Part 3

275 8 0
                                    

"Berhentilah menatap ku dengan tatapan mesummu itu kak, kau membuatku risih," ucap Jingga terlihat kesal.

"Ada apa denganmu gadis kecilku? Semenjak bertemu kemarin, kau selalu bersikap jutek padaku," tanya seseorang yang sedang berjalan dengan Jingga. Terlihat di tangannya menentang tas belanjaan. Sepertinya mereka habis berbelanja.

"Aku sudah besar kak, jangan memanggil ku gadis kecil lagi. Dan kau harus cepat-cepat mencari istri, ingatlah umur mu sudah tidak muda lagi. Alias bangkotan." Jingga menarik hidung seseorang yang di panggilannya kakak.

"Hei! Seenaknya saja kau menyebutku bangkotan. Bahkan, kau bisa ku buat sekarat di atas ranjang," bela laki-laki itu, lalu mendaratkan sebuah kecupan hangat di bibir mungil Jingga.

"Kak Nugiiiiiii ...," teriak Jingga sambil memukul-mukul pundak Nugi.

Mereka melanjutkan acara sore itu dengan makan malam. Jingga terlihat sangat manja dengan Nugi. Bahkan, ia bisa melupakan pikirannya tentang Lingga, yang selama ini tidak pernah lepas dari pikirannya.

"Andai saja kau tidak menganggap ku sebagai kakak mu, mungkin sekarang kau sudah ku jadikan pacar," gumam Nugi sambil melirik ke arah Jingga yang tengah asyik menyantap ice cream yang di belikannya. "Besok kau kuliah Jing?" Tanyanya kemudian.

Jingga hanya mengangguk pelan, ia tau maksud dari pertanyaan Nugi. Pasti ujung-ujungnya ia akan menawarkan diri untuk mengantar jemput dirinya kuliah. Dan ia juga gak tidak punya alasan untuk menolak.

Hari semakin malam, mereka berdua memutuskan untuk pulang. Setelah mengantar Jingga sampai rumah, Nugi pulang menuju apartemen mewah miliknya. Apartemen itu sangat besar untuk di tinggalinya sendiri. Dengan teras yang menghadap langsung ke laut, ada mini bar yang bersebelahan dengan tangga menuju kamarnya.

Ia ingin sekali mengajak seseorang tinggal bersamanya, agar ia tidak kesepian. Bahkan, sempat ia berpikir ingin mengajak Jingga tinggal bersamanya. Orang tua Jingga pasti tidak akan keberatan, mengingat ia dan Jingga tumbuh bersama.

Tanpa Jingga sadari, ternyata selama ini Nugi menaruh hati padanya. Waktu itu Jingga masih berumur lima belas tahun, dari situlah muncul perasaan suka. Nugi sempat berpikir bahwa ia seorang pedofil. Karena ia menyukai gadis kecil dan ingin menyentuh seluruh lekuk tubuh mungil Jingga.

Ia sempat frustasi dan memilih pergi ke New York, sebelum ia benar-benar melakukan tindak asusila kepada gadis bermata dan berambut coklat tersebut.

Semenjak itu ia tidak pernah menghubungi Jingga lagi. Bahkan, Jingga sempat berpikir bahwa Nugi keluar negeri karena menikah. Jingga sempat sedih karena kepergian Nugi yang tiba-tiba.

***

Lingga masih termenung meratapi nasibnya yang selalu apes menjalani kehidupan. Mulai dari percintaannya yang tak tau arah dan tujuan. Seandainya ia berani, mungkin cerita cintanya takkan seperti daun yang selalu tertiup angin.

"Oh Jingga ... menikahlah denganku," teriak Lingga sekencang-kencangnya, gak akan ada orang yang mendengarkan teriakannya. Kalaupun ada, pasti orang-orang mengiranya kuntilanak atau genderuwo yang tengah berpesta miras di atas genteng.

"Hoiiii ....!" Teriak Ari mengagetkan mereka berdua. Lingga dan dirinya sendiri tentunya. Karena teriakan Lingga melebihi ambang batas kenormalan. Bahkan, Lingga hampir saja jatuh dari atap rumah kontrakan miliknya.

"Lo mau bunuh gua, Ri?" Teriak Lingga di telinga Ari. Sang empunya telinga cuma meringis kesakitan.

"Ya maaf, niat gua kan gak kayak gini awalnya," ucap Ari bersalah. Ia tau bahwa, ia benar-benar salah.

"Ngapain lo malam-malam kesini?" Tanya Lingga, masih dengan tampang oonnya yang memikirkan wajah cantik Jingga.

"Gua tadi liat Jingga sama laki-laki lain di salah satu pusat perbelanjaan ternama di kota ini, mereka mesra banget," ucap Ari memasang tampang serius.

"Serius lo?" Tanya Lingga mengagetkan Ari.

Ari mengangguk-anggukan kepalanya seperti anak kecil yang ingin di belikan permen oleh orang tuanya dengan terpaksa. Nyalinya ciut ketika melihat wajah Lingga yang seketika berubah menahan marah dan cemburu.

Ari berusaha menenangkan Lingga dari amarahnya. Takut-takut kalau Lingga nekat loncat dari atap rumah karena marah mendengar kabar berita yang ia sampaikan.

"Badai pasti berlalu," ucap Lingga pesimis.

Ari yang mendengar ucapan Lingga hanya dapat garuk-garuk kepala. Apa hubungannya Jingga jalan sama cowok lain dan badai? Jangan-jangan Lingga benar-benar gila. Itu yang di pikirkan Ari saat ini. Tanpa sadar ia hanya sendirian di atap rumah. Sedangkan Lingga sudah berada di dalam kamarnya, tertidur pulas mengarungi pulau kapuk.

Maaf dikit banget :D
Yang penting update terus. Minta vote and commentnya biar tambah semangat :3

My Perfect GirlWhere stories live. Discover now