"Maaf baru sempat menggantikan bunga tulip kamu yang waktu itu pernah saya injak." tutur lelaki itu, pandangannya selalu ia direndahkan. Seolah sangat berdosa sekali jika ia mengangkat kepalanya dan memandang obyek yang ada di depannya ini.
Perempuan ituㅡyang akrab disapa Maryam hanya mengganguk saja, dan langsung menyambar bucket bunga tulip itu. Sebenarnya masih terbesit rasa kesal dengan lelaki yang satu ini, padahal kenal saja tidak terlalu.
Tapi karena perihal setangkai bunga tulip yang ia beli khusus untuk merayakan ulang tahun sahabatnyaㅡnashila, malah jatuh dan terinjak olehnya. Makanya Maryam masih dendam sangat dengan dia.Tapi tak apalah, ternyata laki-laki ini sangat bertanggung jawab dengan semua perbuatannya, bahkan ia juga membelikan se bucket. Bukan lagi hanya setangkai. Dan Maryam sangat suka laki-laki yang punya tanggung jawab besar seperti dia, contohnya.
Eh.
Tapi, kalo laki-laki yang satu ini. Maryam tidak suka. Dan tidak akan pernah mau suka. Itulah janjinya pada dirinya sendiri. Entah Maryam akan berhasil menepati nya atau tidak.
Hening sebentar, laki-laki itupun kembali mengeluarkan suara lembut dan merdunya, yang sangat buat hati Maryam senang tanpa alasan.
"Dan, oh ya, saya pastikan, bunga tulip ini tidak layu, dan esok pagi tampilannya jauh lebih cantik dari yang kamu lihat hari ini."
"Akan lebih cantik dari saya?" Tanya Maryam random, karena mengingat ia masih sedikit ber dendam dengan laki-laki ini.
"Ah, kalo yang itu saya kurang tau. Tapi mungkin saya halalkan kamu dulu. Baru bisa saya puji kamu lebih cantik dari bunga tulip itu"
Maryam mengrenyit bingung. Arah pembahasan yang tidak jelas, batinnya.
"Kenapa tiba-tiba kamu bilang, saya harus dihalalkan kamu dulu?"
"Karena sampai saat ini, saya tidak mau lakukan zina mata denganmu. Saya belum bisa lihat mukamu seutuhnya, dan belum tahu apapun tentang kamu sepenuhnya."
"Pertama kalinya saya melihat kamu dengan jelas, hanya karena waktu itu saya tak sengaja menginjak bunga tulipmu itu, dan saya tidak tahu kapan kali kedua saya akan melihat kamu dengan jelas lagi nantinya..mungkin setelah kita menikah nanti" laki-laki itu tersenyum simpul
"Kepedean banget ya kamu ternyata, emang kita bakal menikah? Takdir tidak ada yang tahu." Ujar Maryam, sinis.
"Walaupun kita tidak tahu takdir apa yang akan datang dan kita hadapi di kemudian hari. Tapi saya selalu menyelipkan namamu di sepertiga malam saya. Selalu."
"InsyaAllah, jika Allah menghendaki dan mengabulkan doa-doa saya selama ini. Berarti memang benar. Kamu adalah bidadari surga saya yang dikirim oleh Allah untuk menemani saya, hingga surga-Nya nanti.
"Namamu Maryam Al-Qibthiyyah kan?"
Maryam langsung lemas tak berdaya, bucket bunga yang tadinya ia bawa langsung ia jatuhkan ke lantai balkon. Ia langsung memunggungi lelaki itu dan berlari untuk meninggalkannya sendirian.
Laki-laki itupun menaikkan pandangannya, setelah dirasa keberadaan perempuan itu kian menjauh dari nya. Ia hanya bisa menghembuskan nafas kasar dan menggeleng pelan, lalu memunguti bucket bunga yang terjatuh itu.
"Itu dia, sedang salah tingkah, marah, kaget, atau apa ya?" Tanyanya kebingungan, ia jadi menyesal sendiri karena telah mengungkapkan satu kalimat yang berbahaya itu. Tak memikirkan efek apa yang setelahnya ditimbulkan. Untuknya dan juga untuk Maryam
ㅡ
"Maryam, perempuan unik itu berhasil membuatku jatuh cinta, yaAllah."