Sinar matahari sore menembus jendela kamar bernuansa kayu tersebut. Kamar itu begitu sunyi sehingga seseorang dapat dengan mudah mendengar jatuhnya jarum di atas lantai. Bunyi detik jam yang sering kali diabaikan kini terdengar jelas di tengah-tengah keheningan, begitu juga dengan hembusan pendingin ruangan yang halus dan lembut.
Sebuah ranjang pasien diletakkan di tengah ruangan dengan punggung ranjang menempel pada dinding. Pada sisi bagian kanannya, terdapat tiang infus dan meja kayu berisi obat-obatan. Seorang wanita dengan pakaian perawat berdiri di samping ranjang tersebut, mencatat sesuatu pada papan kayunya tentang kondisi pasien mereka yang tengah berbaring tak sadarkan diri di atas ranjang.
Wanita itu sibuk menulis saat ujung matanya menangkap adanya pergerakan dari sang pasien--kedua kelopak matanya perlahan membuka. Perawat tersebut mendelik dan segera berlari ke pintu kamar untuk memanggil dokter.
Tak lama kemudian, seorang dokter pria dengan jas lab putih memasuki kamar rawat dan mulai memeriksa keadaan pasien mereka dengan sang perawat berdiri di sebelahnya. Pasien tersebut bersusah payah untuk terus membuka matanya ketika pada akhirnya kembali mengatup rapat.
"Tolong segera hubungi Bu Erika," kata sang dokter pada perawatnya.
◇
Satya nyaris tidak dapat merasakan perutnya, atau lebih tepatnya, tubuhnya sendiri. Dia kurang tahu kapan terakhir kali dia mengisi lambungnya dengan makanan. Dua hari? Tiga? Kemungkinan bahkan jauh lebih lama dari itu. Segala pengetahuan dia tentang waktu menjadi kabur ketika semua yang dilihatnya hanyalah kegelapan pekat.
Satya yakin dia telah kehilangan kesadarannya beberapa kali di gudang tersebut, namun dia tidak tahu pasti kapan dia tengah terjaga dan kapan dia larut ke dalam jurang yang dinamakan mimpi. Pada awalnya, dia dapat membedakannya melalui rasa sakit yang menguasai tubuhnya. Ketika dia sedang dalam keadaan terjaga, semuanya akan terasa sangat menyiksa--rasa sakit yang nyaris membutakan. Sedangkan ketika dia pingsan, penderitaan itu tidak mengganggunya.
Akan tetapi, berada di dalam ruangan kecil gelap dengan udara yang sangat minim selama waktu yang cukup panjang, otak Satya secara tak sadar mulai memprogram dirinya untuk menumpulkan semua syaraf yang memperingatkan rasa sakit.
Karena itulah, Satya tidak dapat 'merasakan' tubuhnya. Dia seakan terpisah dari penjara mengerikan yang dinamakan 'tubuh'. Hal ini sudah mencapai tahap di mana dia tidak mengerti lagi mana yang mimpi dan mana yang nyata. Beberapa adegan yang barangkali terjadi setelahnya tampak kabur. Sebagian besar disebabkan adanya situasi yang terlalu mustahil untuk terjadi.
Entah bagaimana, Jayan berada di dekatnya. Raut wajah lelaki itu menampilkan kekhawatiran yang bercampur dengan ketidakpercayaan. Jayan mengatakan sesuatu, namun Satya tidak terlalu menangkapnya karena dia masih kesulitan membedakan apakah dia sedang bermimpi atau tidak.
Jika itu adalah mimpi, maka dia tidak perlu membalas ucapannya. Jika itu adalah mimpi, lantas fenomena itu akan jauh lebih masuk akal.
Tidak ada yang seharusnya menyaksikannya dalam kondisi seperti itu, bahkan sahabatnya sendiri. Meskipun terkadang, Satya mendapati dirinya bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika orang luar tahu, tentang keadaan keluarganya; tentang apa yang terjadi di balik tirai. Hanya saja, lebih dari siapa pun, dia juga tahu resiko besar yang akan mengikutinya.
Indra pendengaran Satya aktif lebih dulu sebab dia menyadari masuknya gelombang suara ke telinganya saat kegelapan masih meliputi penglihatan. Dia tidak dapat lagi merasakan sensasi familiar masker pernapasan di depan mulutnya seperti kala dia pertama kali siuman. Dia ingat melihat wajah Dokter Pram dan perawatnya sebelum kembali pingsan. Hal tersebut hanya berarti satu hal, yaitu bahwa dia telah dibawa ke rumah Dokter Pram, dokter pribadi keluarga Dirgata.
![](https://img.wattpad.com/cover/306860588-288-k601839.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
To the Moon and Back [END]
FanfictionSatya adalah putra sulung dan murid yang sempurna. Tidak mengherankan bahwa banyak yang ingin menjadi seberuntung dirinya. Akan tetapi, Narami menyadari ada sesuatu yang Satya sembunyikan saat dia menyaksikan lelaki itu hendak melakukan tindakan men...