248

83 7 0
                                    

Setelah Hujan (16)



Aristine menatap Tarkan dengan cemberut, tapi ekspresinya cerah.

“Di saat seperti ini, kamu harus menciumku.”

Mendengar kata-kata itu, wajah Tarkan berubah.

Erangan pelan keluar dari giginya.

Seberapa besar keinginan wanita ini untuk merangsangnya sebelum dia puas?

Dalam sekejap, bibir Tarkan sudah berada di bibir Aristine.

Lengannya yang melingkari pinggang Aristine menegang. Tubuh mereka saling menempel erat.

Bibir panas mereka saling bergesekan, dan napas mereka saling bertautan.

Lidah Tarkan masuk ke dalam mulut Aristine, mencicipi, dan melahap setiap sudut. Giginya, gusinya yang lembut, bahkan lidahnya yang kecil.

Aristine mencengkeram kerah Tarkan erat-erat, hampir merobeknya saat tubuhnya menggigil.

Lidah mereka terjerat, dan napasnya menjadi tersengal-sengal.

Tangan besar Tarkan menyisir rambut panjang Aristine.

“Haa…”

Ciuman yang sepertinya tidak akan pernah berakhir, pun berakhir.

Seolah sudah menyesalinya, mata mereka yang memerah saling menatap.

“Rine.”

Suara Tarkan terdengar pelan.

Entah kenapa, rasa dingin merambat di punggungnya dan bulu mata Aristine bergetar.

Tangan besar Tarkan membelai pinggangnya, lalu perlahan naik ke atas.

Jantungnya berdebar kencang seperti hendak meledak. Bagian dalam mulutnya terasa seperti terbakar.

Mata mereka tidak pernah meninggalkan satu sama lain selama satu detik pun.

Jari-jari Tarkan melingkari tali tunik Aristine. Dengan tarikan ringan, simpul talinya terlepas.

Pada saat itu—.

Neighh!

Keduanya menegang mendengar seruan kuda yang tiba-tiba bernada tinggi.

Aristine melihat sekeliling dengan heran.

Kuda perang Tarkan menghantam tanah dengan tapal kudanya. Mata kudanya yang polos seolah mengkritik mereka karena melanggar moral masyarakat.

Aristine buru-buru melepaskan diri dari pelukan Tarkan.

Tarkan menatap kosong pada kehangatan yang memudar dari pelukannya, dan dia dengan cepat berbalik ke arah kudanya.

Dia memelototi kuda kesayangannya, yang telah bersamanya selama hidup dan mati, dan tatapannya seolah sedang menatap musuh bebuyutan.

Kuda perangnya berdeguk dan menghentakkan kakinya karena tidak senang.

Tarkan menghela nafas panjang.

Akhirnya, dia berjalan ke arah kuda perang itu.

"Ayo kembali."

“Baiklah, beri aku waktu sebentar.”

Aristine melangkah maju dan memanipulasi dua penghalang yang telah dia buat dan penghalang itu langsung menyusut.

Tarkan memandangi papan kecil yang pas di telapak tangannya dan dia mengerutkan kening.

"Tunggu."

Kegembiraan bertemu kembali dan kegembiraan saat menyadari bahwa Aristine adalah cinta pertamanya, membuatnya melupakan sesuatu untuk sementara waktu.

Lupakan Suamiku, Aku Akan Menghasilkan Uang (2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang