7

194 32 10
                                    

"Nggh..."

Lenguhan itu terdengar jelas, tersirat rasa nikmat dan lelah yang begitu kentara.

Di sana, di atas ranjang lebar itu, sosok mungil Gun tengah mengatur nafasnya sembari menggerakkan tubuhnya. Yang di duduki, menyandar pada kepala ranjang, menggigit bibir bawah sembari melihat keindahan yang terpampang nyata di depan wajahnya.

Gun menyibak rambut yang menutupi matanya. Ia melirik sembunyi-sembunyi ke Off yang tengah menikmati tempo goyangan pinggulnya.

Melirik ke kanan, ia melihat jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi, mereka bermain sejak jam dua belas tanpa jeda sedikit pun setelah Off menegak beberapa gelas wine sementara Gun menenangkan diri dari tangisan.

"Fuck!" Itu suara dari Off. Tangannya ia arahkan untuk menarik tengkuk Gun, mencium ganas bibir itu lalu membalikkan keadaan, membiarkan tubuh mungil polos itu berada di bawahnya, menarik kakinya untuk di sandarkan di pundak kanannya sebelum ia menghujamkan kejantanannya lebih brutal, tempo yang lebih cepat.

"T-tuan... hhh.."

"Panggil aku, panggil namaku."

"O...off.." Lenguhan manja itu membuat Off bersemangat, bagian dari dirinya merasa tertantang namun hangat, membingungkan.

Ia menatap wajah merah Gun yang sudah basah oleh keringat. Dinginnya AC tidak berpengaruh besar, mereka tetap basah oleh keringat dan juga cairan cinta yang sudah keluar sejak tadi, bercampur mengenai sprei, kasur atau pun bagian tubuh. Kaki Gun sedikit bergetar, wajar karena pemuda itu di setubuhi tanpa henti bak binatang liar.

Bibir merah Off membuat tanda di leher Gun, merambat ke perut lalu naik lagi ke dada. Sebelah tangannya meraih kejantanan Gun yang berdiri namun tak setegak saat pertama mereka memulai sesi bercinta tadi. Suara Gun memenuhi kamar, pemuda itu benar-benar memejamkan matanya meresapi setiap hujaman di bawah sana. Off tersenyum, mulutnya tidak tinggal diam lagi, meraih bibir Gun untuk di lumat kembali, melepasnya lalu menggantikannya dengan jari telunjuk serta jari tengah, memaksa Gun untuk mengulumnya sensual yang di turuti dengan senang hati.

"Say yes to heaven... say yes to me.."

Alunan Lana Del Ray itu mengalun merdu, menambah kecepatan tempo goyangan Off yang merasa ingin keluar lagi.

"Buka mulutmu." Titahnya telak, Gun menurut.

Membuka mulutnya lebar, menjulurkan lidah sembari mendesah dengan liur berantakan. Off memanas melihat pandangan itu, semakin mempercepat hujamannya sementara Gun melenguh panjang, keluar lebih dulu namun tetap memasang ekspresi yang sama, membuat Off merasakan nikmat yang sempurna.

"Aghhh..." Menggeram, Off mencabut kejantanannya, mengocoknya tepat di atas wajah Gun, mengeluarkan cairannya dan membuat wajah itu di penuhi cairan putih kentalnya.

Di rasa selesai, Off menarik nafas panjang, mengecup sekilas bibir Gun yang basah oleh liur dan cairan cintanya lalu beranjak mengambil tisu, menyeka wajah yang sudah sangat merah itu.

"Aku lelah tuan." Keluh Gun pelan, tenaganya sudah tidak ada lagi bahkan hanya untuk sekedar berdiri.

"Tidurlah, aku bantu bersihkan."

"Tapi.."

"Tidur atau aku lanjutkan."

Menurut, Gun memejamkan matanya dengan cepat. Tidak butuh lama sampai ia tertidur sementara Off ke kamar mandi, membersihkan tubuh.

Shashhhhh...

Guyuran air shower membasahi tubuhnya. Ia terpejam namun dengan cepat merutuk saat bayangan wajah tak berdaya Gun terlintas sempurna di matanya.

"Sial, kau tidak ada lelahnya." Ia menggenggam bagian bawahnya yang kembali berdiri tegak.

Dia harus menuntaskan nafsunya yang besar itu lagi, tapi kali ini seorang diri.




.

.

.

.

"Hei," Off tersenyum kecil, terkekeh melihat Gun yang membuka mata. Pemuda itu tertidur 10 jam lamanya.

"T-tuan, maaf. Aduh!" Gun mencoba untuk duduk namun bagian bawahnya terasa begitu pedih. Off mendekat, kembali membuat Gun berbaring di ranjangnya.

"Istirahat dulu, lelah kan?" Tangannya mengelus kepala Gun, membuat jantung Gun berdetak tak karuan.

Off yang lembut benar-benar berbahaya untuk kesehatan hatinya yang gampang berantakan.

"Aku hari ini tidak kemana-mana, tapi ada beberapa dokumen yang harus aku selesaikan. Aku di ruang kerja kalau-kalau nanti kau mencariku. Aku sudah meminta Nanon menyiapkan makanan untukmu, kabari saja dia, nanti ada yang mengantarnya kesini."

"Terimakasih tuan."

"Hm," Off mengusak surainya, membelai lembut pipinya sekilas. "Ada yang kau butuhkan?"

"Tidak."

"Telfon aku jika butuh sesuatu." Off mendaratkan sebuah ciuman di dahinya, membuat Gun benar-benar terkejut.

Apa yang sedang terjadi sekarang?





.

.

.

Merasa segar setelah mandi, Gun memutuskan untuk keluar kamar. Ia sudah lelah mengurung diri dan memutuskan untuk ikut makan malam bersama.

"Nanon, wajahmu..."

"Di hajar oleh bos besar." Nanon terkekeh. "Wah Gun, lehermu..."

"Diam." Rengut Gun malu, Nanon terkekeh.

"Tuan Off tidak pernah membuat tanda seperti itu setauku." Godanya.

"Berhenti membual."

"Serius." Nanon menambahkan. "Bagaimana rasanya?"

"Diam, Nanon." Nanon tergelak puas, merangkul Gun dan berjalan bersama menuju meja makan.

Sepi.

Mereka tidak menemukan siapapun termasuk Bright atau pun Win yang biasanya sudah menunggu terlebih dulu.

"Kemana orang-orang?" Tanya Nanon ke salah satu maid.

"Tuan Win dan Bright belum pulang, kabarnya mereka akan makan malam di luar. Tuan Off masih di ruang kerjanya, sedang ada tamu."

"Aku akan memanggil tuan Off dulu." Gun tersenyum kecil, melepas rangkulan Nanon lalu berjalan menuju ruang kerja Off.

Ia mengetuk pintu tiga kali, namun tidak ada sahutan. Khawatir, ia memanggil tuan nya namun tetap tidak ada sahutan dari dalam sana.

Memutuskan untuk menelpon terlebih dahulu, Gun menghela nafas panjang saat tau jika ponsel tuan nya mati.

"Semoga tidak marah." Pelan-pelan ia mengetuk pintu lagi lalu membuka pintu ruang kerja itu.

Disitu matanya membola, jantungnya berdebar kencang tak karuan dan tangannya bergetar hebat.

Di depan matanya, ia melihat secara langsung bagaimana Off sedang menyetubuhi seorang wanita berambut cokelat yang tidak melihatnya.

Off menghentikan hujamannya, melirik sekilas ke Gun yang mematung.

"Apa?"

Wanita itu terkesiap, menarik kain apapun untuk menutupi kemaluannya yang masih tertancap oleh kejantan Off.

"M-m-maaf."

Tanpa basa basi Gun menutup pintu itu lumayan kencang lalu berlari menuju kamarnya.

Selera makannya hilang bersamaan dengan rasa mual yang bergejolak.





______ To be Continued ______

Hehehhe, mohon supportnya untuk cerita ini ya guys :( ntah vote atau komen untuk membuatku semangat hehehhe

Terimakasih!

Limerence (OffGun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang