Aku dan dia bukan takdir?
Karena semuanya berakhirNadir
Takdir
HadirKau dan aku bukan dalam satu bulatan takdir,
Sekeras apapun aku berusaha,
Sekuat apapun aku dari lara
Kita tetap tak kan berjuaKarena di buku takdir, tak ada nama kita bersama.
(Lia Angelista)
°°°
"Ya, lo dah sadar? " Tami menggenggam tangan Lia, membantu Lia bersandar di bantalnya dengan nyaman. Kemudian membawakan minum untuknya.
"Ya, Frans udah sadar tadi malem, " Tami menyimpan gelas di tangannya di atas nakas. Mengambil ikat rambut di samping gelas, mengikat rambut nya yang acak-acakan dengan gaya cepol atas. Menyisir anak-anak rambut yang lolos dengan tangannya, Tami menatap mata Lia.
Lia yang di tatap, hanya memalingkan muka. Menatap jendela lama.
Melihat keengganan Lia untuk menjawabnya, Tami beringsut mundur. Membuat suara derit kursi yang keras di ruangan yang sunyi.
Lia menoleh, dia melihat Tami yang bangkit dari kursinya. Mengambil mantelnya di sandaran kursi, Lia melihat Tami mengangkat kepalanya dan tersenyum.
"Karena lo dah bangun, gua harus nemuin Frans dulu. Dia pasti nyariin gua." Tami menepuk kepala Lia dengan lembut, lalu mengambil langkah pergi, meninggalkan Lia sendirian.
Lia linglung, untuk beberapa menit yang sunyi. Ia hanya menatap kosong ke arah pintu yang setengah tertutup.
Di luar kamar inapnya, Lia bisa mendengar suara gesekan roda dengan lantai, ketukan sepatu orang-orang yang berlalu lalang dengan terburu-buru. Suara obrolan, tangisan, tawa. Lia merasa dia jauh dari keramaian, tersudut di tempat gelap, sunyi, sendiri.
Tok.. Tok..
Suara ketukan pintu, membuyarkan lamunan Lia. Ia otomatis melihat ke arah pintu, dimana ada perawat berseragam putih membawa troli berisi makanan untuknya hari ini.
Perawat itu menyimpan troli di samping nakas, memeriksa impusan yang di pakai Lia. Dan mengecek hal dasar lainnya.
Lia hanya menatap dengan datar.
Setelah beberapa patah kata dari perawat, seperti ini makanannya, dan ini obat penambah darah yang harus ia minum. Perawat itu pergi. Dan Lia kembali sendiri.
Lia menyibak selimutnya, melepaskan paksa impusan di tangannya. Lia turun dari kasur, memakai alas kaki, dan pergi dengan linglung.
°
"Dok, bangsalnya kosong!" Seorang perawat buru-buru melaporkan situasinya pada dokter yang kebetulan lewat di depan pintu.
Dokter itu melihat ke arah bangsal yang berantakan, dengan beberapa tetes darah di lantai. Ia hanya bisa menghela napas, dan memberi arahan perawat untuk merapihkan kembali bangsal yang berantakan.
°
Lia yang menimbulkan keributan, kini sedang berjalan tanpa arah. Kakinya melangkah dengan goyah.
Ntah bagaimana, akhirnya dia sampai di rumahnya.
Lia melihat ke atas, bangunan yang menaunginya sejak ia kecil terasa sangat besar. Dan ia sangat kecil, sangat sangat kecil, sampai ia merasa tak pantas untuk tinggal di sana.
Lia mengedipkan matanya, air mata nya lolos. Dengan langkah tertatih, dia menyeret kakinya yang lelah untuk masuk ke dalam rumah, menaiki undakan tangga yang terasa panjang. Kembali ke kamarnya, menutup pintu. Mengisolasi dirinya dari dunia. Kembali masuk ke dunia kecilnya.
°
A S A P baby
Hurry up don't say lazy
A S A P baby
Hurry up don't say maybe...Suara alarm membangunkan Lia yang sedang tertidur. Lia meraih handphone nya, menonaktifkan alarm yang masih menyala.
6.00
Lia mengucek matanya, dan memastikan jam untuk kedua kalinya. Setelah merasa pasti, ia bangun dari tidurnya dengan malas. Membawa handuk dan masuk ke kamar mandi.
'Waw, mengapa putriku hari ini sangat cantik?'
'Ahahaha, imut sekali ya Lia hari ini.'
Lia tersenyum lebar ke arah cermin, meniup ciuman jauh dengan jahil. Merapihkan kembali baju seragamnya. Lia menggendong tas pink kesayangannya dan berjalan menuruni undakan tangga.
Hari ini seperti biasa, keluarganya ada di meja makan, sedang sarapan. Kenan, Liana dan ayahnya Bram menyantap makanan di depan mereka dengan berbagi canda tawa yang riang.
Lia menatap sebentar, lalu memalingkan muka. Melanjutkan langkahnya.
"Pah, Lia berangkat. " Lia memakai sepatunya, tanpa melihat ke belakang dia terus berjalan.
"Tunggu!"
Langkah Lia berhenti.
"Kamu papah antar hari ini."
Lia bingung. Ada apa hari ini? Dan banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan. Meskipun pikirannya ingin menolak, tapi reaksi tubuhnya sangat jujur. Lia berhenti melangkah, menunggu papahnya mengeluarkan mobil dari garasi kemudian masuk ke mobil.
Di dalam mobil, hening. Tidak ada yang memulai percakapan sama sekali. Lia menggenggam tangannya dengan erat, melirik diam-diam profil ayahnya dari samping.
Bram melirik Lia, dengan cepat Lia menarik pandangannya. Melihat ke arah jendela, berpura-pura tidak ada yang terjadi.
Bram memperhatikan semua reaksi anaknya. Dia hanya melanjutkan fokusnya ke jalanan di depan.
Mobil berhenti, Lia yang masih sibuk dengan pikirannya pun langsung membuka pintu untuk turun. Bram tidak menghentikannya sama sekali. Ia hanya melirik Lia dalam-dalam.
Menutup pintu, Lia membalikkan punggungnya. Tak ada ucapan selamat tinggal, atau kata pamitan ala kadar. Ia terus melangkah, di belakangnya ia mendengar suara menderu mobil pergi. Akhirnya Lia berbalik, melihat mobil ayahnya yang sudah jauh pergi.
"Ya, ngapa lo?" Edo menepuk bahu Lia, Lia yang sedang melamun refleks berteriak.
"Aaaaaaaaa, " Lia mengusap dadanya, melihat ke samping dirinya "Edo kok kamu ngagetin Lia sih! Jantung Lia jadi cepet nih."
Edo hanya cengengesan.
"Maaf ya, lagian lo ngapain dah disini sendirian. Ngelamun pagi pagi. Awas kesambet lo. "
"Ya...Lia nda ngelamun kok, kamu salah liat. " Pipi Lia memerah, ia memalingkan muka dari Edo dan berjalan cepat menuju kelasnya.
"Heh kok gua di tinggal. Lia anjirr, tungguin gua elah." Edo menyusul Lia dengan berlari kecil.
Di sepanjang jalan, Edo terus menggoda Lia dengan hal receh. Lia semakin memerah, dan Edo semakin tertawa keras.
Demetra yang kebetulan baru turun dari motornya, melihat semua kejadian itu. Dia merasa kesal, sangat kesal. Mengepalkan tangannya dengan kuat. Mengambil jaket dan tasnya, ia berbelok ke tikungan dimana biasanya ia berkumpul dengan gengnya.
Edo yang melirik ke belakang tersenyum menyeringai.
"Do, udah ihh Lia malu. Jauh jauh sana hush hush. " Edo tersenyum lebar, tapi tetap mengikuti perintah Lia. Edo menjaga jarak, membiarkan Lia berlari ke kelasnya dengan menutupi pipinya yang memerah. Edo hanya terkekeh gemas.
»»——⍟——««
Late post, maaf banget.
Mud author untuk nulis, sangat rawan naik turun. Doakan mud author selalu baik untuk up cerita ini.Terimakasih yang udah mampir. Luv yaaa🤣🙏
![](https://img.wattpad.com/cover/350426001-288-k926056.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[Revisi] What's wrong with me?!
Teen FictionSinopsis Hidup begitu menjengkelkan Tiada pasti dan terlalu memuakkan Apa yang terjadi ketika hidup tapi terasa mati? Apa yang membawamu ketika tawa itu hanya palsu? Siapa yang akan menghentikan mu menangis ketika hati selalu teriris? Hidup dan...