahulu.
"Bagaimana hari pertamamu di sini?" ia memulai percakapan.
"Baik, oke-oke saja. Kalian sangat ramah padaku." Aku memperhatikan Lucan melalui cermin yang berada di hadapanku.
"Rambutmu cantik." Ucapnya saat ia sedang menyisir rambutku dengan lembut. Aku hanya mengangguk, tak tahu harus memberikan respon seperti apa terhadap pernyataannya itu.
"Ada apa Nona?" ia menatapku melalui cermin depan kami.
"Tak apa." Jawabku singkat dengan senyuman.
Sejauh ini aku mulai merasa dekat dengannya, walau kami baru bertemu. Lucan, ia seseorang yang kadang suka jahil, kadang baik, kadang juga penggoda. Rasanya ingin mengenal dirinya lebih.
"Nona."
"Hmm?" agak aneh, nada suara Lucan menjadi lebih serius setelah Aaron meninggalkan kami. Basa-basinya pun terdengar sedikit kaku.
"Apa kau ingin tahu kemana yang lainnya pergi?" sudah kuduga, dia ingin berbicara serius.
"Aku ingin memberitahumu lebih awal tentang hal ini, aku..." ucapannya tersendat, seakan ragu dengan apa yang ingin ia katakan. "Tak ingin lagi menyembunyikan segala hal seperti sebelumnya."
"Jika kau ingin pergi juga dari mansion ini, aku mungkin bisa membantumu, atau..." Lagi-lagi ia memotong kalimatnya, "Kalau memang kau ragu dari awal, lebih baik jangan pernah kau katakan." Pikirku.
"Memangnya kemana mereka?"
"Mereka sebenarnya tak hanya melarikan diri tap──"
Oh iya guys, nama Lucan awalnya di tulis 'Lucane' tapi aku hilangkan 'E'-nya.
Kenapa?
Soalnya kalau ditulis 'Lucane' bacanya jadi 'Lukeyn' sedangkan kalau tulisannya 'Lucan' dibacanya 'Lukan'
Alasan lainnya karena Astagiri lebih suka sebut Lukan ketimbang Lukeyn hehehe ʕ*ノᴥノʔ
KAMU SEDANG MEMBACA
World Of Wonder
FantasyApa yang akan kalian lakukan jika tiba-tiba jiwa kalian berpindah ke dunia yang tak kalian kenali? World Of Wonder bercerita tentang seorang gadis yang terjebak di dunia fantasi yang mereka sebut dengan Duebhegen. Setelah ia tiba di dunia itu semua...