.
.
Namun hanya sedikit yang tahu, seberapa kelam hidup Theo sebenarnya.
.
.
***
Dua minggu berlalu ...
Gelar perkara telah berlangsung. Raesha bertemu lagi dengan penjahat itu, akhirnya. Sobri. Mau tidak mau. Suka tidak suka.
Tubuh Raesha sempat gemetar saat melihat pria itu lagi yang nyaris menodainya paksa malam itu. Sorot mata Sobri masih dingin dan tidak menampakkan penyesalan sama sekali. Raesha bahkan belum berani tinggal lagi di rumahnya. Raesha, Ismail dan Ishaq, hingga kini masih tinggal di rumah Adli.
"Jangan takut, Rae," kata Yunan yang duduk di samping Raesha saat itu, nyaris berbisik.
Raesha menoleh ke samping. Cara Yunan menatapnya, tidak pernah gagal membuat hatinya merasa damai. Mencairkan rasa takut dan traumanya.
"Dia bukan siapa-siapa. Jangan takut," imbuh Yunan lagi, sebelum tersenyum.
"Iya, Kak," sahut Raesha dengan pandangan tertunduk. Tidak berani menatap mata Yunan terlalu lama. Seolah hatinya bisa tenggelam di laut dalam itu, yang mewakili nuansa pada manik mata Yunan.
Arisa yang duduk di samping Yunan, diam-diam memerhatikan interaksi keduanya. Semenjak Yunan mencurahkan perasaannya tentang Raesha pada Arisa waktu itu saat mereka bicara di bangku belakang mobil, Arisa kehabisan kata. Tak pernah lagi dia mengeluhkan bahwa dirinya cemburu atau semacamnya. Tak ada yang bisa dilakukannya. Tak ada. Yunan dan Raesha, seperti punya dunia mereka sendiri, yang tak sesiapapun akan mampu memahami. Tidak juga Arisa yang notabene adalah istri sah Yunan.
Arisa membuang pandangan, tak ingin menyiksa dirinya dengan pikiran-pikiran aneh tentang kedua orang itu. Yang penting, selama ini mereka tidak pernah berdua-duaan saja di ruang tertutup -- yang mana mereka juga tak bisa melakukan itu, karena entah kejadian mistis apa yang akan terjadi jika mereka nekat mengurung diri -- dan keduanya juga tidak pernah bersentuhan fisik. Raesha juga terlihat berusaha menjaga sikap dan perasaan Arisa sebagai istri Yunan. Sementara, itu semua sudah cukup bagi Arisa.
Yunan dan Raesha tidak bisa diputus begitu saja hubungannya. Hubungan batin keduanya terlalu dalam dan rumit. Dan Arisa tak ingin terjebak dalam kerumitan itu. Dia berusaha menjadi hamba Allah yang bersyukur. Diberkahi suami yang paham agama, penyayang, berusaha menafkahi keluarga dengan ikhlas. Alhamdulillah a la kulli haal.
Yunan kini tertuju pandangannya pada seorang pria. Pengacara Sobri yang duduk di bangku seberang sana. Tepat di samping Sobri. Pria itu mengenakan setelan jas serba hitam dan dalaman kemeja putih serta dasi garis-garis hitam putih. Terlihat sangat rapi dengan sapuan gel di rambutnya. Pria yang kira-kira usianya terpaut dua tahun lebih tua dari Yunan itu, sedari tadi menatap Yunan dengan tatapan dingin, entah kenapa.
"Kenapa, sayang?" tanya Arisa pada suaminya.
"Gak apa-apa. Cuman ... pria itu terlihat ... berbeda," hanya itu yang bisa dijelaskan Yunan. Bagaimana Yunan akan menjelaskan bahwa ia melihat aura hitam yang tipis mengelilingi pria bernama Theo Hayden?
Elena mendengar percakapan antara suami isteri itu.
"J-Jangan terlalu lama menatap orang itu, Syeikh," bisik Elena yang duduk di samping Arisa."Memangnya kenapa?" tanya Arisa menoleh ke arah Elena.
"E-Enggak kenapa-kenapa sih, Ustadzah. Cuman ... rada serem aja," jawab Elena sekenanya, dengan cengiran tipis. Theo lebih menyeramkan dari Sobri, kalau menurut Elena.

KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI EXTENDED 2 (HIATUS)
SpiritualSemua berubah semenjak Ilyasa wafat. Yunan jadi lebih dekat dengan Raesha, jandanya Ilyasa, sekaligus adik angkatnya sendiri. Plus, Yunan jadi lebih akrab dengan Ismail dan Ishaq, kedua putra Raesha. Arisa sebagai istri Yunan, dibuat galau dengan p...