Part 1

3 0 0
                                    

Kinka Arunaya pernah mendengar rumor jika Sistem Infromatika punya larangan untuk tidak berurusan langsung dengan cowok pendiam bernama Bima Pradipta. Katanya cowok itu bisu, tapi karena badannya tinggi besar mirip beruang tidak ada yang berani mengusik bahkan mencoba bertegur sapa sekalipun. Cowok itu dikenal menyeramkan.

Tapi bukan itu pointnya, Kinka tidak tahu jika apartemen yang ia tempati sekarang ternyata juga milik Bima. Kasarnya adalah Kinka dan Bima terpaksa tinggal di apartemen yang sama karena ulah salah satu sahabat Kinka.

"Budimaaan!" teriak Kinka begitu melihat sosok Iman yang tengah bersenda gurau dengan teman-teman cowok itu. 

Salahs satu teman Iman yang menyadari kehadiran sosok Kinka segera menepuk pundak Iman dan menunjuk Kinka yang sudah berjalan menghampiri mereka. Begitu tiba di dekat meja Iman, Kinka segera menenggak habis jus jeruk cowok itu tanpa permisi. 

"Buset, Ka," dengus Iman. Menatap miris gelas kosong yang berada di depan matanya itu.

"Kenapa lo? Pusing amat gua liat-liat," tegur Ardi melihat sosok berantakan Kinka, bisa dilihat dari cara gadis itu berpakaian tak seperti biasa. Sendal jepit, kaus kebesaran, celana tartan, dan tote bag yang tersampir di pundak. 

Kinka hanya mendengus sebal, tak lama gadis itu menurut begitu disuruh duduk oleh Iman. Sementara cowok itu memilih berdiri di sebelah Kinka, setelah merelakan tempat duduknya untuk sang sepupu. 

"Man," panggil Kinka seraya mendongak menatap Iman. "Bantuin gue cari kostan dong," pintanya dengan wajah memelas. 

Kerutan halus muncul di dahi iman mendengar permintaan Kinka. "Beneran?" tanya Iman dan langsung di angguki oleh Kinka. 

Melihat betapa buruknya kondisi sang sepupu, Iman yang tak tega mengelus kepala gadis itu serata mengangguk. "Yaudah, nanti gue cariin buat lo." 

"Harus murah, deket dari kampus, minimal ada : AC, TV, kulkas, sama Wifi, oke?" Kepala Kinka ditoyor ke belakang. 

"Kaga jadi." 

Katanya sih kaga jadi, tapi dua hari kemudian Iman mengirimi Kinka chat berupa alamat apartemen, harga murah, apartemen mewah. Kinka yang sudah berdiri gembira ceria bahagia di depan pintu apartemen, dengan semangat empat lima mengetuk pintu di depannya.

Tak lama, pintu bertuliskan nomer 345 itu terbuka. Sosok Iman yang tadi ingin Kinka peluk sontak berubah menjadi cowok yang tidak Kinka kenal, secara keseluruhan bukan tidak Kinka kenal, Kinka jelas kenal cowok di depannya.

Tinggi, bahunya lebar, pinggangnya sempit, pulen– eh. Maksudnya, cowok di depannya ini satu jurusan dengan Kinka, namanya Bima. Cowok yang katanya menyeramkan itu berdiri di depan Kinka sekarang, dengan kaos oblong yang mencetak bentuk tubuhnya, dan celana Jogger hitam panjang.

Dari jarak sedekat itu, Kinka bisa melihat bentuk bibirnya yang tipis dipadukan dengan dagu yang lancip, tapi kehadiran topi hitam di kepala Bima menyulitkan Kinka untuk melihat wajah Bima secara keseluruhan.

"Siapa?"

What? Seorang Kinka tidak di kenal? Sungguh jinjja?

Kinka yang tadinya bengong jadi tambah terperangah. Kinka itu selebriti kampus, bukan benar-benar BA, tapi saking aktifnya seorang Kinka. Tanpa jadi BA kampus pun, seluruh penghuni kampus mengenal seorang Kinka.

Aktif di organisasi, sering ikut kegiatan dalam kampus maupun luar kampus, sering kunjungan sana-sini. Jadi tak heran semua kenal Kinka yang ceria.

Tapi begitu ingat siapa manusia di depannya, seorang Bima yang katanya paling introvert sejagat kampus, tidak punya teman, kerjaannya kupu-kupu alias kuliah pulang-kuliah pulang, Kinka tidak bisa protes kan?

Akhirnya Kinka menerima keadaan kalau Bima memang tidak mengenalnya, dengan wajah bete Kinka menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan. "Nama gue Kinka, kalo dipengal panggil aja Ka, ya!"

"Bima," ujarnya seraya menjabat tangan Kinka.

Kinka yang melihat kedua tangan mereka bertaut membulak-balikannya, wajahnya super duper kaget melihat ukuran tangannya amat sangat mungil di tangan Bima yang lebar.

"Tangan apa daun talas sih? Lebar amat!"

Bima berpura-pura tidak mendengar ocehan tidak berfaedah cewek di depannya, jadi tanpa membalas ocehan Kinka, Bima hanya menggeser tubuh besarnya yang semula menutupi pintu. Memberi Kinka jalan sekaligus mengkode cewek mini di depannya untuk masuk.

"Jadi, mini–maksud gue Kinka. Ada apa lo kesini?" tanya Bima ketika mereka sudah sama-sama duduk di sofa yang berada di ruang tamu.

Kinka yang tadi di juluki mini sontak merubah ekspresi wajahnya menjadi senyum lebar, dengan percaya diri dia berkata lantang. "Gue sekarang tinggal disini, semalem Iman WA gue katanya Lo penghuni disini juga ya?

Gimana experience lo tinggal disini? Wifi-nya sering ngadat ga? Atau-atau sering mati lampu gitu? Terus kamar gue dimana?"

Bukan pertanyaan Kinka yang Bima tangkap, tapi kalimat awal gadis itu yang membuat Bima sontak mengumpat pelan. Tanpa merespon ucapan Kinka lagi, Bima segera beranjak dari duduknya seraya merogoh ponsel yang berada di saku celananya.

Balkon yang berada tak jauh dari posisinya menjadi tujuan Bima. Ponselnya berdering beberapa kali sebelum suara Iman menyapa telinganya.

"Yo! Kenapa, Bim?"

"Bangsat lo, Man! Maksud lo nyuruh Kinka tinggal di Apart gue?"

Terdengar kekehan pelan dari ujung telpon, pertanda Iman sama sekali tidak menyesal dengan tindakan jahilnya tersebut.

"Sorry to say ya, bro. Gue kasian sama si Kinka kalo tinggal di kost lama dia, wifi sering lemot, listri sering mati, pokoknya tuh anak enggak pernah damai dah hidup disana-"

"Bukan urusan gue," tekan Bima.

"Ah, masa~" tak lama Iman menyahut dengan nada menggoda.

"Njir si Bima katanya bilang urusan Kinka bukan urusan dia, pren!" Suara Iman terdengar tengah berbicara dengan orang lain, tak lama suara orang yang tengah bersama Iman menyahut.

"Serius, Bim? Kalo iya Kinka buat gue aja," sahut Ardi seraya tergelak pelan.

"Boleh, malem ini kalahin gue dulu di ring tinju," sahut Bima dengan tenang.

"Ampun, Bim, ampun!" ujar Ardi disusul galak tawa dari beberapa temannya.

Tak mau lagi mendengar teman-temannya meledeknya, Bima memutuskan panggilan begitu saja, ponselnya kembali ia kantongi sedangkan tangan satunya lagi mengambil sebungkus rokok dari saku sebelah kiri.

Di tengah kegiatan merokoknya, Bima dikagetkan dengan Kinka yang sudah berada di sebelahnya. Cepat-cepat cowok itu mematikan rokok dan membuangnya ke sembarang arah.

"Bim, yang bener kalo buang sampah!" protes Kinka saat melihat kelakuan Bima.

Ditatapnya tajam cowok berbadan besar di depannya yang hanya membuang muka, terlihat sekali tidak suka melihat Kinka mengganggu waktunya.

"Gue gak akan ganggu lo selama tinggal disini, kalo itu yang lo khawatirin. Kita disini cuma temen satu apartemen, gue janji gak akan recokin lo, oke?"

Tanpa menyahut, Bima memilih masuk ke dalam. Iya dengan santai menggeret koper Kinka menuju salah satu pintu yang ternyata merupakan sebuah kamar.

"Ini kamar lo," ujarnya sebelum pergi.

Sharing Apartemen With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang