Bab 1

552 90 23
                                    

Memeluk Hujan - Bab 1 (Aqiladyna & Emerald)

S

elamat datang di cerita terbaru aku & kak Aqiladyna. Semoga suka :-))
Btw ini tema fat girl, ya, jadi yang nggak suka nggak perlu baca, terima kasih.


Aku menatap sekilas hujan deras yang turun di jendela sebelum menutup tirainya. Lalu aku duduk di ranjang memeluk lutut, mengayunkan tubuhku ke depan dan ke belakang. Di saat hujan turun seperti ini, aku pasti teringat masa lalu.

***

Hari ini aku ingin memberikan kejutan kepada Raf. Seharusnya aku dan bosku pulang besok dari luar kota, tetapi karena urusan lebih cepat selesai, aku bisa pulang malam ini.

Karena tidak memakai payung, tubuhku basah kuyup padahal aku sudah berlari dari taksi menuju teras. Dengan kunci yang Raf berikan, aku masuk ke rumahnya.

Tengah malam seperti ini pastinya Raf sudah terlelap. Tapi dia pasti senang karena tunangannya ini datang. Aku tersenyum membayangkan raut terkejut Raf.

Rumah Raf berantakan sekali, tidak seperti biasanya. Aku melihat ceceran pakaian di lantai. Aku masih tersenyum sampai kemudian aku melihat blouse dan celana jeans, lalu bra dan celana dalam yang bukan milikku.

Jantungku rasanya turun ke perut. Tubuhku langsung panas dingin. Melangkah dengan kaki dan tangan gemetar, aku menuju kamar Raf. Menguak pintu yang terbuka sedikit, tubuhku langsung ambruk ke lantai.

Dengan mata kepalaku sendiri aku melihat Raf tengah melakukan hubungan intim dengan tetangga sebelah rumahku, Della.

Tubuhku tidak bisa bergerak menatap pemandangan di hadapanku. Keduanya masih asyik bersebadan karena belum menyadari keberadaanku.

Saat itu, rasanya nyawaku bagai tercabut dengan paksa....

***

Setelah kejadian itu, aku terus makan dan makan kapan pun aku menginginkannya hingga saat tersadar, bobot tubuhku sudah di atas batas normal. Bosku pun memecatku karena katanya penampilanku sudah tidak menjual lagi, tidak enak dipandang saat rapat dengan para klien.

"Kamu boleh melamar lagi kalau tubuhmu sudah menyusut seperti semula," ujar Mbak Yusi, bos sekaligus sepupuku.

"Mbak, masa aku dipecat, sih?"

"Makanya diet sana. Ibu sama Mbak kan udah sering nyuruh kamu diet, tapi kamu nggak mau."

Aku mengembuskan napas. "Terus aku kerja apa, Mbak? Jangan pecat, dong."

Mbak Yusi tampak berpikir. "Ya sudah, kamu bekerja dari rumah saja, balas pesan-pesan dari customer yang masuk. Selama itu, jangan lupa olahraga!"

Jadi begitulah, sudah hampir sebulan ini aku hanya berdiam diri di rumah orangtuaku. Iya, sejak aku memutuskan pertunanganku dengan Raf beberapa tahun lalu, aku pindah dari kontrakan ke rumah orangtuaku agar aku tidak perlu lagi melihat wajah si pelakor yang merupakan tetangga kontrakanku.

"Nay, bukain pintu, ada orang yang bunyiin bel, tuh."

"Ibu saja, aku kan belum mandi."

"NAYA!"

Melihat taring di mulut dan tanduk di kepala ibu—hanya khayalanku—aku pun bergegas bangkit dari sofa dan melesat dengan tubuh besarku menuju pintu rumah.

Melangkah berat menuju pagar papan kayu tinggi, aku membukanya. Di sana berdiri seorang pria tinggi dengan senyum yang membuat wajah tampannya yang mengenakan kacamata kian menawan.

"Ini rumah Mbak Naya?"

Aku mengerjap. "Iya, saya sendiri."

"Alhamdulillah saya tidak nyasar." Pria itu mengulurkan tangannya. "Saya Reeham, saya datang ke sini diminta Ibu Rini, katanya putrinya bernama Naya membutuhkan ahli gizi untuk berkonsultasi."

"Heh? Ahli gizi? Konsultasi? Sepertinya Bapak salah paham sebab saya tidak—”

"Eh, Pak Reeham sudah datang! Mari masuk, Pak! Ayo, Naya, ajak Pak Reeham masuk."

Aku menatap Ibu tidak percaya, tetapi Ibu berpura-pura tidak melihat kekesalan di wajahku dan memasang senyum lebar berdiri di teras.

"Mari masuk, Pak!"

"Ah... iya, Bu."

Dengan terpaksa aku mempersilakan pria bernama Reeham masuk kemudian menutup pagar.

Ahli gizi? Untuk apa? Aduh, Ibu benar-benar, deh!

Aku mengikuti Reeham yang berjalan ke teras. Punggungnya yang memakai kemeja biru gelap tampak lebar dan nyaman untuk dipeluk.

Aku menggelengkan kepala. Naya, sadar! Bertahun-tahun menjomblo membuat pikiranmu jadi kacau seperti ini! Jangan sampai kamu bertingkah seperti perawan tua haus belaian kasih sayang, Nay!

Ketika Reeham berbalik dan tersenyum kepadaku, tanpa sadar tatapanku jatuh pada bagian depan celananya. Miliknya... seukuran apa, ya?

"Naya! Buruan masuk!" sentak Ibu tidak sabar. "Mari masuk ke gubuk kami, Pak." Ibu menguak pintu lebar-lebar mempersilakan Reeham masuk.

Lalu aku menyusul.

"Tunggu sebentar, ya Pak Reeham, Naya mau mandi dulu." Ibu lalu mendorong tubuh besarku masuk ke ruang tengah sementara Ibu kembali ke ruang tamu.

Terdengar suara Ibu menawarkan minuman untuk Pak Reeham.

Aku mengembuskan napas. Untuk apa, sih, Ibu menyewa jasa ahli gizi segala?

Melihat tubuh telanjangku di cermin, aku kembali mengembuskan napas. Aduh, memang, sih, tubuhku sudah lebar banget. Tapi....

"Nay, buruan mandi! Jangan cuma bengong di kamar mandi!"

"Iya, iya!" Menggerutu, aku pun lekas menyiram tubuhku dengan air dingin.

Usai mandi yang terbilang sangat kilat karena tidak ingin Ibu makin mengomel, aku pun keluar kamar mandi masih menghanduki kepalaku.

"Non Naya, Pak Reeham menunggu di ruangan kerja," ujar Mbok Tila menyambutku di dapur.

"Makasih, Mbok." Aku mengangguk kemudian menuju ruang kerja peninggalan mendiang Ayah yang kini kugunakan untuk bekerja ataupun sekadar bersantai membaca buku.

Aku membuka pintu dan mendapati Pak Reeham duduk di sofa. Lelaki itu mengangguk tersenyum dan aku spontan membalasnya.

Di meja kaca di hadapan Pak Reehaam, sudah tersedia dua gelas air putih dan beberapa butir apel juga dua stoples kue kering.

Aku terpaksa duduk di sofa panjang di sebelah Pak Reeham karena tubuh besarku tidak muat duduk di sofa single.

Pak Reeham mengerjap menatap dadaku membuatku turut melihatnya.

Aku membelalak terkejut karena lupa memakai bra! Kelamaan di rumah membuatku malas memakai bra dan beginilah hasilnya.

Panik, aku lekas berdiri, tetapi Pak Reeham menarik tanganku hingga bokong besarku kembali menubruk sofa.

Eh, apa-apaan ini?!

Pria berkacamata dengan rambut harum gel itu mencondongkan tubuhnya ke arahku kemudian ia berbisik di telingaku, "Pagi-pagi saat pagar dibuka, saya sudah disuguhkan pemandangan no bra, dan sekarang, saya melihatnya lagi. Apa Mbak Naya sengaja menggoda saya, hem?"

Apa katanya?! Kurang Ajar!

***

Bersambung....

Update lagi setelah vote minimal 50 hehe. Makasih udah mampir ke cerita kami.

Author:
Nda-Aqila
&
Emerald8623

Selasa, 19 Desember 2023, 05.29 wib.

Memeluk Hujan by Aqiladyna & EmeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang