Ruang makan dipenuhi canda tawa oleh tiga wanita berbeda-beda umur, menjadikan suasana di rumah terasa hangat seperti halnya makanan yang tersaji di depan mereka.
Menganggap lucu segala sesuatu yang diceritakan sang nenek, Ying terkikik geli sambil menggelengkan kepala berulang kali, lantas melirik Yang—ibunya—di sebelah kiri yang ternyata tak jauh berbeda seperti dirinya.
Sudah lama ketiga wanita itu merindukan momen ini. Akhirnya tercapai ketika Nenek rela terbang dari negeri asalnya—Cina—ke Malaysia.
"Berapa umurmu sekarang?" tanya Nenek mengalihkan pandangannya pada Ying.
Sebelum menjawab, gadis berkacamata bundar itu segera menelan makanan di mulutnya, kemudian melihat ke seberang meja. "21 tahun."
Setelahnya Nenek tersenyum penuh arti membuat dua hawa di hadapannya saling berpandangan tak mengerti.
"Kau sudah punya pacar?"
"Hah?" Ying melongo sambil menaikkan sebelah alis, seolah tidak mendengar dengan jelas dan membuatnya terlihat seperti orang dungu.
"Aku rasa di sini yang seharusnya tuli itu, aku," ejek Nenek langsung tertawa diikuti Yang.
Ying tersenyum canggung menatap mereka. Sebenarnya dia bukan tak mendengar, hanya saja butuh waktu untuk mencerna itu.
Yang pun berhenti tertawa, lantas menoleh pada anak satu-satunya. "Nenekmu bertanya, apa kau sudah punya pacar?" Dia tertawa di akhir kalimat.
Ying menatap malas ibunya. "Telingaku masih sehat, tak perlu diulangi lagi."
"Ow, benarkah?" Nenek yang bersuara dan berhasil mengalihkan atensi Ying padanya. "Lalu, siapa tadi yang 'hah?'?"
Sambil mengejek, Nenek memperagakan reaksi cucunya tadi dengan melebih-lebihkannya membuat si empu yang dimaksud mendengkus kesal. Dia dan Yang kembali tertawa.
"Aku hanya terlalu terkejut," ucap Ying, tetapi kedua orang tua tersebut tidak peduli, malah menganggapnya sebagai pengelakan.
"Lagi pula—apa tadi? Pacar? Pffft."
Ying tertawa remeh sambil tangan kanannya mengibas di depan muka bersamaan pandangannya yang dialihkan ke arah lain, sukses membuat Nenek dan Yang berhenti dari aktivitas mereka.
"Astaga. Kau jangan begitu, Ying," tegur Nenek dan Ying kembali menatap ke depan. "Sudah kodratnya manusia hidup berpasang-pasangan."
"Aku tahu, Nek."
"Tapi, 'kan, aku masih muda. Aku masih terlalu malas untuk memiliki pacar. Ada masa depan yang harus diperjuangkan."
"Kau ini. Sudah seperti hidupmu akan berakhir saja." Nenek berhenti beberapa detik dan selama itu pula, dia membenarkan posisi duduk. "Dengar, ya, Nak. Nenek hanya menyuruhmu agar punya pacar, bukannya menyuruhmu untuk segera menikah."
"Zaman dulu, di umur segitu beberapa wanita sudah pacaran, bahkan menikah."
"Dan itu dulu, bukan sekarang!"
Nenek menggelengkan kepala mendengar bantahan sang cucu yang sangat keras kepala.
"Nenek di sini hanya sebulan dan Nenek harap, dalam waktu tersebut kau sudah membawa pacarmu ke rumah untuk menemui Nenek."
"Tidak mau!" Ying memberengut, kemudian bersedekap seraya menyenderkan punggung pada kursi.
"Keputusan Nenek bulat."
"Yang benar saja?" Wanita termuda itu menatap tidak percaya pada neneknya, lalu memandang ke sebelah kiri. "Ibu! Jelaskan pada Nenek!"
Melihat anaknya yang merajuk, Yang mengalah dan membantu gadis kesayangannya. Ia tersenyum pada Nenek dan menjelaskan dengan lemah lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Bohongan? [BoBoiBoy Short Fanfic]
FanfictionKedatangan sang nenek ke rumah, membawa petaka bagi Ying. Momen yang seharusnya dihabiskan penuh bahagia, justru Ying terus dipaksa oleh neneknya untuk punya pacar karena dia sudah berumur 21. Sebuah tekanan yang amat dibencinya. • Fiksi penggemar B...