Bukan Inginku

74 7 8
                                    

Siang ini seperti biasa, Aku dan Hasna tengah menikmati waktu istirahat kami hanya dengan berdiam diri di kelas. Kami merupakan temen sekelas sejak kelas sepuluh, tetapi dulu kami tidak sedekat ini.

Hasna Putri Lestari, nama yang cantik seperti wajahnya, ia adalah gadis yang pintar, memiliki rambut yang indah dan senyumnya sungguh manis, ia juga memiliki banyak teman.

Pada kenaikan kelas lalu, ia tidak mendapat kesempatan satu kelas dengan teman satu grupnya, itu sebabnya ia disini denganku duduk di bangku yang sama.

Sedangkan aku?

Aku hanya seorang siswi pendiam dan tidak terlalu banyak memiliki teman, Hasna ingin berteman denganku saja aku sudah sangat senang.

Lihat saja wajahku tidak cantik, rambutku hitam bergelombang, dan yang membuatku sangat sedih adalah tubuhku mungil alias tidak tinggi. Oke... stop! Susah sekali berhenti membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Hobby yang aneh mungkin.

Saat ini kami sedang menyantap bekal masing-masing yang kami bawa dari rumah. Aku memang selalu membawa bekal, selain hemat ibu juga sering melarangku untuk membeli maknan di luar, katanya takut tidak sehat. Berlebihan, pikirku. Sedangkan Hasna terlalu malas untuk pergi ke kantin yang jaraknya sedikit jauh dari kelas kami.

Kulihat kotak bekal Hasna sudah kosong dan saat ini ia sedang melanjutkan tugas geografi yng tadi belum sempat selesai. Rajin sekali, pikirku lagi. Padahal Bu Sulastri selaku guru geografi yang mengajar kelas kami bilang untuk melanjutkan tugas itu di rumah. Tapi aku yakin Hasna telah menyelesaikan tugas itu sebelum tiba di rumah.

"Ayra, Aku ingin ke toilet," Ucapnya tiba-tiba. Aku hanya melirik sekilas dan mengangguk, lalu kembali menyibukkan diri dengan santapan lezat yang sedari tadi belum juga habis.

"Temani aku, Ra. Ayo!"

"Kamu tidak lihat aku sedang makan? Setidaknya aku habiskan makanku dulu" jawabku sambil terburu-buru menghabiskan bekal yang tinggal sedikit lagi.

"Cepat, Ra! Kenapa kamu makan terus?! aku saja bisa makan hanya sedikit!" Balasnya dengan suara yang lebih tinggi satu oktaf. Kenapa jadi marah-marah coba? Pikirku bingung, menunggu sebentar apa tidak bisa?

"Ya sudah, ayo." Jawabku pada akhirnya.

Selalu seperti ini, jadi orang pendiam dan selalu mengikuti kemauan orang lain itu capek. Iya ... capek batin, capek fisik juga.

Ingin rasanya protes, tapi aku bisa apa? Bukan hanya sekali aku dipaksa melakukan hal yang bertentangan dengan hati dan kemauanku. Contohnya seperti ketika Hasna sering menyabotase handphoneku untuk mengerjakan tugas padahal aku juga ingin memakainya. Hasna juga suka marah ketika nilaiku lebih tinggi darinya. Dan masih ada beberapa hal lain yang bahkan terlalu malas untuk kuingat.

Bodoh ... ya, aku juga bertanya-tanya kenapa bisa sebodoh ini.

Aku ingin berubah, aku tidak ingin seperti ini terus. Tapi hatiku masih belum kuat unuk memberontak.

Aku bisa apa?

Saat kelas sepuluh setahun yang lalu, aku hanya seorang murid biasa yang bahkan tidak mempunyai teman sama sekali. Tidak mempunyai teman duduk, karena memang kebetulan yang sangat sial kelasku berjumlah ganjil. Aku tidak mempunyai teman untuk di ajak mengerjakan tugas kelompok, jadi setiap ada tugas berkelompok aku selalu menunggu sisa kelompok yang anggotanya masih kurang, yaa jelas pasti identik dengan orang-orang malas. Sebut saja kelomok buangan.

Aku rasa keberadaanku di sekolah ini tak ubahnya seperti hantu-hantu yang berkeliaran di sekolah ini. Aku ada namun tidak terlihat.

Bahkan untuk pergi ke kantin pun aku terlalu malas, alasannya tentu saja tidak ada yang mau menemaniku. Menyedihkan!

Kenapa tidak mencari teman?

Simple. Aku merasa tidak nyaman dengan teman satu kelasku. Mereka juga masa bodoh dengan keberadaanku.

Yeah ... siapa juga yang ingin berteman dengan cewek pendiam yang membosankan sepertiku?

Sebenarnya menjadi seorang pendiam itu menyengkan, tapi jika di singkirkan dari pergaulan bahkan tidak mempunyai teman sama sekali itu yang menyedihkan. Hiks ... sedih.

Semenjak kenaikan kelas sebulan yang lalu aku mencoba untuk merubah diriku, mencoba bergaul dan mencari teman. Ada beberapa orang yang ku kenal di kelas yang baru ini, tapi percuma... bahkan tidak ada satu orangpun yang dekat denganku.

Akhirnya Hasna lah teman sebangku yang mungkin sedang terkena sial datang terlambat dan mengharuskan ia duduk denganku. Karena hanya tersisa satu bangku kosong, yaitu di sampingku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang