BAB 1 : "RUANG LITERASI"

20 3 2
                                    

••••

"TADI bu Imas membahas tentang apa?” tanyaku pada Diandra, gadis ambisius bertubuh kecil dengan mata bulat. Dia teman sekelasku selama dua tahun, hingga akhirnya kami berpisah kelas di tahun ajaran terakhir.

Diandra melirikku sebentar lalu kembali fokus melihat-lihat beranda facebook di komputer. “Masih melanjutkan bab kemarin, siapkan saja pertanyaan untuk beliau, jika kamu tidak ingin ditanya lebih dulu.” Mendengar itu, aku hanya diam, paham akan tabi’at guru bahasa inggris sekaligus wali kelas 3A itu. 

Sama-sama duduk di depan komputer, hanya saja aku memutar tubuh menghadap ke arahnya bersandar ke punggungan kursi. Kuperhatikan setiap pergerakkan dia yang seolah ada papan peringatan bertuliskan ‘jangan ganggu aku!’ di sekitarnya.

“Ahh … membosankan!” Hampir lima menit berlalu, Diandra membuka suara seraya kulihat dia meregangkan tubuh yang sejak bel istirahat berbunyi dan memasuki ruang literasi, posisinya tidak berubah sama sekali. Badan yang hanya tulang itu pasti kaku, pikirku. “Kau mau ke kantin?” lanjutnya sambil berlalu dan merebah di karpet biru yang memang disediakan di ruangan tersebut.

Aku ikut tiduran di sebelahnya, menjadikan plafon putih sebagai fokus utama sebelum menjawab, “Tidak, di sana pasti penuh. Kita tunggu Reta saja.” Tak ada sahutan, aku mengubah posisi menjadi berbaring menghadap Diandra seraya menopang kepala dengan satu tangan. “Tapi kalau kamu mau, ayo.”

“Aku juga berpikiran sama. Lebih baik kita di sini.” Syukurlah, memang jawaban itu yang ku mau. Aku kembali telentang seperti posisi awal. Hening, tidak ada lagi yang berniat mencari topik obrolan, kami tenggelam dalam pikiran masing-masing. 

Ah, sebelumnya aku akan menjelaskan dulu padamu tentang asal-usul ruang literasi agar kau mendapat bayangan saat aku bercerita tentang ini. 

Ada organisasi baru di akhir tahun 2016—saat itu aku baru kelas dua, mendengar kegiatannya hanya membaca, menulis, dan mereview buku, aku yang memang merupakan STO alias Siswa Tanpa Organisasi langsung tertarik dan mati-matian membujuk Diandra untuk ikut seleksi yang akan diadakan di ruang pertemuan waktu istirahat pertama. Dari beberapa siswa yang daftar, hanya sepuluh yang dipilih, aku dan Diandra salah satunya. Untung saja, karena sudah kesepakatan dari awal, jika temanku itu tidak masuk, aku akan mengundurkan diri pun sebaliknya. 

Hingga, tepatnya pada 19 Desember 2016 sebagai perwakilan Kota Banjar dari sekolahku, aku, Diandra dan Kak Bambang—kakak kelasku waktu itu menghadiri acara launching West Java Leader Reading Challenge (WJLRC) di Bandung. Jika, kamu juga mendatangi acara itu dan bertemu dengan siswi penjaga stan berkostum peri gelis (gerakan literasi) dari daur ulang warna hijau, hey, itu aku!

Ruang literasi dibuat khusus untuk anggota WJLRC menyelesaikan tantangan dari pemerintah Jabar menyetorkan buku bacaan ke pusat minimal tiga buku sebulan. Selebihnya, dijadikan tempat berkumpul anak-anak yang ikut organisasi ini. Posisinya juga strategis, berada di tengah-tengah sekolah menghadap lapangan utama, dihimpit perpustakaan dan lorong dekat kelas 3A. Ruangan berukuran kurang lebih sepuluh kali lima meter bercat hijau itu, berisi tiga komputer, lalu di sebelah kiri terdapat rak bambu untuk buku, di arah berlawanan ada tempat untuk menyimpan map anggota dan di dekat pintu masuk terdapat dua meja pembimbing dan satu lemari kayu. Ah iya, jangan lupakan karpet biru sebagai alasnya, kau harus tau, itu tempat ternyaman untuk tidur, hehe.

Setelah launching, WJLRC merekrut anggota baru, Mareta ada di antara mereka, nanti akan kuceritakan juga tentang dia. Jumlah tepatnya aku sudah lupa, yang kuingat pada saat itu, organisasi baru ini adalah yang paling disorot oleh para guru di sekolahku. Itu sangat menguntungkan untukku pribadi, salah satunya menjadi semakin dekat dengan semua guru, termasuk yang tidak mengajar di kelasku. Karena menyelesaikan semua tantangan, aku dan yang lain pergi jambore literasi di Kiara Payung, kalau tidak salah tanggal 1 sampai 3 November 2017. Setelah itu, ruangan literasi hanya dipakai untuk bersantai dan bermain komputer olehku dan beberapa anak yang memang sebelumnya aktif di organisasi ini.

VMJNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang