246

74 6 0
                                    

Setelah Hujan (14)


Aura pedang Tarkan semakin kuat.

Tubuhnya melesat ke depan seperti anak panah.

Meskipun disembunyikan oleh perisai gangguan sensorik, pergerakan Great Beast yang terluka sangat jelas terlihat oleh Tarkan.

"Kirimu."

"Melihat ke belakang!"

"TIDAK! Membungkuk."

Suara yang terngiang-ngiang di telinganya hanyalah penggalan kenangan lama.

Kenangan yang direproduksi karena keadaan serupa.

Namun, Tarkan diliputi perasaan bahwa dia bersamanya, seperti dulu.

Panas terik membuat uap mengepul dari tubuhnya, dan butiran keringat membasahi wajahnya.

Mata emasnya dipenuhi tatapan predator.

Gigi binatang itu menyerempet bahunya dan cakarnya menembus pahanya.

Namun gerakan Tarkan tak pernah goyah.

"Itu cukup bagus. Masuk."

Tarkan tidak segan-segan terluka dan menutup jarak antara dirinya dan binatang besar itu.

Hal itu mungkin terjadi karena kaki depannya tercabik-cabik dan kecepatan Great Demonic Beast telah berkurang secara signifikan.

Aura emas yang muncul dari pedangnya bersinar cemerlang. Auranya begitu pekat sehingga bilahnya sendiri tampak seperti emas.

Dan pedang emas itu dengan akurat menembus leher binatang besar itu.

Raja Iblis Agung berjuang, tapi itu adalah batasnya.

Dengan suara berdeguk dan tangisan berbusa berdarah, kekuatan akhirnya terkuras dari tubuh binatang iblis itu.

Tarkan memperhatikan, dan perlahan menarik pedangnya dari leher binatang itu.

Ia menang.

Dia memegangi dadanya yang berdebar-debar karena serunya pertarungan, dan menoleh ke belakang.

Sama seperti yang dia lakukan setelah dia mengalahkan Murzika, Binatang Iblis Besar, ketika dia masih muda.

Namun, mulutnya perlahan mengeras saat dia mengambil ruang kosong, penuh dengan jejak pertempuran.

Debar semangat dan panas yang mengalir di dadanya mulai mendingin.

Saat itu juga sama.

Saat gadis itu berkata untuk menutup jarak, Tarkan menurutinya.

Tindakannya sangat berani sehingga siapa pun akan mengira itu adalah bunuh diri.

Tapi Tarkan memercayainya, dan sebagai hasilnya dia menang.

Dipenuhi dengan kegembiraan atas kemenangannya, dia menoleh ke tempat gadis itu berada.

Dan dia disambut dengan lapangan kosong.

Gadis yang bersamanya selama berhari-hari dan malam menghilang dalam sekejap.

Tanpa jejak.

Tidak peduli seberapa banyak dia menyisir dataran, dia tidak pernah melihat gadis itu lagi.

"Ha…"

Tarkan tertawa kering.

Dulu, mereka benar-benar bersama, tapi sekarang, itu hanya kenangan yang sama.

Tapi kenapa dia melihat ke belakang?

Batas antara masa lalu dan kenyataan menjadi kabur.

Bahkan saat ini, masa lalu membanjiri hatinya. Dengan kekuatan yang tak terhentikan, seolah dunianya telah berhenti saat itu.

Penglihatannya kabur.

Saat dia menyeka matanya, darah berceceran di tangannya. Dia pasti mendapat luka dan air mata saat dia berkelahi dan berguling-guling seperti orang gila.

Tarkan menaruh pedangnya di sarungnya.

Bagaimanapun, dia selamat dan menang.

Sudah waktunya untuk kembali.

Kepada Aristine.

Kepada istrinya.

Tarkan mendekatkan tangannya ke kiri dadanya. Ia ingin merasakan tekstur foto-foto di sana, meski hanya sensasi kecil.

Dia tidak tega menyentuh gambar itu dengan tangannya yang berdarah.

Poros waktu yang tadinya mengarah ke masa lalu, kembali berdiri kokoh menuju masa kini.

Mayat binatang Iblis Besar tergeletak di hadapannya, dan Tarkan berbalik. Pada saat itu…

"Hati-Hati!"

Teriakan nyaring.

Tarkan segera meningkatkan kewaspadaannya dan melihat kembali ke arah Binatang Iblis Besar.

Ekor besar dari binatang besar itu, yang dia pikir sudah mati, berayun tajam ke arahnya.

Ia terlalu dekat untuk dihindari, dan kecepatan serangannya terlalu cepat untuk dianggap sebagai pergolakan kematiannya.

Bahkan saat dia menghunus pedangnya, Tarkan tahu itu sudah terlambat.

Pikirannya bisa melihat sengatan tajam dari ekornya menembus perutnya.

Saat itu juga.

Sesuatu terbang dan sebuah tembok muncul di depannya.

Tidak, tingginya terlalu rendah untuk disebut tembok, itu hanya sampai ke perutnya.

‘Barikade?’

Tarkan dengan cepat mengambil keputusan untuk menghentikan pedangnya dan merunduk. Dalam waktu yang terlalu singkat untuk memahami apa yang sedang terjadi…

"Cara ini!"

Dia mendengar halusinasi seperti itu.

Dan suara yang bahkan lebih jelas dari itu terdengar di udara setelahnya.

"Cara ini!"

Tarkan menoleh ke belakang.

Rambut perak mempesona berkibar tertiup angin, lengan putih memberi isyarat ke arahnya, mata ungu menatap lurus ke depan ke arah binatang iblis besar itu, tidak memalingkan muka sedikitpun.

Segalanya tampak begitu lambat, seolah waktu tiba-tiba melambat.

Melihat seseorang yang tidak pernah terpikir olehnya akan ada di sini, Tarkan bertanya-tanya apakah dia masih terkubur dalam ingatannya.

“Tarkan!”

Suara istrinya yang memanggilnya terdengar lebih jelas dari sebelumnya.

Kenyataan yang nyata membuat tubuh Tarkan bergerak lebih dulu dari pada pikirannya.

Adegan di suatu tempat di benaknya tumpang tindih dengan masa kini.

Sosok seorang anak yang bersembunyi di balik batu di Dataran Binatang Iblis dan memanggilnya, di suatu tempat di masa lalu.

Rambut pirang anak itu berkibar di udara seperti rambut perak Aristine saat ini.

Aristine, yang selama ini menatap binatang besar itu, mengalihkan pandangannya ke Tarkan.

Sama seperti mata hijau musim semi gadis itu.

Warnanya sangat berbeda.

Tapi itu sama saja.

Mata yang sama jernih, tegas, dan tak tergoyahkan.

Saat dia menatap mata Aristine, Tarkan menyadarinya.

Itu kamu. Sejak awal, selalu kamu.

"Aku menemukanmu."

Dia menarik cintanya tepat ke dalam pelukannya.

Seolah dia tidak akan kehilangan dia lagi.

Lupakan Suamiku, Aku Akan Menghasilkan Uang (2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang