6.

11.6K 1.2K 26
                                    

..

Zuya berjalan sembari menghafalkan nomor telepon Rumah. Dia harus mengambil kembali gantungan milik Zuya. Setidaknya jika Dia singgah di sini. Dia akan menjaga milik Zuya.

Di kantin yang penuh gelombang manusia. Dia mencari-cari di mana George berada.

Mata sayu miliknya terus memperhatikan siapapun yang berada di sana.

"Zuya?"

Zuya bergegas membalikkan tubuh. Mendapati Callian berdiri di depannya. Bersama beberapa siswa lainnya.

"Ngapain berdiri di sini."

Zuya menggeleng. Dia melirik para teman Callian yang menatapnya penasaran.

"Temen ku ada di sini."

Callian terkekeh. "Temen beneran apa bohongan?"

Wajah Zuya memerah. Dia mengerutkan alisnya.

"Ish! Apaan!"

Dia pergi dari sana dan kembali mencari Goerge untuk segera mengambil gantungan kuncinya.

Zuya meluhat siluet George yang tengah di kerumuni para siswi yang bertubuh lebih besar darinya.

Mata Zuya membelalak. "George di bully?!"

Dia segera mendekat, dan membawa George pergi dari sana. Berlari meninggalkan para murid yang menatap mereka bingung.

Berlarian sepanjang lorong sekolah tentu akan membuat Zuya lelah. Sedangkan George di belakangnya, hanya mengikuti arah kemana Cuya-nya membawanya.

Senyumnya tak bisa tak Ia tahan. Telinganya memerah menatap tangannya yang di genggam Zuya.

Hatinya menghangat.

Mereka berhenti di taman. Zuya menyuruhnya duduk. Sedangkan Zuya sendiri berdiri dengan nafas yang masih belum teratur.

"Kamu kok diem aja di bully gitu?"

Zuya menatap George sedih. Mungkin Dia juga lemah. Seperti dirinya yang dulu juha sering di bully dengan alasan bahwa Dia tidak bersekolah.

Zuya berfikir keras. Mengapa Orang sebaik George di bully? Lantas mengapa juga George di bully? Padahal kan Dia sekolah? Benar kan?

"Di bully?"

Zuya mengangguk mendengar pengulangan kata dari George. Melihat George yang tiba-tiba menundukkan kepala membuat Zuya panik.

Dia paham, George pasti merasa sedih. Jadi Dia menepuk-nepuk bahu George pelan untuk menenangkan.

Seandainya Dia tahu kalau George malah tersenyum lebar hingga menutupi wajahnya. Mungkin Zuya tak perlu repot-repot menenangkan George.

Tangannya beralih mengusapi punggung George. "George jangan sedih ya. Kalo Kamu ngga ada temen. Aku mau kok jadi temen Kamu."

George makin tak bisa menahannya. Bahunya bergetar menahan tawa akan kelucuan yang di perbuat Zuya di hadapannya.

Zuya ingin menangis. Merasa nasibnya dan George sama. Dulu saat di bully juga, Dia sering menangis di kamar kos-nya.

Sendirian, tanpa ada teman. Dari pada itu, Dia tak ingin George merasakan hal yang sama. Jadi Dia akan menjadi teman George mulai sekarang.

Azura (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang