1. A promise

102 13 2
                                        

Sebulan yang lalu,


"Kamila?"

Suara tegas namun lembut itu berhasil mengembalikan kesadaran Mila. Wanita yang sejak tadi sibuk melamun sambil memilin jemarinya itu menoleh pada pria sang pemilik suara di sampingnya, tatapannya menyiratkan kekhawatiran yang begitu besar.

"Kamu gugup banget ya?" Tanya sang pria dengan nada geli, satu tangannya terangkat untuk membelai surai hitam milik Mila, "Jangan takut, orang rumah nggak akan jahatin kamu, sayang. Lagian, Mas juga nggak akan diam aja kalau mereka ganggu kamu nanti." Ujarnya, berusaha menenangkan kegundahan Mila.

"Aku cuma takut, Mas. Aku nggak siap kalau sampai ditolak sama Mama dan Papa kamu."

"Hei," sepasang tangan hangat itu menarik tangan Mila, membawanya ke pangkuan untuk digenggam erat di sana. "I'm here, everything will be okay. Mama yang paling nggak sabar ketemu sama kamu lho. Kok belum apa-apa kamu malah mikirnya bakal ditolak sih?"

"I don't deserve you, Mas," balas Mila lemah, masih belum berhasil menang dari kegugupannya.

"You deserve everything good in this world. Mas nggak suka kalau kamu mikir macam-macam gini. Ayo turun, Mas udah kabarin mereka kalau kita udah sampai."

Mila memejamkan matanya, menghela nafas pelan, masih belum siap untuk turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah yang berdiri kokoh nan megah di depan sana. Hari ini, ia dan Gala-pacarnya berencana untuk memperjelas hubungan mereka pada keluarga besar Gala.

Jujur saja, Mila tak pernah merasa segugup ini sebelumnya, bahkan proses wawancara kerja yang pernah ia lalui tak sampai membuat jantungnya berdebar kencang seperti sekarang.

Biar Mila jelaskan sedikit, bahwa yang akan ia temui hari ini adalah keluarga besar Atmadja. Keluarga yang membawa embel-embel 'salah satu orang terkaya di Indonesia' tepat di belakang nama mereka. Lalu, bagaimana bisa orang seperti Mila yang bahkan tak tahu asal usul dirinya sendiri tidak gugup saat hendak bertemu dengan mereka semua? Apalagi tujuan dari pertemuan itu adalah meminta restu untuk hubungannya dengan cucu laki-laki pertama di keluarga itu.

Kalau dipikir-pikir lagi, kenapa Mila bisa seberani ini ya, menjadikan Gala pacarnya?

Sedikit kilas balik tentang awal pertemuannya dengan Gala tiga tahun lalu. Saat itu adalah hari ketiga Mila bekerja sebagai karyawan baru di Atmadja Hotel, Mila yang tak sengaja melihat seorang petugas kebersihan sedang menunduk takut di depan Gala yang kala itu sibuk membersihkan celananya yang tampak basah dengan wajah sedingin es di kutub Utara. Jadi, dengan insting pahlawan kesiangannya, Mila menghampiri mereka dan mengomel pada Gala yang ia simpulkan telah memahari si bapak petugas kebersihan, menyuruh Gala untuk meminta maaf karena sudah bersikap tidak sopan dan membuat si bapak ketakutan tanpa tahu sebelumnya kalau Gala adalah anak dari pemilik hotel.

Pertemuan singkat dan memalukan bagi Mila itu justru membuat Gala tertarik padanya. Ya, kira-kira begitulah jawaban Gala setiap kali ditanya kenapa pria yang nyaris sempurna seperti dirinya bisa menyukai gadis sembrono seperti Mila.

Sejak hubungan mereka resmi terjalin, Mila tak pernah berharap banyak. Diperlakukan istimewa oleh orang seperti Gala saja sudah membuatnya tak henti bersyukur. Setidaknya, kehadiran Gala berhasil membuat Mila percaya, bahwa dari semua lara yang menjadi bayang-bayang hidupnya, Tuhan masih mengizinkan Mila untuk bahagia, dengan Gala.

Tiga tahun berlalu tak membuat Mila lupa diri, ia tetap tak berani meminta lebih, yang selalu ia doakan adalah semoga ia bisa terus bersama Gala untuk waktu yang lama, itu saja. Kemudian, dua hari lalu, Gala membuatnya menangis haru tak percaya, pria itu melamarnya tepat di hari jadi mereka yang ketiga.

Berpayung LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang