Orang gila.
Seumur hidupnya, Solar tidak pernah menyangka dia akan divonis penyakit mematikan yang tidak bisa disembuhkan. Alias, hanya bisa berpasrah dan berdoa untuk yang terbaik. Dia mengusap wajahnya kasar, tidak tahu harus bagaimana memberitahu berita ini kepada keluarganya.
Usia pernikahannya masih dini, anaknya masih berusia lima tahun, dan istrinya sedang hamil besar. Bagaimana bisa di tengah kegembiraan yang akan menyambut Solar malah membawakan berita tidak enak?
Solar akui, dia menyesal. Dia menyesal karena bekerja terlalu berlebihan untuk menghindari istrinya dulu, dia menyesal karena hidup dengan buruk ketika bertengkar dengan istrinya dulu, dia menyesal karena memilih untuk melanjutkan stresnya dibandingkan bangkit untuk olahraga atau ke psikologi. Dia menyesal, karena gaya hidupnya yang dulu lah yang membawa dia kepada penyakit ini.
Rautnya terlihat sedih, bingung, gundah. Dia tidak mau menghancurkan kebahagiaan keluarga kecilnya dengan satu kalimat penuh kesedihan yang ia lontarkan. "Hah...." Dia menghela napas penuh kefrustrasian. Katakanlah sekarang dia stres, duduk di toilet rumah sakit tanpa melakukan apa-apa.
"...." Dia merogoh kantongnya untuk mengambil ponselnya, lalu matanya melirik kepada kontak yang muncul paling atas ketika dia membuka aplikasi chatting atau telepon.
"Oke, latihan dulu." Dengan sebuah hasil lab yang dia pegang di tangan, Solar keluar dari kamar mandi dan menatap kaca kamar mandi, dia membuat raut serius sebelum latihan.
"Halo, [Name]. Aku mau ngomong serius," Dia menampilkan sorot mata penuh keyakinan di depan kaca, menganggap seolah-olah kaca itu adalah istrinya. "Huh...." Sebelum melanjutkan, dia menjeda sebentar untuk mengambil napas, lalu membuat senyum simpul di kaca.
"[Name], aku divonis penyakit jantung."
______
11 November 2006
"Selamat, ya, Solar! Cie sekarang jadi Papi dua anak. Cie jadi Daddy's girl. Ntar kalo ada apa-apa panggil gue aja ya, Lar. Gue udah pro banget jadi Daddy's girl." Blaze merangkul Solar, memberi sebuah energi positif untuk adiknya yang saat ini (dia tahu) sedang pusing sendiri.
Bayangkan saja, tanggal 1 Oktober dia divonis penyakit mematikan lalu pada tanggal 11 November dia menjadi ayah dari dua anak. Kalau Blaze di posisi Solar, dia bisa gila.
"Btw [Name] masih belum tau, ya?" Solar menggelengkan kepalanya, "Gue belum ada nyali buat ngasih tau, Bang. Apalagi [Name] lagi hamil, gue takut pas gue ngasih tau dia malah stres. Itu sih yang gue takutin."
Benar, sulit untuk memberitahu. Apalagi saat ini kondisinya [Name] sedang mengandung. [Name] orangnya cukup sensitif dan mudah kepikiran. Dia tipe orang yang memiliki rasa khawatir berlebihan. Oleh karena itu, lebih baik jangan beritahu [Name] terlebih dahulu. Ini sudah direncanakan oleh satu keluarga besar Solar, keputusan ini mereka ambil dengan sangat hati-hati. Alias, dalam segala rahasia Solar, ada keluarga besar Solar yang ikut andil.
"Sekarang anak kedua lo udah lahir, lo mau ngasih tau [Name]?" Mendengar pertanyaan Blaze, Solar menggelengkan kepalanya.
"Nggak, gue tetep gak bakal kasih tau."
Blaze mengangguk mengerti. Blaze setuju dengan ucapan Solar tadi. [Name] baru kelar melahirkan, dia butuh memberikan asupan ASI kepada anaknya. Kalau semisal [Name] stress karena kabar ini, bisa-bisa ASI-nya tidak keluar, lalu kebutuhan anaknya tak terpenuhi. Bisa juga ia malah fokus pada dirinya sendiri sampai anak keduanya tidak diurusi.
"Terus lo bakal kasih tau keluarga lo kapan?"
"... Nggak tau. Biar waktu yang menjawab aja."
Jawaban Solar tadi mampu membuat Blaze geleng-geleng kepala. "Doa yang terbaik buat lo. Lo nggak apa-apa tapinya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Untukmu, Kasihku [√]
FanfictionSOLAR: WHO WILL TELL THEM? [Solar x Reader] Di umurnya yang tergolong muda ini, Solar diberi cobaan (sekali lagi) oleh Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, dia langsung mempersiapkan segalanya; yang malah mengundang unsur kesalahpahaman selama bertahu...