Bab 5 (Aqiladyna & Emerald)

271 53 3
                                    

Memeluk Hujan Bab 5

 
Begitu menyuap salad sayur, mataku membelalak.

"Kenapa? Enak banget, ya?” tanya Reeham dengan senyum penuh arti.

Aku menatap Reeham dan mengangguk seraya mengunyah. “Ini… ini enak banget, Pak Reeham!”

Reeham, Naya. Kumaafkan karena kamu terlihat bahagia.”

Aku memegangi pipiku masih menatap Reeham. “Kenapa bisa seenak ini saladnya, Pa-ehm, Reeham? Ini pakai apa, sih?”

Reeham terkekeh. “Mau tau apa mau tau banget?”

Aku memutar bola mata dan pria itu tertawa. Aneh, dia orang baru di hidupku, tetapi kenapa aku langsung bisa nyaman bersamanya? Mungkin karena pembawaannya yang supel kepada setiap orang, terutama klien pengguna jasanya. Kenapa rasanya sedih….

Reeham memajukan tubuhnya melewati meja. “Mayones wijen sangrai.”

“Ya?”

“Saus saladnya.”

Aku ber-ooh ria seraya mengangguk-angguk. “Kuputuskan ini menjadi makanan favoritku.”

Reeham kembali duduk tegak. “Aku bisa membuatkannya untukmu setiap hari.”

Aku mengerjap menatap Reeham. “Apa itu di luar biaya paket?”

“Hmm…” Reeham menatapku lalu tersenyum. “Kamu bisa membayarku dengan yang lain.”

Aku spontan menyilangkan lengan di dada dan Reeham tertawa melihat tingkahku. “Jangan macam-macam!”

“Kamu mau, tidak? Kamu tinggal duduk dan makan salad sayur buatanku setiap hari tanpa perlu repot membuatnya.”

Aku menatap Reeham penuh selidik.

“Syaratnya, kamu makan saladnya di rumahku.”

Aku memutar bola mata. “Kenapa juga aku harus repot bolak-balik ke rumahmu yang entah di mana itu.”

“Memangnya kamu tidak tahu?”

Aku mengangkat kedua alis bingung.

“Rumahku kan di sebelah rumah ibumu. Aku baru pindah seminggu yang lalu.”

Mataku membola. “Bohong.”

“Tentu saja bohong.”

Aku menatap Reeham dan ingin sekali menelannya hidup-hidup. “Kenapa kamu senang sekali bercanda?”

“Hanya kepadamu. Karena kamu lucu dan cepat marah.”

Pipiku memanas.

Reeham menatapku lekat. “Kantor cabang yang baru kubuka seminggu lalu ada di dalam kompleks perumahan kamu. Makanya ibumu menyewa jasaku.”

“Bohong lagi.”

“Kali ini aku tidak bohong. Ayo ke sana kalau kamu tidak percaya.”

“Ayo!” Aku menatap Reeham tajam. “Kalau kamu bohong, kamu harus membuatkan salad sayur gratis di rumahku setiap hari selama 6 bulan!”

Reeham mengangkat alis. “Kalau aku tidak bohong, aku boleh minta apa pun dari kamu, Nayaka?”

Aku tersenyum miring. “Boleh.”

Oke, aku amat sangat menyesal sekali pakai banget. Ternyata Reeham tidak bohong. Saat ini aku dan Reeham tengah berdiri di depan pagar putih rendah dengan plang bertuliskan “Konsultasi Gizi & Diet, Reeham Prajana”. Di dalam pagar, ada bangunan dua lantai bercat hijau sage dengan dominasi dinding kaca yang terlihat nyaman dan menyejukkan mata. Ada juga taman dan kolam ikan.

Reeham mengusap-usap dagunya memandangi gedung kantornya, lalu tanpa menoleh kepadaku ia berkata, “Aku mau minta apa ya dari kamu?”

“Jangan macam-macam.”

Reeham menoleh kepadaku dan mengerjap sok polos. “Loh, aku kan hanya ingin meminta hakku.”

Kenapa kata-katanya sangat menyebalkan? Seperti istri yang meminta hak untuk harta gono-gini saja.

“Halo, Nayaka Kusuma Mewangi?” Reeham mengibas-kibaskan tangannya di depan wajahku. “Kamu masih bersamaku?”

Aku menepis tangannya. Apa-apaan dia bercanda terus? “Jangan minta yang aneh-aneh, Pak Reeham.”

“Akan aku pertimbangkan. Kita bicarakan di dalam saja, sekalian mungkin kamu mau melihat-lihat.”

“Sudah malam. Aku takut kamu menerkamku.” Aku memanyunkan bibir. “Meski tidak langsing, aku masih menarik, kan. Berarti bosku di kantor bohong bilang kalau penampilanku sudah tidak menjual lagi.” Aku menatap Reeham yang mendengarkan sambil mengangkat kedua alis tebalnya. “Sebagai buktinya, kamu merayuku terus sejak pertemuan pertama!” Aku menunjuk wajahnya dengan ibu jari.

Bukan marah atau menganggapku aneh karena aku terlalu percaya diri, Reeham malah menangkap tanganku. “Hem, benar. Kamu menarik meski besar, dan… anehnya jari-jari kamu tetap ramping padahal badan kamu teramat besar.”

“Tidak usah mengatakannya berulang-ulang.” Aku menarik tanganku dengan sebal.

Reeham terkekeh. “Ayo masuk. Kamu aman,” ucap Reeham seraya membuka pagar putih rendah lantas meninggalkanku.

Aku menoleh ke sekelilingku yang gelap karena rumah-rumahnya masih kosong belum terisi. Merinding, aku buru-buru menyusul Reeham.

Aroma buah segar langsung menyambutku di dalam dan masih terasa sejuknya AC meski sudah dimatikan beberapa jam lalu—kulihat di plang, kantor tutup sekitar jam 6 malam.

Reeham membuka pintu ruangan kantornya dan mempersilakanku masuk.

“Silakan duduk senyamanmu.”

Aku duduk dan… sofanya benar-benar empuk dan nyaman.

“Kamu suka?”

Aku mengangguk tanpa sadar.

“Jadi… aku boleh kan meminta hak aku sekarang?”

Aku menatap Reeham.

“Aku takkan minta yang macam-macam, janji.” Reeham tersenyum menatapku, ia masih berdiri di tengah ruangan.

Aku menatap matanya dan tidak melihat candaan di sana. Aku mengembuskan napas lalu mengangguk. “Ya, boleh.”

Reeham melangkah menuju sofa lalu duduk di sebelahku. Diraihnya tanganku dan entah kenapa aku tidak menolak. Manik legam indahnya menatapku seolah menghipnotisku. “Permintaanku… Naya, hiduplah dengan baik. Olahraga yang teratur, memakan makanan sehat dan tidak berlebihan, kurangi cemilan tidak sehat.” Tangannya naik lalu menyelipkan rambutku ke balik telinga. “Sayangi tubuhmu, sayangi hidupmu. Kamu sangat berharga bagi orang-orang yang mencintaimu, jadi…”

Tidak. Kenapa air mataku menetes? Aku menyeka sudut mataku, tetapi tangan Reeham lebih cepat.

Pria ini mengecup air mataku membuatku terkejut. Tersadar, aku langsung menamparnya.

Reeham memegangi pipinya, sepertinya ia terkejut karena tidak menyangka aku akan menamparnya.

“A-aku mau pulang!” Aku bangkit berdiri.

“Naya, tunggu!” Reeham bangkit berdiri dan menyusulku yang berjalan cepat ke arah pintu. Namun sebelum aku sempat membukanya, Reeham lebih dulu menahan pintu. Ia mengurung tubuhku dari belakang. “Nay, aku minta maaf.”

“Aku mau pulang.”

“Naya.” Reeham membalikkan tubuhku menghadap ke arahnya. Manik segelap malamnya lurus menatapku lekat membuat jantungku berderap. “Aku minta maaf karena tadi tidak menciummu dengan baik.”

Eh?

Lalu Reeham menunduk dan mendaratkan ciumannya di bibirku.

***

 
Pdf Ready 23k (209 hlm)
WA 0822-1377-8824 (Emerald)
WA 0895-2600-4971 (Nda-Aqila)

Sabtu, 17 Februari 2024, 15.33 wib.
 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Memeluk Hujan by Aqiladyna & EmeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang