0.0

5 1 0
                                    

Sorot matanya menajam pada sosok didepannya. Sembari tersimpuh dengan tubuh penuh lebam. Tawa culas mereka membuatnya kehilangan kesabaran, and then the 'he' come.

"Sudah kubilang harusnya kita singkirkan dia sejak Anne kembali", ujar salahsatu dari mereka yang memilih menutupi pandangan seorang gadis pada sosok dibelakangnya.

"Then here it goes", sambung sosok didepannya yang langsung mengambil tongkat baseball yang tersimpan di pojok ruangan.

Gadis lain dengan posisi memprihatinkan itu hanya terdiam dan berusaha untuk tidak takut menyambut kematiannya. Tepat saat tongkat baseball itu di ayunkan, teriakan melengking bergema.

Bukan, bukan gadis itu yang berteriak. Tapi gadis yang berdiri didepan pintu yang berlari masuk mencari perlindungan pada ketiga orang pria dalam ruangan tersebut, karena keberadaan orang asing di belakang nya.

Dia muncul dengan pakaian casual, dan diikuti oleh beberapa lelaki berbadan besar.

"Siapa?", tanya sosok yang sedari tadi terdiam.

Dia tidak menjawab, hanya lelaki berjas yang sedari tadi berada sampingnya lah yang langsung bertindak. Mereka mengamankan ke empat orang tersebut dan menyeret mereka keluar.

Gadis yang tersisa di ruangan itu mendongak, menatap pria di depannya. Tanpa bisa ditahan sudut bibirnya terangkat, mengulas senyuman tipis.

Tanpa bicara, pria itu langsung menggendongnya, dan membawa gadis itu keluar.

"I'm sorry for being late, honey", ujarnya pelan sembari berjalan menuju ke ruang tamu bangunan tersebut.

"No, you're on the time... Big bro", gadis itu menjawab dengan suara pelan dan serak.
Mendengar jawaban dari sang adik membuat dia lega, walaupun terbesit kemarahan melihat kondisi adiknya.

Diruang tamu tersebut, keempat remaja juga sepasang sejoli paruh baya terduduk disofa dengan wajah tak mengenakkan.

"Saya akan membawa adik saya pergi dari sini", ucapnya dingin tanpa kesan akrab. Tak ada yang menjawab, jadi dia memutuskan untuk terus berjalan.

"Aku sudah kembali, jadi bersiaplah.", celetuknya sebelum menghilang dari jarak pandang para manusia disana.

Sontak gadis yang terduduk diantara mereka menangis tersedu-sedu, dan ibunya berusaha menenangkannya.

"Hiks... Dia siapa ibu? Kenapa dia membawa kak Zergi?", tanya gadis itu sengunggukan.

Sosok kepala keluarga disana hanya bisa terdiam dan fokus pada pintu yang dilewati pria tadi.

"Dia... Kakak mu", jawab lelaki paruh baya itu yang terlihat pening.

"Apa yang kalian lakukan padanya di paviliun belakang?", sambungnya bertanya setelah sekilas melihat keadaan Zeyne.

"Dia berusaha mendorong Anne dari tangga, untung ada kak North yang kebetulan lewat. Jika tidak entah apa yang terjadi pada Anne", jawab Ray, pria yang awalnya berdiri disamping Anne.

Noah, sang kepala keluarga memijit pangkal hidungnya pelan. "Ini menyusahkan. North sewa bodyguard, jangan lengah. Salah sedikit nyawa kalian akan melayang. Backing mereka berdua diluar wilayah ayah.", nasehat pria itu yang beranjak pergi dari ruangan tersebut.

"Kenapa juga mereka sebodoh ini mencari masalah dengan dia?", ucapnya  pelan, tapi masih bisa terdengar oleh semua orang di ruangan tersebut.

Anne yang sedari tadi menangis sudah tertidur di pelukan ibunya, sementara ketiga pria yang masih duduk disofa hanya terdiam mencoba mencerna keadaan.

Revenge ||on going||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang