25

86 9 3
                                    






Hanenda hanya bisa memeluk kekasihnya itu. Dibiarkannya Joel menceritakan segala keluh kesalnya. Apa yang selama ini terpendam dihatinya. Hidup Joel sangat kelam. Hanenda akui itu. Dia tidak pernah menyangka akan bisa bertemu secara langsung dengan orang yang bernasib sama dengan apa yang biasa ia temui dikoran ataupun online story, dan ternyata orang itu menjadi kekasihnya.



"Adek, tidak ada ujian dalam hidup itu tidak berat. Semuanya berat. Mau itu berupa kenikmatan ataupun penderitaan. Memang bakalan terlihat tidak adil. Tapi kalau kamu bisa jalani dengan ikhlas, semuanya akan terlihat sama."



"Aa' jujur baru sekali ini melihat secara nyata, Aa' pun tidak tau bagaimana harus melangkah. Tapi yang Aa' tau, Aa' tidak akan pernah berpaling dari kamu. Aa' akan selalu jadi penyemangatmu. Sekarang ada Aa'. Bagi suara-suara itu, ceritakan apa yang kamu dengar. Kamu sudah tidak sendiri lagi."



"Kalau kamu merasa ini sudah terlalu berat, kita ke dokter saja yah Dek. Kita minta bantuan profesional. Bantu buat kamu bisa mengerti dan terima keadaan kamu. Kamu mau kan Dek?"



"Ke dokter yang kemarin kah A'?"



"Bukan Dek. Kita ke temannya dokter Yosa. Yang lebih paham tentang suara-suara di pikiran kamu. Jangan takut, Aa' akan selalu dampingi kamu. Dan jangan merasa terbebani. Kamu tidak pernah menjadi beban. Malahan Aa' ingin kamu terbuka dengan ku, bagi apa yang mengganjal dipikiranmu, kita cari solusinya bersama-sama."



"Dua otak lebih baik dari pada satu otak kan Dek. Dekarang kamu ada disini, dipelukannya Aa'. Aa' tidak akan biarkan kamu mendengar suara-suara buruk itu. Yang boleh kamu dengar suara hati kamu sendiri dan suara Aa'."



"Sekarang kamu istrahat yah, seharian ini pasti banyak menguras emosi kamu. Pasti capek kan?. Aa' antar kekamar yah? Hmmm kenapa Dek?"



Hanenda merasakan gelengan kepala didekapannya. Dilihatnya Joel sedang menatapnya dengan sisa-sisa air mata dipenghujung matanya. Di usapnya dan dikecupnya kedua mata itu. Dan Joel pun makin terisak dalam kecupan Hanenda.



Hanenda yang melihat Joel semakin menangis, hanya bisa makin mempererat pelukannya. Tidak berniat untuk mendiamkan tangisan Joel. Dia biarkan Joel melampiaskan emosinya dengan tangisan penuh kesedihan itu. Sambil sesekali mencium pucuk kepala Joel.



Kadang dengan meluapkan tangisan tidak membuat kita cengeng, kadang dengan menderaikan air mata, perasaan yang mendekam bagai tumor itu akan lenyap walau hanya untuk sementara. Menangislah sayang, menangis dalam pelukanku, batin Hanenda berkata.






🦋🐺

Syama Artjuni [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang