Bagi semua orang, berkumpul dengan orang tersayang setiap hari adalah suatu hal yang sangat diimpikan. Bagi Citra, hal tersebut sudah terbiasa untuknya yang setiap hari hampir selalu berkumpul dengan keluarganya di ruang tengah. Mereka selalu bersuka cita, bersyukur, dan saling bertukar cerita masing-masing kehidupannya. Citra merasa sangat bersyukur dengan suasana rumah yang sangat harmonis, karena Citra sadar bahwa tidak semua orang bisa merasakan seperti apa yang ia rasakan.
Selang beberapa hari, Citra mendapat kabar kurang baik tentang kesehatan ibunya, ternyata ibunda dibawa oleh ayah ke rumah sakit karena suatu hal. Rasa sedih pasti ada di hati Citra, apalagi ibunya harus menginap di rumah sakit agar cepat sembuh. Setiap pulang sekolah, Citra selalu ke rumah sakit diantar oleh supirnya, ayah tidak ikut karena sedang kerja, tetapi setiap pulang kerja, ayah selalu ke rumah sakit.
Setiap hari Citra menyuapi ibunya, mengantarkan ibunya kedalam toilet, bahkan mendoakannya setiap hari. Tetapi setelah berbulan - bulan di rumah sakit, keadaan ibu semakin parah. Sampai suatu hari di hari kamis, Citra mendapat kabar jika ibunya telah meninggal dunia. Semua keluarga ayah dan ibu merasa sedih, begitupun dengan Citra.
Hari demi hari berlalu, minggu demi minggu, bahkan bulan demi bulan, suasana rumah Citra mulai berbeda. Seakan semua hilang tanpa kendali. Tawa menjadi sunyi sejak kepergian ibunya pada beberapa bulan yang lalu. Citra sangat sadar akan hal itu, perbedaan yang sangat drastis ia alami sampai beberapa bulan. Sesekali ia melihat ruang tengah tersebut, ia mengingat-ingat kenangan yang pernah ada dalam ruang tengah itu. Citra sangat sedih jika terus mengingat kejadian apapun yang pernah ia lakukan bersama ibunda nya. Sang ayah pun juga sibuk dengan urusan kerja beliau, Citra sangat kesepian hidup tanpa ibunya.
Citra sadar bahwa berlarut larut dalam kesedihan adalah hal yang tidak baik bagi dirinya, ia pun mencoba masuk ke dalam kamar lalu membuka jendela kamarnya. Melihat bulan dan beberapa bintang yang ada di langit pada malam itu, Citra sangat kagum akan hal itu, seolah-olah langit tahu bahwa ia sedang bersedih dan rindu kepada ibunda. Beberapa menit kemudian terucap dari mulut Citra sambil menangis.
"Tuhan, apa Engkau yakin aku sekuat itu? Sampai-sampai Kau telah mengambil orang yang sangat aku sayangi di dunia. Tuhan.. jika Kau yakin aku kuat, kuatkan aku sampai aku bisa mengikhlaskan ini semua"
Sang ayah yang malam itu baru saja menyelesaikan tugas kantornya, ia pun mengetuk pintu kamar Citra. "Tok tok tok.. Citra, sudah tidur belum nak?" Tidak ada jawaban dari pertanyaan ayahnya itu.
Sang ayah pun membuka pintu tersebut dan ia melihat bahwa Citra sudah tidur dan bersandar di jendela kamarnya. Ayah yang melihat itu pun langsung memindahkan Citra diatas kasur yang memang sudah dirapikan oleh Citra. Melihat ada air di pipi Citra, Ayahnya pun sadar bahwa Citra
menangis hingga tertidur. Beliau sadar bahwa Citra sedang rindu dengan ibunya, sama seperti beliau. Sesudah memindahkan Citra, ia pun menutup jendela kamar Citra dan menutup pintu kamar Citra. Dalam pikiran Ayah, beliau ingin pergi ke makam ibunda nya besok setelah Citra pulang sekolah.Sepulang sekolah, Citra yang baru saja meletakkan tas nya pun langsung di ajak ke makam ibunda nya.
"Assalamualaikum ayah," salam Citra kepada ayahnya sepulang sekolah."Waalaikumussalam, gimana sekolah nya hari ini? Capek, senang, sedih atau bahagia nak?," Balas ayah kepada Citra.
"Sedikit capek yah," Ujar Citra dengan wajah lesu.
"Gimana kalau sekarang kita mengunjungi makam ibu nak? Kamu pasti rindu kan sama ibu, sama kok ayah juga," Ucap Ayah.
"Boleh banget yah, ayo kita ziarah sekarang," Balas Citra dengan penuh semangat.
"Berangkaatt...," Ucap ayah dengan menggandeng tangan Citra.
Citra yang mendengar itu pun bersemangat dan ingin segera mengunjungi makam ibunda nya tersebut. Dengan seragam nya tersebut, Citra dan ayahnya pun menuju ke makam ibunda. Setelah berziarah, Citra merasa lebih tenang dan lebih lega karena rindu selama berbulan bulan itu pun terobati.
Hari demi hari pun berlalu, Citra sudah kembali ceria dan beraktivitas seperti sebelum ia ditinggal oleh ibunda. Namun sering kali Citra dan ayahnya rindu kepada sang ibunda, tetapi apapun yang terjadi mereka selalu menguatkan satu sama lain. Jika Citra rindu dengan ibunya, ayah selalu mengajaknya ke makam. Membeli bunga dan berdoa bersama untuk ketenangan ibunda. Citra pelan - pelan mengikhlaskan ibundanya, dan sekarang hanya Citra dan ayahnya yang bersuka cita, bersyukur dan bertukar cerita di ruang tengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinar Terang
Teen FictionCitra, gadis berusia 12 tahun itu sangat bahagia dengan keluarganya yang sangat harmonis. Citra tinggal bersama Ayah dan Ibunya. Hampir setiap hari mereka bertukar cerita, bersyukur, dan lain - lain di ruang tengah. Namun beberapa hari kemudian, Ibu...