Talitha Geofhany

23 6 0
                                    

Litha, siapa yang tidak kenal dengan gadis dengan peringkat terbaik di SMA Cendrawasih. Sekolah khusus putri yang memiliki fasilitas mumpuni dengan biaya yang cukup fantastis. Hanya murid pilihan yang bisa menembus jajaran panjang pendaftaran.

Menginjak kelas 2 SMA, Litha makin dikenal dengan aura elegan karena lahir dari keluarga terpandang. Bukan berarti ia mengandalkan uang untuk masuk SMA elite tersebut, Litha bisa mempertahankan peringkat pertama satu angkatan sejak kelas 1. Siapa yang tidak kagum padanya?

Dengan wajah tajam, ia sering kali dinilai sebagai sosok antagonis yang akan merundung siswi tak berdaya. Pada dasarnya Litha memang tidak pandai bergaul dan hanya memiliki 2 teman dekat.

"Maaf kak" ujar siswi junior yang tidak sengaja menumpahkan sup di meja, Litha menghela nafas dan mengeluarkan sapu tangan untuk membasuh pakaiannya. "Pergilah" ujarnya singkat dengan tatapan datar yang mampu membuat junior tadi ketakutan.

Litha meninggalkan kantin, menuju gedung asrama untuk berganti pakaian. Untuknya ia memiliki seragam cadangan, ukurannya memang sedikit lebih kecil. Tapi setelah ini akan ada pelajaran matematika yang gurunya dikenal suka kebersihan, Litha tidak ingin merusan reputasi baiknya dimata guru-guru.

Bel terdengar lebih panjang dari biasanya, diikuti dengan ketukkan microphone beberapa kalu pertanda akan ada pengumuman.

Beberapa siswi menghentikkan kegiatan untuk mendengarkan, "kelas akan diliburkan dan akan dilanjutkan besok pagi. Kalian bisa beristirahat lebih cepat, fasilitas yang terbuka untuk saat ini hanya perpustakaan, ruang gym dan kolam renang.. terimakasih atas perhatiannya" pengumuman singkat yang berhasil membuat seluruh siswi kegirangan.

Litha kembali mengganti pakaiannya dengan lebih santai dan berjalan menuju perpustakaan melewati siswi lain yang masih asik bermain-main di lorong sekolah.

Brukkk!!

Seseorang baru saja menabrak bahunya dan membuat buku yang ia bawa berserakkan di lantai, "maaf.. aku sedang.."

"Ya kau sedang terburu-buru jadi pergilah, aku bisa merapikannya sendiri" Litha membenahi beberapa barangnya dan berjalan lebih dulu mengabaikan seorang yang masih terduduk dengan posisi tangan yang menjulur ke depan.

Litha menghentikkan langkah kakinya dan menoleh, seragam dari SMA Karya Bhakti. Sekolah khusus putra yang tepat berada di seberang gedung sekolahnya, bukan hal yang aneh memang jika seorang siswa Karya Bhakti di SMA Cendrawasih maupun sebaliknya.

Dua sekolah tersebut dimiliki oleh yayasan yang sama meski kepemilikannya berbeda, yayasan Duta Kencana. Litha kembali pada kegiatannya dan sampailah ia di ruang perpustakaan.

Ruangan yang jarang di datangi, karena kebanyakkan siswi akan memilih ruang gym untuk berlatih fisik atau bisa dibilang berolah raga untuk mengatur bentuk tubuh. Litha sangat bersyukur karena ia tidak terlalu menyukai keramaian.

Pensilnya terus bergerak di atas kertas hingga akhirnya terjatuh dan mendarat di depan kaki seseorang tak dikenal di depan pintu perpustakaan.

"Maaf gak sengaja" Litha hanya memandangi pensilnya yang sudah terbelah jadi dua, ia kembali ke bangkunya tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Masih ada banyak alat tulis yang ia miliki, Litha kembali memasang earphone nya dan melanjutkan pekerjaan rumahnya.

...

Langit mulai memerah, lampu-lampu setiap ruangan menyala pertanda hari mulai gelap daj matahari akan tenggelam. Litha mengemasi barangnya dan meninggalkan beberapa di loker sebelum kembali ke asrama.

Koridor sekolah terlihat sepi, bisa dibilang hanya dirinya yang ada disana. Mungkin yang lain sudah berkumpul di kantin untuk makan malam, Litha berbalik menuju kantin untuk bergabung dengan yang lain.

Lidya dan Vanya melambaikan tangan, mereka sudah menyiapkan tempat untuknya. Litha mendekat, "lama banget sih" komen Vanya menggelayuti lengan Litha. "Dari perpus ya?" Tanya Lidya

"Kenapa?"

"Ada aroma buku tua dari bajumu" jawab Vanya, Litha hanya tersenyum mengusap kepala teman manjanya tersebut. "Sudah dengar kabar?" Tanya Lidya lagi

"Apa?"

"Ah sudahlah itu tidak penting, menu makan malam kali ini apa ya.. ayo sebelum kehabisan, kali ini aku harus dapat dua yogurt" ujar Vanya menarik tangan kedua teman dekatnya tersebut.

"Tadi kalau gak salah ada junior yang numpahin sup?" Litha mengangguk singkat, "kamu apain sampe geger satu sekolah"

"Lid, memangnya ada yang pernah di bully sama Litha? Padahal cuma di plototin loh" Vanya mempraktekan raut wajah yang biasa Litha tunjukkan, "kalau kamu yang meragain bukannya serem tapi malah imut" Lidya tertawa menarik pipi Vanya yang tembam.

"Tadi ada kunjungan anak Karya Bhakti?" Tanya Litha, "iya, kayaknya bakalan..."

"Wahhh liat deh, aku dapat 3 yogurt kali ini" Vanya kembali girang dan memotong percakapan Lidya juga Litha. "Memangnya boleh lebih dari satu?"

"Boleh, kita disini bayar.. jadi harusnya bisa ambil sepuasnya kan"

"Prinsip macam apa itu?" Komen Lidya, "kita tahun depan jadi senior dan harus banyak belajar, otak juga perlu makan jadi setidaknya dari sekarang gizi harus seimbang" jelas Vanya kembali ke bangku lebih dulu.

"Tugas kamu udah selesai Tha?"

"Tinggal sebagian, ada buku yang belum ketemu.. mungkin dipinjam siswi lain, masih ada waktu tiga hari juga"

"Besok kita harus bangun lebih pagi, ada pengumuman abis apel pagi"

"Apel? Dihari rabu?".









.
.
.
.
.
.
.

My Lovely EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang