Setelah Regina dan Vicky sampai di lapangan baseball kampus, mereka berdua jalan kaki menuju asrama.
Regina dengan style habis olahraganya dan Vicky dengan style jalannya.
"Jadi, elu tadi kenapa sih, Vick?" tanya Regina penuh penasaran.
Jadilah si Vicky cerita dari awal mula kenal sama Owen, sampai akhirnya cowok itu ngajak Vicky jalan dan berakhir tragis kayak tadi. Itu semua diluar dugaan Vicky.
"Yaelah, Vick. Minimal lu kalau mau deket sama cowok, diseleksi dulu sama gue," ujar Regina sambil nyengir kecil, "Biar ntar kalau ada yang macem-macem sama lu bisa gue pukul kepalanya pake tongkat baseball."
Vicky ketawa ngakak. At least, Regina berhasil bikin mood dia yang jelek itu jadi membaik sedikit.
Belum sampai di asrama, Regina melipir dulu ke lapangan basket yang indoor itu. Kelihatan kalau anak basket baru aja beres latihan dan bola-bola di sana belum diberesin. Regina inisiatif untuk ambil satu bola basket.
"Vick, lu percaya nggak kalau gue bisa main basket?" tanya Regina sambil men-dribble bola beberapa kali.
"Show me," sahut Vicky sambil senyum.
Regina mengangguk dengan penuh semangat. Dia menaruh tasnya di sebelah Vicky, lalu dia melakukan shooting di bagian parameter, kemudian lay up kanan dan kiri. Bahkan dia berhasil melakukan dribble between the leg, to behind the back, hesitation move and she does lay up very well.
Vicky terkagum melihat Regina yang keliatan jago dalam bermain basket. Vicky never meet someone very good at sports like her, Regina.
Menurut Vicky, Regina seems more than perfect. She's beautiful, tall, gorgeous, good at sports, she has five stars for her attitudes.
Regina feels doesn't real for Vicky.
"Gin, are you sure you are a baseball player? You're very good at basketball too?"
"Well, aslinya gue emang atlet basket, semasa SMA. Sempet ngewakilin untuk PON, bagian Banten."
"Damn," ujar Vicky sambil meminta bola dari Regina dan melemparnya ke arah ring basket, namun bolanya tidak masuk.
No wonder, Regina is tall. But surprisingly, Vicky is more tall than her.
"So??? How could you got a scholarship from baseball? Not basketball?" tanya Vicky penasaran.
"Sehabis PON, gue berhenti basket dan pengen nyobain olahraga baru, jadinya gue ikut baseball. Maybe it's around 2 years ago i joined baseball. It was at my last year on senior high school. Gue ikut pertandingan, and then someone contacted me about this scolarship..., i said yes."
Apaya..., Vicky beneran sekagum itu sama diri yang Regina punya. She could do whatever she wants and Vicky wants that...
"I wish that i could be like you back then...," kata Vicky pelan.
Regina menaruh bola basket yang dia pegang tadi, kemudian dia mendekat ke arah Vicky dan memegang pundak kirinya, "Well, semua yang terjadi di hidup kita must be have reasons. Literally everything that happened to us..."
"I feel bad for you. But at least, you have me now and you could do everything what you want, Vick. Asalkan nggak keluar norma batas, ya! I will always aware!"
Vicky nggak tahu dan nggak paham, kenapa dia bisa merasa senyaman dan sepercaya ini sama Regina. It's not even a year them being roommate but it's always makes Vicky feel safe.
"I don't understand why i always feel safe around you, Gin. You are mostly like my guardian angel i guess?"
Regina ketawa, lalu mengambil tas di sebelah kaki Vicky, "Yes i am. I am your guardian angel, princess."
Keduanya sibuk mengobrol, tiba-tiba Regina ditegur oleh salah satu anak basket yang ternyata tidak sengaja melihat Regina tadi bermain basket.
"Hey, lo tertarik untuk ikut basket?" tanya cewek yang rambutnya digulung itu. Dengan tinggi yang beda sedikit dari Regina. Regina still more tall than her.
"Hey, Kak. Maaf, tapi gue udah ikut baseball..."
"Oh, sorry then!" ucap cewek itu, kemudian dia memperkenalkan dirinya, "Nama gue Poppy, gue semester lima jurusan seni tari. Kalau sewaktu-waktu lo mau ikut basket, just contacted me, okay? Gue bisa panggil lo...?"
"Regina Seeden, Kak. Gue bisa dipanggil Eden. Gue semester satu dari jurusan ilmu komunikasi," respon Regina sambil senyum dan berjabat tangan.
"Gue nggak janji ya Kak..., soalnya gue dapat beasiswa kuliah di sini gara-gara baseball."
Poppy mengangguk paham, "Oke gue ngerti. Tapi siapa tau lo pengen dan lagi off season, lo bisa join."
"Makasih buat ajakannya ya Kak Poppy."
Poppy mengangguk, kemudian dia menatap Vicky, "And hello, Vicky. Nice to meet you again," sapa Poppy dan Vicky tersenyum manis.
"Well, it's a hello again, Kak Poppy. It's nice to see you doing well," sahut Vicky.
Regina bingung.
"Ya udah, gue balik dulu. Salam kenal ya Eden."
Setelahnya, Poppy pergi. Regina menatap Vicky dengan penuh tanda tanya.
"Siape dah???"
"Kakak kelas gue waktu SMP," sahut Vicky, "She is nice. I can't believe she's still with her basketlife itu. She was a basketball freak you know."
"Oh gitu..., bjir juga tiba-tiba gue ditawarin ikut basket," kata Regina.
Vicky ketawa kecil, "Still no wonder, Gin. It's a worth to invited you as a teammate."
"Asli dah luu mulai lebaynya Vick."
Keduanya kembali melanjutkan perjalanan menuju asrama, diiringi dengan langit senja yang berwarna oranye.
***
"The dinner is ready!"
Regina bangkit dari kasurnya dengan penuh semangat. Malam ini Vicky memasak meat steak yang nyokapnya beli untuk dia. Dengan saus mushroom yang wangi, bikin Regina makin merasa lapar.
"Bjir, jago juga lu Vick masak ginian, diajarin sama siapa lu?" Regina duduk di atas meja makan, sama halnya dengan Vicky yang sudah selesai menyiapkan makan malam di atas meja.
"My Mom and Miss Adele taught me how to cook. They're a great chef, at least, at my home."
"HAHAHAHAHAHA KAMPRET JUGA LU VICKKK mau gue laporin nyokap lo sama Miss Adele???"
"Gue nggak takut," ledek Vicky sambil menyerahkan pisau dan garpu untuk Regina.
"Eat well, Gin. Atlet kayak lo perlu makanan penuh nutrisi kayak gini."
Regina mengangguk dengan penuh semangat, "Lo juga. Lo berhak makan makanan yang sehat begini.
"I often ate something like this."
"Oh iya maaf lupa kan lu orang KAYA BANGET."
Vicky ketawa ngakak, "Lebay. Hiperbola."
Regina tidak peduli dengan ucapan Vicky. Sekarang dia mulai berdoa dan diikuti oleh Vicky.
"Semoga Tuhan Memberkati. Thank you for the dinner, Vicky. Your husband must be lucky for having you."
Vicky senyum menanggapi ucapan Regina, "Semoga Tuhan Memberkati. Thanks, Gin. I don't feel like i could find someone above you..."
"You are my standard now."
It feels weird for Regina..., but she doesn't really care and just enjoys the dinner.
For Vicky. She just told Regina whatever she feels for her.
KAMU SEDANG MEMBACA
the roommie | annyeongz
Фанфикtentang Vicky yang satu kamar sama Regina di asrama.