06. LEPASKAN

108 41 1
                                    

Hari sudah mulai larut. Rumah minimalis dengan pintu bercat coklat itu sudah tertutup rapat, pun dengan lampu yang sepertinya sudah dimatikan. Sunyi. Hanya beberapa suara dari hewan malam yang mendominasi sekitaran rumah. Hanya ada empat rumah jika dihitung berdempetan. Lokasinya lumayan jauh dari jalan besar.

"Maaf, lama nganterin kamunya. Masuk. Aku pulang dulu." Mengusap surai gadisnya, Ardhan mencium puncak kepalanya dengan sayang.

Lyora mengangguk saja. Urusan dengan Ardhan telah selesai tadi. Begitupun dengan acara putus nyambung, walau hubungan keduanya masih dalam masa putus. Sepertinya tak akan bertahan lama seperti sebelum-sebelumnya.

"Kalau kangen telfon aja. Orang ganteng tiap hari online." Ardhan mengedipkan satu matanya genit. Lyora hanya membuang muka, enggan melihat kepercayaan diri cowok itu lebih lama.

"Bye, sayang. Oh, ia, kita balikan besok aja, ya? Hari ini putus dulu, biar ada lika-likunya gitu. Soalnya hubungan kita adem ayem aja kayak muka kamu."

"Oh my god! Pulang, Ardhan. Sebelum aku lembarin kamu pakek balok." Lyora menunjuk balok sepanjang lengannya yang terletak di samping pagar mini depan rumahnya.

"Iya. Cium dulu." Ardhan memaju-majukan bibirnya beberapa centi sembari matanya tertutup rapat. Bukannya ciuman, Lyora malah memukulnya dengan telapak tangan.

"Pulang Ardhan, udah malem, loh."

"Kamu ngusir aku? Wah, kamu nggak sayang sama aku?"

Lyora memutar bola matanya. Kapan Ardhan akan berhenti mempertanyakan hal yang sudah ia tahu jawabannya. Tak akan mungkin Lyora tak sayang kepadanya. Namun, biarkanlah cowok itu dengan kebiasaannya. Lyora juga cukup terhibur.

"Sayang, pulang, ya?" Tuturan Lyora begitu lembut terdengar dipendegaran Ardhan yang reflek tersenyum begitu lebar.

"Gitu, dong! Udahlah. Kalau aku lama-lama disini, kamu bakalan baper."

Lyora mendelik. Sepertinya pernyataan itu terbalik. Lihat saja senyum yang tertahan dibibir tebal itu. Lyora jadi gemas. Tapi, melihat tubuh cowok itu, sepertinya kata gemas tak cocok untuknya.

Lyora bernafas lega saat motor Ardhan sudah melaju dan meninggalkan jejak dari ban motor besarnya. Mereka pulang lumayan larut. Pasalnya, Ardhan memintanya untuk singgah lebih dulu di rumah cowok itu guna mengobati beberapa luka Lyora yang masih basah.

Hembusan nafas lelah Lyora keluarkan. Hawa tak enak ia rasakan ketika di pintu coklat sana pria yang berstatus papinya berdiri menjulang dengan tatapan tajam. Lyora sepertinya tidak bisa tenang dalam sejenak.

"Maaf, Pi. Lyora pulang larut, tadi habis ... "

"Habis apa? Habis pacaran terus lupa waktu? Mau jadi apa? Kamu pikir perempuan pulang larut sama cowok itu bagus, Lyora?"

Lyora menundukkan wajahnya. Posisinya sekarang berdiri tak jauh dari sosok itu. Masih menginjakkan kaki diluar rumah karena Arkatama terlihat menghalangi jalannya. Lagipula, pria itu sepertinya tak sedang dalam suasana hati baik.

"Saya tidak pernah mengajarkan kamu untuk menjadi perempuan tak punya aturan. Dengan perilakumu seperti ini, kamu pikir kamu bisa jadi apa?" Arkatama memandangnya sinis. Ada guratan perhatian dipancaran matanya. Namun, ego itu masih nyata.

LyorArdhan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang