:My Perfect Girl

527 10 0
                                    

Mata indah yang selama ini hanya bisa di tatap Lingga dari kejauhan, sekarang perlahan mulai mendekat. Gadis cantik itu seharusnya telah lama menjadi kekasih hatinya. Tapi sayang, karena Lingga terkenal sebagai cowok pendiam dan pemalu, ia tak berani mendekati Jingga.

Jingga, gadis yang selama bertahun-tahun di impikan oleh Lingga ini adalah putri seorang konglomerat di kota itu. Tak hanya anak konglomerat, ia juga cantik, baik, pintar, bahkan, ia sangat ramah pada orang-orang yang di kenalnya.
Itulah yang membuat Jingga menjadi primadona di kampusnya. Banyak pria yang berusaha mendapatkan hatinya. Tapi sayang, tak ada satupun yang bisa mendapatkan hati Jingga.

Lingga tak henti-hentinya memuja kecantikan Jingga dari kejauhan. Matanya tak pernah berpaling menatap gadis cantik yang tengah duduk di bawah pohon yang berada di taman Universitas itu. Bahkan, sesekali matanya dan mata Jingga bertatapan. Lingga tersipu malu, sedangkan Jingga hanya tersenyum manis sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Andai aku bisa mendapatkan bidadari cantik itu, mungkin hidupku akan sempurna," gumam Lingga pelan, sambil mengusap-usap dadanya yang terasa sesak karena mengingat dirinya hanya penjual ayam bakar di tepi jalan, dekat kampus Jingga.

"Kalau mimpi jangan ketinggian, Ga. Ntar kalau jatuh kamu bisa langsung mati," tegur paman Lingga, yang tak sengaja mendengar gumamannya.

Lingga hanya diam, kepalanya terus memikirkan perkataan sang paman, yang selalu menemaninya jualan. Lingga hanyalah perantau yang berusaha mengadu nasib di kota besar, berharap kehidupannya berubah. Ia membuka lapak dagang bersama pamannya.

"Mas, pesan satu porsi ya!"

"Iya mbak," jawab Lingga. Ia menyiapkan pesanan yang di pesan oleh pelanggan pertamanya hari ini.
Betapa kagetnya ia ketika melihat siapa yang memesan tadi. Kakinya gemetaran, mulutnya menganga. Ternyata yang memesan Jingga. Walaupun Jingga duduk membelakangi Lingga, Lingga hafal dengan bentuk tubuh primadona kampus itu.

"Kalau kamu mangap terus, tuh ayam bakalan mandi, Ga. Udah, buruan antar ke pelanggan." Lingga tersadar dari lamunannya. Benar juga apa yang di ucapkan paman, jika ia terus mangap, bisa-bisa air liurnya menetes ke makanan Jingga.

Dengan kaki yang gemetaran, Lingga melangkah mendekati Jingga yang duduk di meja paling pojok, menunggu makanan yang ia pesan.

"Nona Agnesia Jingga Alexandra?" sapa seseorang yang berpakaian sangat rapi, kemeja putih dengan balutan jas berwarna biru tua. Laki-laki itu terlihat sangat gagah.

"Iya, saya sendiri! Ada apa ya?" Jingga berdiri dan menjawab sapaan laki-laki tersebut. Bahkan Jingga memersilahkan orang itu duduk dengan ramah.

"Gadis yang sempurna untuk di jadikan pasangan hidup," batin Lingga. Ia meletakkan makanan dan minuman di hadapan Jingga sambil tersenyum manis. Dan Jingga membalas senyumannya dengan senyum termanis yang pernah ia lihat.

Entah apa yang di bicarakan Jingga dengan pria tersebut. Wajah mereka sangat serius ketika berbicara. Sesekali Lingga mencuri pandang kepada Jingga. Bahkan, Jingga selalu menangkap basah. Seakan Jingga selalu menatapnya.

"Uangnya saya letakkan disini ya pak," ucap Jingga, lalu pergi dengan pria tadi.

Lama Lingga memandang kepergian wanita pujaannya itu, berharap wanita itu berlari kedalam pelukannya. Tidak salah dong ia jatuh cinta kepada wanita cantik yang sekarang telah menghilang dari pandangannya. Jika ia bisa menjadikan Jingga sebagai istrinya, pasti ia akan jadi laki-laki paling beruntung di dunia. Tapi, apa mungkin seorang Lingga Dimitri bersanding dengan Agnesia Jingga Alexandra? Putri tunggal dari pengusaha kaya di kota ini. Apa mungkin keluarga Jingga menerima keadaannya? Dan memberikan putri tunggalnya kepada dia. Yang notabene hanya seorang pedagang ayam bakar di pinggir jalan.

"Harus bisa," ucap Lingga.

My Perfect GirlWhere stories live. Discover now