Pertarungan Tiga Dewa bertambah memanas ketika Mikey turun tangan. Ekspresi kosong di wajah Pemimpin Kanto Manji itu membawa kengerian pada setiap orang yang ada di sana. Melepas toppuku putihnya, tubuhnya kini hanya terbalut celana putih dengan kaus hitam lengan panjang. Rambut pirang Mikey basah karena hujan yang mengguyur.
Kakucho yang menjadi lawan Mikey yang pertama terbaring dengan wajah yang memar di sana-sini. Keadaannya membuat Takemichi yang sejak tadi memandang pertarungan itu ketakutan. Mata birunya kembali menatap ke arah Mikey yang kini berhadapan dengan South.
"Mikey-kun, tolong hentikan," bisik Takemichi lirih.
Meninggalnya Draken cukup mengguncang sang Pahlawan Cengeng dan kini ia harus dihadapkan pada kondisi yang tak berdaya. Tujuannya melakukan lompatan waktu ini adalah untuk menyelamatkan sahabatnya, tetapi keputusasaan menyapa Takemichi lebih dulu. Bagaimana ia bisa menyelamatkan Mikey jika ia tidak bisa mendekatinya? Temannya itu saat ini benar-benar tenggelam pada impusivitas gelap.
Kedua pemimpin dari dua geng besar di Tokyo itu akan saling melemparkan pukulan jika suara tembakan keras tidak mengagetkan semua orang. Perhatian semua orang yang ada di sana mengarah pada asal suara, tepat di balik gerbong-gerbong kereta yang terparkir di kejauhan.
Suara tembakan kembali terdengar.
"Sialan!"
Seorang gadis berambut hitam muncul dari balik salah satu gerbong. Mata hitamnya mengawasi suasana dengan awas. Rambut hitamnya yang dikucir separuh menambah kesan cantik. Namun, ekspresi kerasnya membuat semua orang yang ada di sana membeku.
"Rika, dia mengarah padamu! Tiga meter ke kiri di balik gerbong kereta putih!" ujarnya entah pada siapa.
Ketika kalimat itu selesai, suara tembakan beruntun kembali terdengar. Semua orang menegang. Kewaspadaan dan kengerian memenuhi udara. Tidak ada satu pun yang mampu bergerak. Pandangan mereka terpaku pada gadis misterius di depan mereka yang kini berjongkok. Napas semua orang tercekat ketika ia mengeluarkan satu set peluru dan mengisi kembali pistol di tangan kirinya.
"Satu hilang?" tanyanya kembali pada udara kosong.
Mata hitam gadis itu mengawasi sekeliling dengan waspada. Tanpa peringatan, ia membidik ke arah salah satu gerbong yang cukup jauh. Satu tembakan lepas, disusul teriakan kesakitan.
"Jangan khawatir, kau bisa ke sini sekarang," ujarnya kembali.
Takemichi memperhatikan gadis misterius itu dengan kaku. Adegan penembakan tadi mengingatkannya pada peluru yang bersarang di tubuhnya sendiri di masa depan terakhir sebelum lompatan waktunya terjadi. Ekspresi dingin Bos Bonten waktu itu benar-benar mirip dengan raut wajah gadis berambut hitam yang dengan tenangnya menembak seseorang tanpa gentar. Kemudian, mata Takemichi melebar ketika melihat sesuatu di telinga gadis itu.
Bukankah itu earphone bluetooth? Bagaimana dia memilikinya? Itu belum dibuat di tahun ini!
Suara langkah kaki terdengar, merenggut atensi semua orang. Sesosok gadis berjalan mendekat dengan langkah tenang. Pandangannya fokus pada senjata api di tangannya. Tubuhnya dibalut dengan kemeja lengan panjang berwarna hitam dengan celana jeans putih yang kotor. Rambutnya hitam dengan ujung biru yang elegan.
"Ini menjadi yang ketiga kalinya bulan ini," ujar gadis yang baru datang. Perhatiannya kemudian mengarah pada gadis pertama yang berdiri dari posisinya. "Minta Miyoko untuk memperbaiki radar Aliansi, jika perlu minta bantuan pada Hajime, Sofi."
Sofi, gadis pertama, mengangguk. Ekspresinya berubah datar.
"Sepertinya kau tidak menyadari di mana kita berada sekarang, Rika." Mata hitam menatap ke sekumpulan orang ber-toppuku yang sejak tadi mengamati interaksi mereka. "Bukankah ini mengingatkan kita pada sesuatu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimension Windows [Tokyo Revengers]
Fanfiction[Kumpulan One Shoot] [Alliance's Universe x TokRev Original Universe] Bagaimana jika anggota Aliansi memiliki kemampuan untuk berkeliaran ke setiap garis waktu dunia paralel yang berbeda? Entah itu merusuh di Pertarungan Tiga Dewa, bertemu Bonten, s...