..
Zuya mendorong mundur Declan.
"Kamu ngomong apa sih?" Tepisnya.
Dia mundur dan meninggalkan Declan. Niatnya, sayang sekali Declan terlalu tanggap untuk hal ini.
"Zuya ... apa yang Kamu sembunyiin dari Aku?"
"Emang lo siapa?"
George memeluk perut Zuya dari belakang. Menaruh kepalanya di bahu Zuya untuk saling berhadapan dengam Declan.
Entah sejak kapan remaja itu datang. Declan mengernyit sebal atas kehadiran George.
Kekesalannya kemarin saat Zuya memilih pergi bersama Callian, dan sekarang ada George yang mengganggu mereka.
Declan jadi merasa segalanya menjadi tak berjalan baik.
"Bukan urusan Lo." Declan menjawab dengan sinis.
George memiringkan kepalanya. Hingga wajahnya dan Zuya hampir menempel.
"Pacar mu emang?"
Zuya melotot. "Hah?! ... bukan!" Dia menggeleng panik dan menatap George dengan wajah yang terkejut.
George tertawa. "Yaudah, yuk. Ke parkiran."
"Tunggu!" Declan mendekat pada Zuya.
"Kamu belum jawab pertanyaan Aku, Zuya."
George melihatnya. Tak menyukai bagaimana cara Declan memaksa komunikasi searah bersama Zuya.
George tak memusingkan ocehan Declan. Lebih memilih menutup kedua telinga Zuya untuk tak mendengar segala omong kosong dari mulut Declan.
Ketika mobil mewah milik Zuya terparkir di halaman. George segera menuntunnya pergi menuju kendaraan tersebut.
Hingga saat Zuya masuk dan menatapnya khawatir. George hanya tersenyum dan mengusap kelopak mata Zuya.
"Jangan di hirau-in ya, Aku takut nanti Dia apa-apain Kamu. Kalo Kamu di bully lagi gimana?"
Itu kata Zuya. George menertawakan kelucuan dari kepala negatif milik Zuya.
Ketika Zuya pergi bersama mobilnya. Dia menghadap kemana Declan hendak pergi bersama laki-laki yang sekiranya tingginya sama seperti Zuya.
"Mau kemana Lu?"
Declan menghentikan langkahnya. Dia menoleh dan segera terjatuh saat kepalan tangan mendarat di pipinya.
"Maksud Lo apa?!" Declan berteriak marah.
Murid yang tadi mengikuti Declan pun maju, membantunya berdiri.
"Maksud gue? Ya ini. Mukul lu, apa lagi?"
Declan maju. Hendak memukul George yang pastinya lebih gesit darinya. "Maksud lu mukul gue apa!? Lu siapa berani-beraninya mukul gu-"
Sebelum menyelesaikan ujarannya. Tubuhnya terlebih dulu di tendang. George berdiri menjulang di hadapan Declan yang terduduk kesakitan.
Dengan Fino yang terus membantunya untuk mencoba berdiri.
"Ngga usah berisik. Kalo gue sekali lagi, liat lu Orang gangguin punya gue, kalian hangus di tangan gue."
George pergi dari sana. Meninggalkan kesunyian dengan deru nafas kencang dari Declan.
Fino terdiam di sana. Dia tak ingin ikut masalah ini. Dia tak mau berurusan dengan George. Karna Dia tak ingin berada dalam bahaya.
Seperti rumor-rumor yang di percayai sebagai fakta. Bahwa George amat berbahaya.
Layaknya leopard. George tak akn berhenti sampaj mangsanya berhenti di dalam mulutnya. Itu menyeramkan.
Bahkan jika Dia mau, George sempat beberapa kali menghilangkan jejak satu keluarga bersama akar-akarnya. Menjadi hilang dan tak terganggu.
Fino menghela nafas. "Udah lan, jangan cari masalah sama George."
Dia yang dari tadi membantu di tepis. Menatapnya tajam sembari mencengkram lengan Fino hingga kesakitan.
"Udah gue bilang, si Zuya. Mirip sama Orang yang gue kenal!"
Cengkramannya di lepas, dengannya mendorong Fino hingga terjatuh.
"Siapa? ... siapa yang mirip siapa?"
Fino berdiri. "Kalo emang Dia mirip cowo lu.yang ketabrak. Jelas-jelas mata kita aja waktu itu liat. Dia sekarat. 5 detik setelah kita pergi aja. Harusnya Dia udah mati."
Declan menunduk. Sebelum mengangkat kepalanya dan mencengkram dagu Fino hingga berdarah.
Mendorongnya menabrak tembok.
"Kalo aja waktu itu lu ngga ada! Zoya ngga bakal pergi bajingan!" Teriaknya.
Menyalahkan hal yang harusnya Dia ketahui itu salahnya sendiri.
Fino melongo tak percaya. Ucapan tak masuk akal itu membuatnya tertawa miris.
"Gue waktu itu udah bilang ke elu buat bantuin Dia! Elu nya yang ngga mau turun!"
Wajah Declan memerah. Marah dan jengkel.
"Sebelum itu! Salah lu juga! Lu ngegoda gue!"
Fino menamparnya setelah Declan mengatakan itu.
"Lu juga kegoda. Gue cuma menawarkan diri. Semenjak cowo lu show up di kaca mobil. Gue udah bilang ke elu Declan."
Fino menangis pada akhirnya. Setahun ini mencoba untuk menahan segala keresahan serta rasa bersalah yang menumpuk dalam batinnya.
Mimpi buruk yang selalu datang dan ancaman dari Declan tentang kecelakaan. Membuatnya merasa amat di rugikan.
Meskipun pada dasarnya. Dia bahkan tak tahu, mengapa rasanya begitu familiar saat pertama kali melihat Azura.
Ketika matanya bertemu pandang dengan Zuya untuk pertama kali di kantin. Dia merasakan jantungnya berdetak lebih cepat.
Memacu ingatannya kembali ke kecelakaan yang tak ingin Ia ingat-ingat lagi sebagai mimpi buruk.
Kala itu makan saja rasanya sulit baginya. Apa lagi tidur.
"Lu yang bawa gue Declan." Suara Fino bergetar.
"Kalo aja gue tau kejadiannya malah bikin nyawa orang ilang. Gue lebih milih langsung keluar dari mobil."
Fino menunduk memandangi lantai dengan pipi yang basah.
"Even, gue yang bakal ketabrak. Seenggaknya gue ngga jatuh di lubang hitam sampe tenggelem kaya gini."
Declan sedari awal hanya diam. Sela kukunya yang terdapat darah Fino Ia pandangi.
"Zoya, pacar lu yang uda ngga ada, selain Dia di sakitin sama kita. Dia malah harus meninggal secara tragis. Bahkan saat Dia minta tolong, kita ngga kasih."
Fino memukuli dada Declan. "Lo ngrasa bersalah ngga sih! Hah!? Semua ini gara-gara kita Declan!"
Tapi Declan tak menjawabnya. Membiarkan Fino untuk bersandar di tubuhnya dengan tangisan.
"Yang udah berlalu- biarlah berlalu Lan, tolong jangan bawa-bawa Zuya. Gue takut kajadian itu keulang lagi."
Declan lagi-lagi hanya diam tak menjawab. Sekiranya menangkan pun tak Ia lakukan.
Declan terpaku pada pikirannya. Bisakah Ia melupakan Zoya?
Bisakah Ia melepaskan Zoya?
Bahkan Ia masih sering mengunjungi kamar sewa Zoya untuk mengobati rasa rindunya.
Dia rindu Zoya ... Dia ingin, Zoya-nya kembali seperti semula. Dan kembali ke pelukannya.
..
![](https://img.wattpad.com/cover/356984226-288-k129053.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Azura (End)
RandomUntuk menyadari betapa bodoh dirinya. Ia merelakan kehidupan pertamanya dan Kembali hidup di kemudian hari. Tapi anehnya. Dia masih lemah juga. -Tidak di peruntukan bagi yang masih di bawah umur. -Bijak dalam mencari buku yang akan di baca sesuai...