Part 4

14 9 4
                                    

"Hampa, hidup terasa hampa di saat orang yang kita yakini akan menerima kita malah memperlakukan kita sebaliknya."

By. Raihan Ali.
.
.
.

Kini langkahku sudah sampai di gerbang SMA 3 Sakti Jaya, sekolah di mana tempatku akan bersemanyam untuk menuntut ilmuku.

Kulangkahkan kakiku untuk memasuki gerbang itu dan mendapati banyaknya murid yang sedang mengatur barisannya untuk mengikuti upacara bendera. Upacara yang menjadi rutinitas di setiap hari senin bagi semua murid.

Beruntung aku sampai tepat waktu, kalau aku terlambat 5 detik saja, mungkin aku akan berdiri di luar gerbang karena gerbangnya akan ditutup.

Kupercepat langkahku untuk menuju kelas dan menyimpan tas punggungku agar aku tidak lagi terlambat untuk mengikuti upacara.

Sedikit kewalahan saat ku cari barisan sekelasku, karena aku belum mengenal teman sekelasku sama sekali, tapi untung saja ada kakak kelas yang menunjukkan padaku di mana barisannya sehingga tanpa menunggu lama lagi aku langsung menuju ke sana.

Upacaranya berlangsung seperti biasa, bedanya kali ini Pak Kepala sekolah selaku pembina upacara sedikit memberi nasihat dan kata sambutan bagi kami yang menjadi murid baru di SMA itu karena hari ini adalah hari pertama kami dalam menuntut ilmu di sekolah itu.
.
.

Suasana kelas masih canggung karena kami belum mengenal satu sama lain. Namun tidak bagi Jafar, laki-laki yang berperawakan lucu dan receh, sering sekali berceletuk saat guru sedang menerangkan aturan di kelas. Penampilannya terlihat berantakan, dengan kerah baju yang sedikit terbuka dan bajunya pun tidak dimasukkan ke dalam celana membuatnya sangat dikenali sebagai murid yang nakal. Bahkan kami kerap kali tertawa saat  dia sudah membuka suaranya walaupun dengan satu kata.

"Ingat! Sekarang, kalian ini bukan lagi anak SMP, jadi pemikiran kalian harus dewasa, tidak ada lagi yang namanya berkelahi atau berantem di kelas. Jangan bawa kebiasaan buruk kalian saat dulu ke sini karena kalian bukan lagi anak kecil," kata Buk Ani, wali kelasku.

"Baik, Buk!" ucap kami serempak. Namun atensi kami tertuju pada Jafar saat dia bersuara di sela sautan murid lainnya.

"Berarti kalau kami udah dewasa kami boleh merokok dong?"

Sontak semua murid ikut tertawa dengan pertanyaan dia dan membuat Buk Ani jadi terkejut. Dari mana dia mendapatkan pertanyaan yang seperti ini? Pemikiran yang dangkal.

"Bukan gitu juga, Jafar. Jadi dewasa itu bukan berarti kita bisa merokok, tapi kita harus lebih bersahabat dan menjalin pertemanan dengan semuanya, termasuk dengan guru juga." Buk Ani sedikit emosi saat berbicara sehingga Jafar kembali bersuara.

"Iya iya, biasa aja dong, Buk, ngak usah marah-marah. Kan saya cuma nanyak. Tapi klo pacaran boleh dong?"

Seisi kelas kembali riuh dengan suara tawa murid karena lagi-lagi mendengar pertanyaan aneh dari Jafar. Sebenarnya dia sengaja mengerjai guru cantik itu karena memang dia orangnya suka bercanda, tapi terkadang orang yang  dicandainya menjadi kesal, termasuk Buk Ani yang sekarang ini tengah menahan ucapannya lagi agar tidak mengeluarkan kata-kata mutiaranya, yang mana nanti Jafar akan kembali melayangkan pertanyaan aneh.

Buk Ani beralih membuka buku paketnya sembari bergeleng-geleng melihat tingkah Jafar.
.
.

Bel jam istirahat sudah berbunyi, separuh murid di kelas berhamburan keluar untuk membeli jajanan di kantin.

My love storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang