Yaya makin melambatkan gerakan mulutnya yang sedang mengunyah makanan, ketika melihat Ying di sebelahnya hanya mengaduk-aduk mi menggunakan dua sumpit.
"Sayang sekali minya," ucap Yaya setelah menelan makanan.
"Andai saja ada Gopal, seporsi ini sudah kuserahkan padanya. Aku tidak nafsu untuk makan," balas Ying tanpa menoleh. Dia menyesal telah membelinya.
"Sekarang Gopal ke perpustakaan bersama Fang."
"Hah, tidak biasanya?" kaget Ying menatap tak percaya pada Yaya.
Sahabatnya yang bernama Gopal itu memang dikenal sebagai mahasiswa alergi perpustakaan dan si maniak makanan. Entah apa yang merasukinya sekarang sampai dia lebih memilih ke perpustakaan daripada ke kantin untuk menghabiskan waktu istirahat.
Yaya mengangguk mengiyakan. "Tadi aku melihat mereka mau masuk ke sana."
"Fang pasti yang memaksanya," balas Ying tidak minat.
"Jelas." Yaya tersenyum miring, tipis sekali. Namun, hal tersebut tak berlaku lama ketika dirinya melihat Ying masih tak bergairah. Yaya pikir obrolan mereka tadi akan membuat sahabatnya kembali ceria.
"Masih memikirkan nenekmu?"
"Lebih tepatnya memikirkan ancamannya." Ying meralat dengan malas. Kemarin, seharusnya sang nenek langsung ke rumah sakit, tetapi malah tetap kukuh ingin dia membawa pacarnya.
"Kau benar-benar menganggapnya ancaman?"
"Tentu saja. Memangnya kau ingin aku menganggap ini apa ...? Sebuah kesempatan emas, ajang pencarian jodoh untuk diriku yang masih jomlo?"
Yaya menertawai kalimat hiperbola tersebut. Sementara itu, Ying memejamkan mata sambil memegangi kepala menggunakan kedua tangannya.
"Kepalaku sakit sekali memikirkan solusi masalah ini."
Selanjutnya mereka sama-sama diam, menyisakan hiruk pikuk kantin yang menyelusup ke dalam telinga. Ying masih dengan posisi sama dan Yaya berusaha memikirkan cara lain untuk membantu sahabatnya, sambil makan.
"Ha! Aku tahu!" Ying tiba-tiba berseru dengan binar mata, berdiri hingga terdengar bunyi decitan kursi yang amat keras.
Yaya terperanjat sampai tersedak, sementara beberapa penduduk kantin langsung melihat ke arah meja mereka dengan pandangan aneh.
***
Brak!
"Ocopot!"
"Alamak!"
Kejut Taufan dan Gempa bersamaan, berbeda dengan Halilintar yang hanya tersentak, ketika seseorang menggebrak meja mereka, atau lebih tepatnya tempat duduk Halilintar di kelas. Ketiga saudara yang sedang berkumpul itu pun serempak menengok ke arah pelaku.
"Ying, kau gila!" seru Taufan dari kursinya di samping meja Halilintar.
Gempa tepat di depan, mengusap-usap dadanya guna menenangkan diri, daripada ikut menyalahkan.
Halilintar memicingkan mata tak suka ke arah Ying seraya bersedekap. "Dasar, buat kaget orang saja," katanya.
"Hehe, maaf," ucap Ying disertai cengiran.
Mendadak suasana jadi hening, mereka berempat yang merupakan penghuni kelas terdiam saling melirik. Untung saja berlaku sebentar karena salah satu dari mereka akhirnya membuka mulut. Walaupun itu lebih terkesan memulai keributan antara 'dua orang'.
Halilintar menghela napas kasar. "Mengganggu saja," gumamnya.
"Apa katamu?" sahut Ying tidak terima.
Pertanyaan tak langsung dijawab, pemuda itu memutar bola matanya malas. "Seseorang sangat tuli hingga suara dari jarak dekat saja tidak terdengar," balas dia dengan sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Bohongan? [BoBoiBoy Short Fanfic]
FanficKedatangan sang nenek ke rumah, membawa petaka bagi Ying. Momen yang seharusnya dihabiskan penuh bahagia, justru Ying terus dipaksa oleh neneknya untuk punya pacar karena dia sudah berumur 21. Sebuah tekanan yang amat dibencinya. • Fiksi penggemar B...