11 Taruhan

350 27 0
                                        

Pada minggu berikutnya. Aya mengundang Rosseta dan Mira ke rumahnya. Tepi kolam renang yang biasanya hening sekarang menjadi penyebab keriuhan sebab tidak hanya Rosseta dan Mira, tapi Jasmir dan Dave juga bergabung. Keduanya memiliki tujuan berbeda. Bukan mengerjakan tugas melainkan mengajak Arden bermain. Namun laki-laki itu malah menghimpit dirinya ke dekat Aya.

Sesekali Aya membenahi letak kacamatanya. Tidak nyaman berada di bawah pandangan Jasmir. Arden tidak mau ikut campur. Jasmir dan Dave sudah memulai aksi taruhan mereka untuk mendapatkan Aya.

"SERIUS LO ENGGAK PERNAH CIUMAN?" Rosseta memekik sehingga Aya menoleh ke belakang. Pintu yang terhubung dengan dapur itu hening. Entah Melisa atau papanya yang dicari, keduanya tidak ada di sana.

"OMG! Yang bener aja! Padahal lo kelihatan cukup bagus jadi inceran cowok-cowok."

"Gue siap ngajarin, Ay," sela Jasmir.

"Bener-bener belum pernah?" Rosseta mendesak lagi.

"Belum." Aya menyimpan filenya. Pada kolom yang tersedia diketiknya "Tugas Makalah Sejarah"

"Tapi lo pernah pacaran, kan?" Mira berbicara dari sebelah Arden.

"Belum juga." Sekarang Aya menutup laptopnya. "Udah siap. Yang mau pulang, silahkan."

"Wait, jangan bilang enggak pernah ada cowok yang nembak lo?"

"Ada."

"Lo dari mana, Ay?" Dave memasukkan ponselnya ke dalam saku. Berdasarkan tebakan Arden laki-laki itu pasti sudah diteror oleh pacarnya.

"Tanjungpinang."

"Di Jawa?" Jasmir bukan satu-satunya yang terlihat bingung, karena Arden pun buta geografi.

"Bukan, tapi di Kepulauan Riau."

"Oh, Riau." Dave mengangguk. "Memangnya sebaik itu remaja-remaja di sana sampai enggak pernah ciuman?"

"Riau dan Kepulauan Riau itu beda. Juga bukan soal baik atau tidak. Pacaran itu soal cinta, bukan merusak."

"Ciuman lo bilang merusak? Ajarin, Jas!" Dave menyikut Jasmir.

"Wait, jangan-jangan lo juga masih virgin?" Jasmir lantas tertawa keras diikuti Dave.

"Anjir, bener-bener cewek baik adek lo, Den."

Arden menikmati penghinaan untuk Aya, walaupun tahu wajah perempuan itu telah menahan kesal.

"Aku duluan." Aya membawa laptopnya, tapi Rosseta menahannya.

"Aduh, jangan pundungan dong. Kita cuma bercanda."

Kemudian Mira menambahkan setelah Aya duduk kembali. "Ini Jakarta. Bicara soal sex juga udah biasa untuk anak-anak muda seperti kita."

"Bagi aku itu hal tabu."

"Lo harus banyak belajar caranya jadi anak muda, Ay."

"Maksudnya belajar merusak diri demi laki-laki brengsek semacam kalian?" Aya mengatakannya dengan tegar. Dave sampai tidak tahu harus merespon bagaimana.

"Papa dan Mama gue enggak pernah melarang selagi gue enggak hamil."

Aya menatap Rosseta. Betapa wajahnya dipenuhi rona jijik dan ingin muntah akan ucapan perempuan tersebut.

"Gue juga." Mira membuka sekaleng soda. Suaranya mendesis di udara. "Mungkin sex masih lumayan tabu, tapi ciuman itu hal biasa untuk anak muda."

"Oke." Cuma itu respon Aya sehingga semua wajah termasuk kecewa, tapi Arden tersenyum.

RED | Step Sister [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang