Mungkin sudah lama sekali, berbulan-bulan sebelum ini. Segerombolan anak-anak berbadan tak sehat berbaris dengan sopan menyambut kunjungan pendiri fondasi yayasan kanker ini. Tuan Sepuh Yu yang terhormat serta beberapa anak cucu serta tangan kanan mereka dari perusahaan. Agenda mereka di sini seperti biasa adalah bekerja bakti dan makan siang bersama, kuis, serta berbagi hadiah. Namun yang berbeda kali ini adalah eksistensi sosok manis pemuda yang membawa gitar itu, namanya Kak Wonbin, sekertaris baru Tuan Eunseok. Berbeda dengan Eunseok yang tampang kakunya ditakuti anak-anak, Wonbin langsung jadi yang paling digemari. Dia diseret kesana kemari untuk ditunjuki ini itu oleh mereka. Bagaimana tutur katanya yang lembut, cara makannya yang pelan, serta senyumnya yang lugu membuat para bocah lengket dengannya. Karina berkata pada tunangannya Gigi saat majelis makan bersama, bahwa Wonbin adalah tipe 'suami rumah tangga' yang ideal. Dan tiba-tiba saja meja mereka dikejutkan dengan Song Eunseok yang batuk-batuk tersedak. Kenapa dia?
Alam tidak pernah salah mengenali jiwa-jiwa yang suci, matahari tenggelam lambat hingga sore pukul lima, membiaskan semburat senja yang hangat di kulit. Anak-anak menikmati petikan gitar akustik Wonbin di bawah pohon rindang halaman panti mereka, lirik lagunya adalah tentang sepasang rusa yang dilanda asmara. Aktivitas mendamaikan hati itu rupanya menjadi pemandangan indah bagi seseorang di jauh sana; Song Eunseok yang berlagak hanya tengah santai bersandar di mobilnya. Padahal hatinya tertawan bersama nyanyian lugu dan petikan gitar dari bidadari yang tengah dikerumuni malaikat-malaikat kecil itu.
Ketua Yu datang tiba-tiba entah dari mana, mendatangi si cucu muda yang -dilihat dari matanya- seperti tengah jatuh cinta. Kekehan rendahnya membuyarkan khayalan Eunseok dan pria itu segera membungkuk hormat pada sang sepuh.
"Menyukainya?" Tanya si kakek, merujuk pada pemuda manis yang kini rambutnya tengah dipasangi bunga-bunga mungil oleh anak-anak, baru saja dipetik dari rerumputa. Eunseok mengusap tengkuknya dengan canggung.
"Dia hanya sekertaris saya, Kek" katanya menutupi hati yang semula ia pasang di wajahnya itu.
"Itu belum menjawab pertanyaan" Kakek Yu menikmati pelarian Eunseok. Dia tahu cucu lelakinya itu berhati lebih keras dari batu cadas. Calon demi calon lengser begitu saja bak air yang diteteskan di atasnya, dan tiba-tiba dia memandang seseorang sedalam itu tadi? Luar biasa. Buktinya kini ia tidak kuasa menjawab pertanyaan sederhana tadi. Terlalu muluk-muluk Eunseok mencari kalimat dalam kepalanya untuk menyatakan 'Ya, aku jatuh cinta padanya, tapi aku tak mau. Tapi ya, aku jatuh. Sangat dalam sampai itu menakuti–'
"Kenalkan ke Kakek jika kalian sudah berkencan" Kalimat sang kakek memutus monolog dalam kepala Eunseok yang berbelit-belit. Tinggal nyatakan rasa padanya, berkencan, lalu mengenalkannya pada keluarga. Apa sulitnya?
Sayang sekali itu sulit. Tentu saja karena urusan hati adalah materi rumit yang isinya tak sedikit. Bagaimana bisa hari indah di panti itu bisa berakhir menjadi kisah sedih antara Eunseok dan Wonbin? Mengapa Eunseok tidak pernah menyatakan perasaannya? mengapa Wonbin akhirnya bertemu dengan Kakek tapi bukan Eunseok yang membawanya?
Mungkin semua terlambat. Alur mereka sudah lebih berkelok dibanding koridor hotel yang sulit-sulit Eunseok susuri dengan kepalanya yang pening akibat alkohol. Mungkin sebetulnya semua kisah ini memang tak perlu, toh pada akhirnya Wonbin tak akan kembali padanya. Eunseok akan menopengi lagi hati yang sebelumnya pernah Wonbin sentuh-sentuh dengan senyumnya yang polos itu, sebelum mencurinya dengan sihir kecil yang licik, meremukkannya lalu mencecerkannya di jalanan sambil menari. Eunseok memang jahat, Wonbin; tapi tolong, kembalikan hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Last Catastrophe [Seoknen]
FanfictionPesta penuh cinta di negeri tetangga, dan Eunseok kembali melihat sosok itu. Park Wonbin, kelinci kecil yang mencuri hati Eunseok, menyakuinya sampai ke rumah, lalu menyiraminya dengan air mata tiap subuh dan malam. Andai saja Eunseok mau mengakui p...