Aurora Biru

1 0 0
                                    

"Ayah sudah bangun" ucap Na-Yeon seraya mengolesi rotinya yang masih hangat. Ia tertawa saat melihat Dr Kim yang berdiri di ambang pintu ruang makan sembari menguap lebar. Penampilannya memang sudah rapi--Dr Eun selalu menyiapkan segala kebutuhannya--, tapi pria itu masih terlihat kurang tidur.
Dr Eun tersenyum." Kau masih terlihat kelelahan. Sebaiknya tidak perlu masuk kerja hari ini. Aku akan absenkan nanti"
Dr Kim membuka matanya lebar-lebar." Tidak. Aku baik-baik saja kok. Masih kuat seperti sebelumnya" Ia merenggangkan otot-ototnya, memperlihatkan bahwa ia masih dalam keadaan prima." Lihat kan? Na-Yeon, bagaimana menurutmu? Ayah kuat kan?"
Na-Yeon mengangguk. Tapi tak bisa dipungkiri bahwa ia tak bisa menahan tawa melihat tingkah ayahnya." Ayah memang yang paling hebat"
Dr Kim terkekeh dengan deretan gigi yang terlihat." Lihat kan, Sa-Yeol? Jangan sekali-kali ragukan aku" ucapnya angkuh seraya menepuk dada.
"Iya, iya. Suamiku laki-laki paling kuat. Sekarang duduk dan sarapan" Dr Eun mendorong lembut punggung Dr Kim agar duduk. Dia sudah menyiapkan sarapan untuk suaminya itu, jadi harus segera dimakan sebelum dingin.
"Ibu juga duduk dan makan" ajak Na-Yeon kala melihat ibunya itu tidak ikut sarapan bersama mereka.
Dr Eun tersenyum kecil." Kalian duluan saja. Ibu berangkat agak lambat ke rumah sakit. Jadi sarapannya sebentar saja"
"Tapi nanti kau bisa sakit perut kalau terlambat sarapan" sahut Dr Kim menimpali. Ia menepuk kursi disampingnya, isyarat agar istrinya duduk disana.
Dr Eun menurut. Ia langsung disambut suapan Dr Kim begitu duduk disampingnya. Wanita itu membuka mulut dan menerima suapan suaminya. Wajahnya terlihat tak enak saat mulai mengunyah sarapan. Kemudian, Dr Eun buru-buru ke kamar mandi. Tak bisa menahannya lagi, ia memuntahkan makanannya. Wanita itu memutar keran wastafel dan membasuh wajahnya. Sudah hampir sebulan ia mengalami ini. Meskipun awalnya tidak sesering sekarang.
"Sa-Yeol, ada apa? Kau sakit?" Dr Kim mengusap-usap punggung wanita itu.
Dr Eun menggeleng kecil. Ia tersenyum seadanya." Tidak apa-apa"
"Istirahatlah untuk hari ini. Pihak rumah sakit tidak akan keberatan kalau kau mengambil libur dulu"
"Aku baik-baik saja" Dr Eun tersenyum." Lagipula, jadwalku siang nanti. Jadi aku bisa beristirahat sekarang"
Dr Kim membuang nafas. Ia tahu betul istrinya tidak bisa tinggal diam di rumah. Pria itu mengangguk." Tapi kau harus benar-benar beristirahat. Jangan lakukan apapun selain istirahat"
Dr Eun terkekeh geli." Iya, iya" Ia membiarkan pria itu memeluknya lembut.
"Langsung hubungi aku kalau ada apa-apa" Entahlah. Dr Kim tak ingin meninggalkannya. Tapi Dr Eun selalu mengingatkannya untuk tidak meninggalkan tanggung jawabnya sebagai seorang dokter.
Dr Eun menepuk-nepuk punggung Dr Kim selagi pria itu masih memeluknya." Kau harus berangkat, Yoon-Seok. Na-Yeon menunggumu "
"Oh, iya" Dr Kim melepaskan pelukan. Ia hampir melupakan putrinya yang sudah menunggu sedari tadi. Pria itu tertawa sambil menggaruk tengkuknya.
"Ibu tidak apa-apa?" tanya Na-Yeon menyerobot begitu ibu dan ayahnya keluar bersamaan dari kamar mandi.
"Tidak apa-apa " Dr Eun tersenyum. Ia hanya bisa geleng-geleng kala melihat Dr Kim buru-buru membereskan meja makan." Aku akan membersihkannya nanti. Kalian berangkat saja. Nanti terlambat " Dr Eun mendekat dan merapikan pakaian pria itu, memastikan dia tidak melupakan satu barang pun.
"Kami berangkat, Bu" ucap Na-Yeon seraya melambai.
"Telepon aku, ya" serobot Dr Kim sembari berjalan menuju pintu dengan Na-Yeon yang mengikut.
Dr Eun membalas lambaian mereka, tak lupa tersenyum. Senyum yang memudar begitu Dr Kim dan Na-Yeon menghilang dari balik pintu rumah. Sekarang ia merasa bersalah karena masih menyembunyikan hal ini. Dr Eun ingin memberitahukan yang sebenarnya. Tapi, mungkin saja Dr Kim akan kaget setengah mati diantara rasa senangnya. Dr Eun tersenyum sekilas. Aku akan mencari waktu yang tepat.
💠
Hyun-Ji keluar dari kamar sembari memastikan tidak ada barang yang tertinggal lagi. Sebenarnya masih terlalu pagi untuk berangkat. Tapi Hyun-Ji tidak ingin melihat wajah ayahnya. Terdengar suara gemercik air dari kamar mandi. Pasti Dr Park sudah bangun dan langsung membasuh wajah. Hyun-Ji harap pria itu langsung pergi ke rumah sakit agar tidak membuat rumah berantakan saat ia pulang nanti. Hyun-Ji berjalan melintasi koridor kecil. Namun pintu kamar Dr Park yang sedikit terbuka menarik perhatiannya. Ia melirik diantara celah itu. Keadaan kamar yang berantakan, sampah makanan dan kertas remuk dimana-mana, gelap dan pengap. Hanya cahaya dari layar komputer lumina yang masih menyala, setidaknya sedikit menerangi kamar kotor itu. Hyun-Ji celingukan untuk memastikan ayahnya tidak melihat. Dan pria itu masih di kamar mandi. Hyun-Ji membuka pintunya pelan. Lalu masuk dengan cepat tanpa menimbulkan suara. Ia memandang isi kamar yang benar-benar berantakan. Seperti bangkai pesawat saja. Hyun-Ji merasa jijik saat menginjak lantai kamar ayahnya. Tapi rasa jijik itu tergantikan dengan layar komputer lumina Dr Park yang memperlihatkan sebuah simbol seperti... kabut? Tidak. Bentuknya lebih seperti aurora berwarna biru. Hyun-Ji mendekat dan mengutak-atik keyboard bening benda itu. Neo Technetis? Hyun-Ji tak pernah mendengar sebutan itu sebelumnya. Kedua alisnya berkerut saat membaca barisan artikel entah siapa yang menguraikannya.
... Manusia yang dihidupkan dari kematian. Bereinkarnasi cepat sebagai gabungan kecerdasan manusia dan kecerdasan buatan. Rencana peniruan formula Neo Technetis dilakukan pada...
Chipset Teknologi Otak Uji Komputer? Hyun-Ji tampak berpikir. Ia tak pernah mendengar dan melihat penemuan seperti ini. Kedua netra matanya mengecil kala melihat nama wanita yang menciptakan penemuan baru itu.
Dr Eun Sa-Yeol.
Tapi tidak mungkin Kim Na-Yeon adalah Neo Technetis. Hyun-Ji mematung seolah memikirkan semuanya. Rasanya seperti tidak nyata. Apa mungkin ia masih bermimpi? Tapi, Dr Eun itu memang profesional. Semua orang tahu siapa dia. Dan semua orang tahu dia dan Dr Noh bercerai karena wanita itu tidak akan pernah bisa melahirkan anak. Hyun-Ji menelan ludah. Tidak ada alasan lagi untuk membantah hipotesis bahwa Choi Soo-Yoon adalah Neo Technetis yang dihidupkan kembali sebagai Kim Na-Yeon. Tapi, apa mungkin Na-Yeon tahu tentang ini dan berusaha menyembunyikannya dari Hyun-Ji?
Laki-laki itu memejam sesaat. Jika memang Na-Yeon adalah reinkarnasi cepat Soo-Yoon, ia tidak salah mencintai gadis itu. Hyun-Ji akan mencari informasi lebih setelah ini. Ia melirik jam tangannya. Pukul 07:40. Sebentar lagi jam sekolah akan dimulai. Hyun-Ji berbalik hendak keluar dari kamar ayahnya. Berlama-lama disini membuatnya mual. Hyun-Ji nyaris terlonjak saat ponsel Dr Park yang tergeletak di atas meja berdering. Ia mengusap dadanya yang hampir membuat jantung melompat. Hyun-Ji mendekat pelan dan melirik layar benda itu. Nama Dr Noh Min-Hee tertera disana. Pastinya tidak akan Hyun-Ji angkat. Setelah hitungan detik, mungkin karena panggilannya tidak kunjung dijawab, penelepon diseberang mengirim pesan suara.
"Aku tidak tahu kau mati ditempat atau apa, tapi setidaknya angkat teleponku, Ho-Young. Telepon aku lagi kalau kau sudah mendapatkan informasi baru Neo Technetis, ya. Aku tunggu"
Hyun-Ji mengerutkan alis. Dari pesan itu saja dia sudah tahu dokter bedah itu menginginkan Neo Technetis, artinya dia menginginkan Na-Yeon. Dan untuk mempermudah dia memanfaatkan keahlian meretas Dr Park. Tidak boleh. Hyun-Ji harus mencari informasi lebih banyak dari Dr Noh dan Dr Park. Dengan begitu dia pasti bisa melindungi Na-Yeon. Hyun-Ji mendengar pintu kamar mandi yang sayup dibuka. Hyun-Ji cepat-cepat keluar dari kamar jelmaan kapal pecah itu dan bergegas pergi ke sekolah.
💠
"Kau terlihat gelisah. Tidak seperti biasanya. Ada yang salah, Hyun-Hyun?" tanya Young-San seraya menarik kursinya dan duduk menghadap laki-laki yang masih tampak berpikir keras itu." Aneh. Saat ujian saja kau tidak segelisah ini. Kau kenapa, Kawan?"
Hyun-Ji menggeleng singkat.
Young-San membuang nafas malas. Kemudian, raut wajahnya berubah seolah menemukan sebuah ide. Kebetulan Kim Na-Yeon baru saja masuk kelas." Na-Yeon "
"Hm?" Na-Yeon tersenyum sembari duduk di kursinya, di samping Hyun-Ji seperti biasa.
Young-San melirik-lirik Hyun-Ji seperti memberi isyarat.
Na-Yeon beralih menatap ekspresi datar Hyun-Ji yang terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat."Hyun-Ji" sapanya sambil memegang bahu laki-laki itu.
Hyun-Ji nyaris terkejut. Mungkin karena terlalu serius memikirkan yang tadi pagi, dia jadi tidak menyadari keberadaan Na-Yeon. Ia menoleh untuk menatap gadis itu.
"Apa yang kau pikirkan? Tampaknya serius sekali" Na-Yeon tersenyum semakin lebar. Ia memiringkan wajah agar bisa melihat Hyun-Ji yang agak menunduk.
Hyun-Ji menggeleng kecil." Tidak ada"
"Tidak enak badan, ya?" Na-Yeon menempelkan punggung tangannya di kening laki-laki itu.
"Aku tidak apa-apa" Hyun-Ji meraih tangan Na-Yeon yang meraba dahinya dan menggenggamnya, menyembunyikan tangan mereka dibalik mejanya. Ia tahu Na-Yeon itu gadis yang peduli dengan perasaan orang lain. Jadi tidak heran kalau dia langsung tahu Hyun-Ji sedang memikirkan sesuatu yang berat.
Na-Yeon menatap Hyun-Ji. Dia tahu Hyun-Ji itu pendiam, tapi dia tidak ingin laki-laki itu menyembunyikan sesuatu yang menyakitkan sendiri. Tangannya yang lain bergerak mengusap kepala Hyun-Ji lembut."Hyun-Ji anak baik"
Hal yang membuat laki-laki itu menelan ludah. Matanya tak bisa berhenti menatap wajah Na-Yeon yang tersenyum padanya. Entahlah. Sekarang ia tak peduli orang-orang disekitar. Dunia seolah berhenti saat itu.
"Hyun-Ji" ucap Na-Yeon membuyarkan lamunan laki-laki itu." Kau baik-baik saja sekarang?"
Hyun-Ji mengangguk canggung sembari melirik ke arah lain. Ia menahan nafas saat Na-Yeon mendekat dan berbisik di telinganya.
"Kalau ada sesuatu yang mengganggumu, kau bisa ceritakan padaku, ya?"
Hyun-Ji mengangguk lagi.
"Wah, wah. Temanku membuat satu kelas iri" goda Young-San terkekeh geli. Pasalnya sejak tadi siswa lain melirik kearah kedua orang itu sambil berbisik-bisik.
"Biarkan saja" sahut Hyun-Ji datar, seperti biasa. Selama jam pelajaran, ia terus-terusan melirik Na-Yeon disampingnya. Gadis itu tampak ceria, layaknya manusia biasa. Na-Yeon belajar dan menulis materi, kadang menanggapi lelucon-lelucon yang In-Hwa bisikkan. Gadis itu tidak menunjukkan tanda-tanda kecerdasan buatan sama sekali. Hyun-Ji terkesiap setiap kali Na-Yeon menyadari lirikannya dan beralih tersenyum padanya sesaat. Laki-laki itu memejam sembari memegangi kepalanya. Ia harus tetap fokus belajar sambil mengawasi Na-Yeon.
💠
Dr Eun melepas stetoskopnya dan memberikannya kepada salah seorang perawat. Ia baru saja melakukan pemeriksaan salah satu pasien yang sebenarnya dijadwalkan untuk Dr Ah Ji-Soo. Tapi dokter wanita itu tidak bisa masuk hari ini. Jadi Dr Eun bersedia menggantikannya. Ia tersenyum saat perawat didekatnya berterima kasih. Mereka bilang tidak akan bisa melakukan pemeriksaan tanpa dokter spesialis. Setelah semuanya selesai, Dr Eun pamit keluar. Membalas sapaan dokter dan perawat yang dilewatinya selagi berjalan. Wanita itu nyaris terlonjak saat tangan yang tak asing langsung merangkulnya akrab.
"Yooo, Sa-Yeol. Kau tampak semangat seperti biasanya" sapa Dr Nam Mi-Reu. Dokter kandungan yang memang sudah akrab dengan Dr Eun. Mungkin karena mereka selalu bersama sejak masih sekolah menengah. Mi-Reu memang terlihat seperti gadis nakal, tapi dia pintar. Tubuhnya kecil, hal yang membuat dia dicap sebagai staf rumah sakit paling mungil. Yah, dokter kandungan itu juga belum menikah. Alasannya dia takut hamil.
Dr Eun terkekeh geli." Kau masih bermain-main jam begini. Memangnya kau tidak ada jadwal, ya?"
Dr Nam mengusap-usap dagunya sendiri, seperti seorang pria tua yang sedang berpikir." Ya, ada sih. Tapi itu setengah jam lagi. Aku mau bermain denganmu dulu" ucapnya seraya menunduk dan menyentuh perut Dr Eun dengan ujung jari telunjuknya." Kau tahu? Aku sangat terkejut sekaligus senang saat mengetahui ini. Untung saja waktu itu orang yang kau suruh memeriksamu adalah aku. Kenapa kau masih menyembunyikannya dari Dr Kim?"
Dr Eun tersenyum kecil." Aku akan memberitahunya nanti "
"Oi, Mi-Reu! Aku mencarimu kemana-mana" serobot dokter laki-laki yang menyela pembicaraan mereka.
Dr Nam membuang nafas malas." Kenapa lagi?"
"Masih ada pasien disana. Kau malah meninggalkan pekerjaanmu dan mengganggu Dr Eun disini "
"Iya, iya. Aku akan kesana" Dr Nam memegang bahu Dr Eun, dan dibalas senyuman oleh wanita itu. Lalu berlalu sembari melambai tanpa menoleh.
Dr Eun memandang tubuh kecil Mi-Reu yang menjauh. Ia berbalik dan mulai berjalan kearah lain. Pemeriksaan tadi membuatnya agak kelelahan. Mungkin dengan beristirahat sebentar tenaganya akan kembali terkumpul.
Wanita itu melangkah masuk begitu pintu ruangannya menggeser terbuka. Ia terkesiap saat melihat Dr Kim yang tengah memandanginya sambil menopang dagu." Yoon-Seok?" Dr Eun melepas jas putihnya dan meletakkannya diatas meja." Sejak kapan kau disini?"
Dr Kim terkekeh. Masih lekat menatap istrinya." Hmm sejak kapan, ya?"
Dr Eun tersenyum. Ia menuangkan teh hangat untuk suaminya itu. Sejak menikah, Dr Kim memang tak pernah absen mendatangi ruangannya, entah itu hanya untuk sekedar dimanja atau apalah. Dr Eun duduk disamping pria itu sembari menepuk pangkuannya. Isyarat agar Dr Kim berbaring disana. Tentu tanpa mengulur waktu pria itu langsung berbaring, merebahkan kepalanya dipangkuan Dr Eun. Ia memejamkan mata saat tangan wanita itu mulai membelainya lembut.
Dr Kim mengulurkan lengannya, menarik pinggang wanita itu selagi dielus. Seolah tak ingin melepaskannya. Pria itu menguap. Tak butuh waktu lama hingga ia terlelap. Mungkin tidur sebentar tidak apa-apa. Dia ingin menahan posisi ini lebih lama.
Dr Eun menunduk dan mengecup pipi suaminya. Ia masih memikirkan kapan waktu yang tepat untuk mengatakan yang sebenarnya. Wanita itu sudah menyembunyikannya sebulan ini. Dalam keheningan ruangan itu, ponsel Dr Eun berdering. Menampilkan nama penelepon yang belakangan ini sering menghubunginya. Dan membuat wanita itu menelan ludah setiap kali ditelepon oleh nama yang membuat trauma itu. Dr Eun meraih benda bening itu.
"Halo lagi, Mantan"
"Dr Noh Min-Hee, aku bisa mem--"
"Kau mau menawarkan itu berapa kali, hm? Bukannya sudah kukatakan aku hanya ingin Otak Uji Komputer itu. Oh, atau..." Terdengar suara tawa pria diseberang. "Kau sudah menggunakannya untuk hal yang lain, ya?"
Dr Eun menggeritkan gigi. "Aku bisa membuat penemuan lain yang lebih canggih dari itu"
"Hahaha. Aku tahu kau memang jenius, Sa-Yeol. Tapi sayangnya aku hanya ingin Otak Uji Komputer. Tapi kau mengacaukannya dan malah melanggar perjanjian kita" Dr Noh berdeham sejenak. "Oh, iya. Aku hampir lupa menanyakannya. Bagaimana kabar pernikahan kalian yang bahagia itu, hm? Dan Neo Technetis, ah maksudku, anak kalian itu?"
Dr Eun tertegun. Kedua matanya melebar seolah mendengar sesuatu yang mengejutkan.
"Kenapa diam, hm? Terkejut karena aku sudah tahu?" Dr Noh tertawa lepas. "Kalau aku berbicara seperti ini dengan suamimu, pasti dia akan mengumpat karena rahasia keluarga kecil kalian aku ungkap. Aku penasaran bagaimana--"
"Diam" sela Dr Eun memejam. Sebelum pria diseberang berbicara lagi, ia segera mengakhiri sambungan. Wanita itu menghela nafas. Berusaha mencari ketenangan untuk dirinya sendiri sembari membelai Dr Kim yang masih terlelap di pangkuannya. Semua akan baik-baik saja. Na-Yeon pasti akan baik-baik saja. Dr Eun tersenyum kecil.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

INCIDENT 2036Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang