00 pages

177 7 0
                                    

"Kamu pikir selama aku nikah sama kamu, aku bahagia? Enggak, Mas! Selama ini, kamu cuma sibuk sama diri kamu sendiri!" ujar seorang wanita berambut panjang yang terlihat acak-acakan.

"Kamu juga harusnya ngaca! Selama ini kamu kemana aja? Jarang pulang, tidur di hotel, gak ngurusin rumah! Jangan cuma bisa nyalahin aku, kalau kamu sendiri juga sama, Irina!" balas laki-laki yang masih mengenakan jas dengan penuh amarah.

Irina Wijaya, ia memiliki nama belakang dari suaminya. Ini adalah kepulangan pertamanya sejak seminggu terakhir. Dalam tujuh hari kebelakang, Irina kerap menginap di sebuah hotel.

Untuk apa lagi kalau bukan menghindar dari rumah tangganya yang akan segera hancur. Ia merasa, rumah yang seharusnya memberinya ketenangan, justru memberinya kesesakan. Irina merasa muak akan semua yang ada di rumah ini.

Kebahagiaan yang ia impikan delapan tahun lalu, tepat setelah suaminya menuturkan sumpah pernikahan, kini impian itu akan melayang tak tahu arah.

Dion Wijaya, lelaki yang menjadikan Irina sebagai istrinya dan pernah berharap bahwa Irina akan menjadi satu-satunya perempuan yang menemaninya sepanjang hidupnya.

Namun sayangnya, harapan itu mungkin akan lupus dari genggamannya. Sebab apa yang terjadi belakangan ini, sama sekali tak pernah ia bayangkan di hari pernikahannya. Ia bahkan tidak menyangka jika dirinya dan Irina akan menjauh satu sama lain, mereka terlalu jauh untuk sama-sama kembali mengikat hubungan yang harmonis.

Setelah setahun menjadi sepasang suami istri yang sah menurut agama dan hukum, kebahagiaan masih menyelimuti keduanya. Namun hal itu sedikit demi sedikit pupus selama dua tahun terakhir.

Mulai dari Dion yang jarang pulang, lebih sibuk dengan pekerjaan dan dirinya sendiri, hingga Irina yang mulai mencari kesenangan lain dan perlahan juga jarang pulang.

Setiap kali keduanya berada di satu atap yang sama, yang terjadi hanyalah pertengkaran rumah tangga. Entah itu hal kecil, ataupun masalah lama yang diungkit tak ada habisnya.

Sementara anak laki-laki berumur tujuh tahun itu hanya berdiri menatap kedua orang tuanya yang masih adu mulut satu sama lain. Namanya, Jendral Arsenaka.

Jendral kecil yang masih duduk di kelas satu sekolah dasar, tidak sepenuhnya mengerti akan apa yang diucapkan Papa-Mama-nya. Jendral hanya memahami sepatah kata yang ia tahu maksudnya.

Cerai.

Ia tahu jika itu artinya adalah berpisah. Papa dan Mamanya mengatakan kata itu tanpa beban sama sekali. Seolah keduanya memang berniat mengatakannya sejak lama. Seolah itu adalah perasaan yang mereka pendam selama ini.

Brak!

Dion membanting sebuah amplop coklat berisi beberapa surat yang diklip menjadi satu, ia meletakkannya dengan kasar ke atas meja ruang tamu.

"Tanda tangan surat perceraian kita. Besok aku urus di pengadilan."

Bahkan Irina sama sekali tak menolak sedikitpun. Ia lantas mengambil pulpen di sampingnya dan tanpa pertimbangan apapun, jemarinya menandatangani surat perceraian disana.

"Pastiin kamu dateng di setiap sidang." Kata Dion lagi.

"Tentu. Aku mau perceraian kita cepet selesai." Jawab Irina dengan nada dingin.

Irina mengambil kembali kopernya dengan penuh amarah. Langkahnya sejenak berhenti, melihat ke arah putra semata wayangnya yang juga menatap ke arahnya. Ia mengambil napas panjang, dan menekuk lututnya.

Lantas tangannya menarik daksa kecil itu ke dalam pelukannya, mengelus rambutnya, dan membisikkan sebuah kalimat di samping telinganya.

"Mama minta maaf sama Jendral. Maaf sayang, maaf superheronya Mama. Mama sayang Jendral, selalu."

Sebuah kecupan menjadi hal terakhir yang Irina lakukan sebelum melangkah keluar dari rumah itu.

"Mama mau kemana, Pa?" tanya Jendral yang mengalihkan pandangannya pada Dion.

Laki-laki itu mengulas senyum di bibirnya. Ada dua alasan, ia tidak tahu bagaimana cara menjelaskan pada putranya, dan ia tidak memiliki jawaban entah kemana Irina akan pergi.

Dion memilih untuk menggendong Jendral dan membawanya ke dalam kamar. "Hari ini tidur sama Papa, mau?"

"Mauuu!" sebuah senyuman terlukis begitu saja hanya dengan sebuah pertanyaan dari Papa-nya. Bahkan kalimat yang terngiang di kepala Jendral sebelumnya, tak ia pikirkan lagi.

Sementara itu, Dion menatap langit-langit kamarnya. Ada banyak bayangan tentang bagaimana kehidupannya setelah hari ini. Sesekali ia melihat ke arah Jendral yang menatap fokus ke layar televisi.

"Papa boleh tanya satu hal?" tanya Dion.

Jendral menoleh, lantas mengangguk.

"Kalo udah besar nanti, Jendral mau jadi apa?" tanyanya lagi.

Anak laki-laki itu berpikir sejenak hingga beberapa detik setelahnya ia menemukan jawaban atas pertanyaan Papa-nya.

"Mau jadi kaya Papa."

Seolah sebuah belati tertancap menembus dadanya, Dion tertegun akan ucapan Jendral. Sosoknya menjadi keinginan yang diimpikan oleh anak semata wayangnya.

"Selain itu?" tanya Dion lagi.

Jendral berpikir lagi. "Enggak tau, nanti Jendral pikirin lagi ya, Papa."

Dion tertawa kecil mendengarnya. "Sini, Jen."

Ia menyuruh Jendral untuk mendekat ke arahnya. Lengannya menjadi bantalan kepala Jendral. "Nanti kalo Jendral udah besar, Jendral harus berani hadapin semuanya sendiri ya. Jendral gak boleh jadi orang yang penakut. Jendral harus ngatasin semua masalah Jendral sendiri. Jendral harus—"

"Kenapa sendiri? Kan Jendral punya Papa sama Mama?" tanya Jendral memotong ucapan Dion.

Kini ia tak memiliki jawaban lagi untuk pertanyaan anaknya.

"Iya kan, Papa? Jendral bakalan terusan sama Papa dan Mama, kan?"

Dion memilih tersenyum sambil menggosok pucuk kepala putranya.

"Nanti kalo Jendral udah besar, maafin Mama sama Papa ya, jagoan?" ujar Dion lagi.

"Buat apa? Mama sama Papa enggak pernah bikin salah sama Jendral."

Dion memeluk erat putranya.

"Buat semuanya. Jagoannya Papa harus tumbuh jadi anak hebat nanti."

Jendral tak mengerti sepenuhnya akan apa yang Papa-nya katakan. Ia hanya membalas pelukan Dion dengan melingkarkan lengannya di atas tubuh Papa-nya.

"Jangan jadi kaya Papa, Jen." Bisik Dion dalam hati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ARSENAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang