Part 2

25 16 0
                                    

Kubuka mataku secara perlahan saat aku merasakan kalau bis yang kunaiki sudah tidak lagi tergerak. Dan kulihat sekitarnya bahwa kami sudah sampai di terminal.

"Far, bangun! Kita sudah sampai," ucap ibuku sambil menggoyangkan lenganku agar aku bangun.

Perlahan mataku terbuka dan melihat satu persatu penumpang mulai turun dari bis. Aku pun turun setelah menunggu beberapa penumpang lainnya turun.

Bang Azhar pergi mencarikan angkutan untuk kami, sedangkan aku dan ibuku memilih untuk istirahat sebentar di warung yang ada di terminal sana.

Ku regangkan badanku yang terasa kaku karena seharian duduk di bis membuat badanku pegal-pegal.

"Buk?"

"Eum?"

"Rasanya aku mau pulang aja ke kampung," tuturku dengan lesu.

"Kenapa? Baru nyampe aja kamu udah minta pulang." Ibu memandangiku dengan heran.

"Bukan gitu, Buk, aku masih ngak mau pisah dari Ibuk aja," ucapku lagi dengan pelan sehingga membuat ibuku tersenyum mendengar ucapanku.

"Harusnya kamu seneng karena Bang Azhar mau biayain sekolah kamu. Lagian Ibuk akan sering-sering jenguk kamu, kok," ucap ibuku untuk menenangkanku.

Walaupun begitu, tetap saja aku belum bisa pisah dengan dia, mengingat sebentar lagi aku akan hidup dengan Bang Azhar yang statusnya masih asing bagiku alias aku belum mengenalnya lebih dekat.

Tak berapa lama Bang Azhar kembali dan meminta kami untuk naik ke salah satu angkutan yang ada di sana.

Selama perjalanan aku hanya diam saja tanpa berkata apa pun, hanya ibuku saja yang mengobrol dengan Bang Azhar dan aku hanya menjadi pendengar saja.

"Nanti Farah akan tinggal bersama Bang Kausar dan istrinya, aku ngak mungkin membawa dia untuk tinggal bersamaku karena aku masih ngekos," ucap Bang Azhar pada ibuku.

"Memangnya kamu udah kasih tau dulu sama Nak Kausar?"

"Udah, Buk, dia bilang dia setuju."

Awalnya aku tidak mengenal dan tidak tau siapa Bang Kausar itu, tapi ibuku akhirnya menjelaskan padaku kalau Bang Kausar itu abangnya Bang Azhar, berarti dia abang tiriku juga.

Jujur aku tidak tau ada berapa saudara tiriku karena kami hidup terasing dari mereka, dan aku juga malas untuk mencari tahu siapa saja nama mereka, tapi ibuku bilang anak tiri ibuku banyak. Wajar, sih, karena bapakku banyak istrinya.

Setelah 20 menit perjalanan akhirnya angkutan yang kami tumpangi berhenti di depan halaman sebuah rumah. Kami pun turun. Angkutan itu langsung meninggalkan tempat itu setelah Bang Azhar membayar ongkosnya.

Rumahnya termasuk rumah orang yang berada tapi masih belum sepenuhnya selesai dibagun di bagian belakangnya.

Aku melihat dua orang keluar dari rumah itu sembari tersenyum pada kami, aku yakin kalau laki-laki itu adalah Bang Kausar karena wajahnya mirip dengan Bang Azhar. Dan ternyata memang benar, dia keluar bersama istrinya.

"Bagaimana perjalanannya buk?" tanya Bang Kausar sembari menyalamin tangan ibuku dengan takdhim.

"Alhamdulillah," ucap ibuku sembari membalas salaman anak tirinya itu dan setelahnya disambut oleh istri anak tirinya itu.

Aku pun turut menyalami mereka berdua dengan ramah.

"Ayo masuk!" pinta Bang Kausar yang langsung kami turuti.
.
.
.

Hari sudah gelap pertanda siang sudah berganti dengan malam.

Kami disuguhkan makanan yang enak oleh istri Bang Kausar yang bernama Mbak Rita. Obrolan hangat memenuhi ruang tamu tempat kamu melakukan makan malam bersama dengan keluarga mereka.

Bang Kausar mempunya dua orang anak laki-laki, yang pertama bernama Arif berumur 11 tahun dan yang ke dua bernama izal berumur 9 tahun. Ada juga dua orang adik dari Mbak Rita yang bernama Sarah dan Ainun. Mereka berdua tinggal bersama Mbak Rita dan Bang Kausar.

Bagiku mereka sangat ramah dan baik, tapi walaupun begitu aku tetap merasa canggung dengan mereka.

"Aku akan pulang ke kos-an ku, besok aku kembali lagi," ucap Bang Azhar yang hendak bangun dari duduknya.

"Jangan lupa besok carikan Ibuk bis, Ibuk tidak bisa lama-lama di sini karena sawah di kampung ngak ada yang urus."

Mendengar perkataan ibuku membuat perasaanku bergeming, jujur aku masih tidak ingin jauh-jauh darinya. Rasanya aku menginginkan tidak tidur saja malam ini agar waktunya berjalan lambat, tapi percuma kalau ujung-ujungnya harus berpisah juga.

"Ngak tinggal beberapa hari lagi saja, Buk, di sini?" tanya Bang Kausar memberi saran pada ibuku.

"Ngak bisa, Nak, Ibuk lagi ngurus sawah, kalau tidak ada Ibuk, ngak ada ngurusin, Ilham sekarang udah mulai kerja jadi dia tidak mungkin ngurus sawah sendirian," jawab ibuku.

"Ooo... ya sudah tidak apa-apa, aku pun tidak bisa maksa, Buk," ucap Bang Kausar lagi.

Bang Azhar pun pergi dan meninggalkan kami di sini.

Malam ini aku begitu lelah dan memilih untuk tidur duluan akibat perjalan tadi yang masih membuat kepalaku pusing, sedangkan ibuk masih berbincang-bincang dengan mereka di ruang tamu.

Kesan pertama berada di sini cukup menyenangkan, ternyata mereka sangatlah ramah, tapi aku tidak tau bagaimana ke depannya, apakah masih sama atau tidak?

My love storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang